I'LL Teach You Marianne

Epilog 8



Epilog 8

0Rencana liburan menyenangkan yang sudah dibuat oleh Suri pun hancur karena ulah para preman yang tiba-tiba datang mengganggu mereka, Suri memutuskan untuk pulang karena ketakutan. Suri takut akan datang preman lainnya yang akan mengganggu mereka lagi, padahal sebenarnya hal itu tidak akan mungkin terjadi karena saat ini anak buah Christian sudah bergegas menuju ke Gstaad menggunakan dua helikopter begitu ia menghubungi mereka 15 menit yang lalu.     

Di dalam kamar hotel, Suri hanya duduk di atas sofa melihat pelayannya merapikan barang-barang ke dalam koper kembali. Tak ada satu patah kata pun yang terucap dari bibir gadis bermata biru itu, sepertinya kejadian tadi benar-benar membuatnya sangat shock.     

"Coklat hangat?"     

Suri menggeleng, menolak pemberian Asher.     

"Ini coklat hangat kesukaanmu, kau yakin tidak ingin mencobanya?" Asher yang belum menyerah mencoba untuk membuat Suri mau berbicara dengannya.     

Bukannya merespon pertanyaan sang kakak, Suri justru merebahkan tubuhnya di sofa membelakangi Asher.     

Melihat Suri mengabaikannya, Asher menghela nafas panjang. Perlahan Asher meletakkan coklat hangat yang sejak tadi ia pegang di atas meja dan langsung bergegas menuju ke balkon, di mana saat ini Christian masih sibuk berbicara dengan seseorang melalui ponselnya.     

Karena sejak tadi pintu balkon ditutup alhasil suara Christian tidak bisa didengar oleh siapapun, termasuk Asher yang saat ini berdiri tepat di belakang Christian.     

"Lakukan seperti biasa, tanpa jejak dan cela,"ucap Christian singkat sebelum akhirnya menutup sambungan teleponnya.     

Setelah memasukkan ponselnya kembali kedalam saku kemejanya Christian pun berbalik badan dan nampak terkejut ketika melihat Asher berdiri dibalik kaca.     

"Kau tidak sedang cosplay menjadi cicak, bukan?"tanya Christian sarkas.     

"Ck...cicak? Memangnya tak ada hewan yang lebih keren dari itu?"     

Christian mengerutkan alis nya. "Kau aneh, Asher!"     

Asher terkekeh. "Stop dulu, jangan marah-marah padaku. Lihat kondisi Suri, dia sepertinya sangat shock."     

Christian menoleh ke arah sofa dimana saat ini Suri sudah meringkuk, terlihat sangat menyedihkan. Dan Christian tidak suka akan hal itu.     

"Sekitar sepuluh menit lagi helikopter akan tiba, kau pulanglah terlebih dahulu bersama Suri,"ucap Christian datar.     

"Aku dan Suri? Bagaimana denganmu?"     

"Aku akan menyusul menggunakan helikopter kedua, setelah urusanku selesai di sini."     

"Christ.."     

Ucapan Asher terhenti karena tangan Christian sudah berada di pundaknya.     

"Ada tugas penting yang harus dilakukan seorang kakak dan karena aku kakak tertua maka aku yang harus melakukan itu dan kau pulang menjaga Suri, pastikan dia baik-baik saja sampai dirumah. Kau sudah paham dengan pembagian tugas kita, bukan?"     

"Iya tapi kau tidak akan melakukan hal gila, kan?"     

Christian tersenyum datar. "Menurutmu apa yang seharusnya aku lakukan?"     

"Christ, come on! Semuanya bisa dibicarakan baik-baik, lagipula mereka juga sudah berada ditangan polisi."     

"Lho memangnya apa yang ingin aku lakukan sampai kau berpikir sejauh itu?"     

Asher menyugar rambutnya. Frustasi. "Kita tumbuh besar bersama, Christ. Aku tahu dirimu dengan sangat baik."     

