LUDUS & PRAGMA

118. Senja Penuh Harapan



118. Senja Penuh Harapan

0Langkahnya tegas membelah udara sore yang berembus. Menerjang kerumunan yang ada di depannya untuk benar meninggalkan lingkungan sekolahnya saat ini. Bel nyaring berbunyi. Menandakan jam pulang sekolah datang selepas siang