"Kalau kau sudah tahu siapa diriku luar dalam, seharusnya kau tak perlu bertanya lagi dengan apa yang ingin aku lakukan, Asher." Christian menjawab pelan sambil berlalu dari hadapan Asher menuju pantry untuk minum, berbicara dengan anak buahnya selama hampir 20 menit tanpa henti membuat tenggorokannya terasa kering.     

Asher hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengarkan jawaban Christian, Asher sangat tahu standar seorang Christian. Karena itu Asher berusaha untuk menghentikan perbuatan sang kakak agar tidak melangkah terlalu jauh, namun sepertinya usahanya hanya sia-sia saja pasalnya Christian tidak pernah mau mendengarkan orang lain. Apalagi jika berhubungan dengan Suri, Christian tidak akan main-main jika ada orang yang sudah membuat adik kesayangannya itu terluka apalagi sampai meneteskan air mata seperti tadi.     

Pada saat Christian baru selesai minum tiba-tiba pintu kamar mereka diketuk dari luar, Asher yang tidak melakukan apa-apa pun bergegas menuju pintu untuk memeriksa siapa yang datang.     

"Selamat siang Tuan." Lima orang pria berpakaian serba hitam langsung menyapa begitu pintu dibuka oleh Asher.     

Mereka bukan menyapa Asher, tetapi menyapa Christian yang berada tak jauh di belakang Asher.     

Christian menganggukkan kepalanya perlahan. "Katy, bangunkan Nonamu. Jemputan kalian sudah datang."     

"Baik Tuan mu-"     

"Aku tidak mau pulang!! Aku belum puas bermain ski!"teriak Suri dengan keras.     

Christian menipiskan bibirnya. "Tak ada pilihan lain untukmu, Suri."     

"Tapi, Christ aku-"     

Christian mengangkat tangannya, minta Suri untuk diam. "Kau tahu bukan kalau aku tak suka dibantah?"     

Kedua mata Suri berkaca-kaca, dengan cepat ia mengalihkan pandangannya pada Asher mencoba meminta dukungan darinya. Namun Asher yang tak sekuat Christian hanya bisa menggelengkan kepalanya saja pada Suri.     

Bibir Suri mencebik. "Aku benci kalian berdua, kalian egois!!!"     

Christian tak merespon perkataan sang adik, ia justru memilih keluar dari kamar itu meninggalkan semua orang. Tak ada satupun orang yang bisa melawan dan membantah kata-kata yang sudah terucap dari bibir seorang Christian, siapapun itu bahkan kedua orangtuanya pun tak akan bisa mengubah keputusannya. Entah mewarisi sifat keras kepala dari siapa Christian ini, tak ada yang tahu.     

****     

Sama seperti sang ayah, semua ucapan Christian adalah titah yang tak bisa diganggu gugat. Saat ini Christian sedang melipat kedua tangannya di dada menatap Asher dan Suri yang sedang bersiap naik helikopter, meski Suri merengek menolak dipulangkan ke Jenewa namun keputusan Christian sudah bulat.     

Kedua mata biru Christian menatap tajam pada Asher yang sedang melambaikan tangan padanya sesaat sebelum pintu helikopter tertutup, dalam hitungan menit helikopter jenis Eurocopter EC135 pun mulai mengudara meninggalkan daerah Gstaad untuk kembali ke Jenewa. Begitu helikopter yang dinaeki Suri dan Asher tak terlihat dari pandangannya Chrsitian langsung berjalan masuk ke dalam mobil yang sudah menunggunya.     

"Mereka sudah menunggu anda, Tuan muda."     

Christian tersenyum. "Good, belum ada yang menyentuh mereka, kan?"     

"Kami menunggu instruksi dari anda Tuan."     

Senyum Christian semakin lebar, ia lalu memerintahkan anak buahnya untuk segera pergi dari tempat itu. Tak membutuhkan waktu lama tiga mobil mewah yang sebelumnya berbaris rapi itu pun mulai meninggalkan area ski menuju tempat dimana kehadiran Christian sudah ditunggu.     

***     

Clarke's Mansion, 2 PM.     

Deru baling-baling Eurocopter EC135 berwarna hitam dengan logo huruf C besar di bodynya terdengar keras dari dalam rumah besar itu, beberapa orang pelayan yang hafal langsung bersiap dalam posisinya masing-masing bersiap menyambut kedatangan sang majikan yang berada di dalam helikopter.     

Begitu helikopter mendarat dengan mulus tanpa ada gangguan Suri turun dengan cepat dari helikopter meninggalkan Asher. Begitu kedua kakinya menyentuh tanah, Suri langsung berlari menuju rumah. Dari belakang Asher bisa melihat Suri menyeka air matanya ketika sedang berlari.     

"Apa yang terjadi Tuan?"tanya seorang pelayan pada Asher.     

Asher mengendikkan bahunya. "Begitulah, aku sulit menjelaskannya. Yang pasti saat ini suasana hati Suri sedang tidak baik dan apakah Mommy dan Daddy ada dirumah?"     

"Tidak Tuan, Tuan besar dan Nyonya baru saja berangkat ke Portugal satu jam yang lalu,"jawab sang pelayan dengan sopan, meski Asher bukan anak kandung tuannya namun semua pelayan yang ada dirumah mewah itu menghormatinya sama seperti menghormati Christian dan Suri.     

"Oh iya, besok adalah hari ulang tahun pernikahan Uncle Aaron dan Aunty Rose,"ucap Asher lirih sambil memijat kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit. "Ya sudah kalau begitu, tolong bawakan barang-barang kami masuk kedalam rumah."     

Pelayan itu menganggukkan kepalanya dengan sopan merespon perkataan Asher yang kini sudah berjalan masuk kedalam rumah, sesampainya didalam rumah Asher dikejutkan dengan kerasnya suara bantingan pintu yang berasal dari kamar Suri.     

"Suri..."     

Karena tahu mood Suri sedang sangat tidak baik Asher pun memilih untuk tak mengganggunya, Asher duduk disofa yang ada di ruang keluarga dimana saat ini foto-fotonya bersama Christian dan Suri bertebaran. Sejak umur empat tahun Asher mulai tinggal bersama keluarga barunya di Jenewa, dia dibesarkan seperti anak kandung sendiri oleh orang tua angkatnya. Saat Asher pindah ke Jenewa kala itu Suri baru saja berumur satu tahun.     

"Tuan Asher." Sapaan seorang pelayan berhasil membuat Asher sadar dari lamunannya.     

"Yes."     

Pelayan itu mengulurkan tangannya ke arah Asher. "Ponsel anda tertinggal di helikopter, Tuan."     

"Akhh iya, terima kasih." Asher segera mengambil ponselnya dari tangan sang pelayan sambil tersenyum.     

Baru saja akan meletakkan ponselnya diatas meja tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponselya, secara otomatis Asher pun membuka kotak masuknya untuk memeriksa pesan yang masuk itu. Kedua matanya seketika membulat sempurna saat melihat pesan yang baru saja dikirimkan Christian.     

Dalam pesan berwaktu itu Christian mengirimkan proses 'hukuman' yang ia pimpin untuk para pengganggu yang sebelumnya di tempat ski, dalam pesan itu terlihat jelas bagaimana proses hukuman itu dilakukan. Terdengar jelas suara tangis kesakitan dari sekitar enam orang preman yang sudah mendapatkan hukuman dari Christian, masing-masing dari mereka sudah kehilangan satu jarinya masing-masing masih jauh lebih beruntung dari Hugo pemimpin mereka yang harus kehilangan empat jari, dua ditangan kanan, dua ditangan kiri. Raung kesakitan Hugo bahkan terdengar jelas dalam pesan yang kini sudah terhapus otomatis itu.     

"Christian..."ucap Asher lirih menyebut nama sang kakak tanpa sadar.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.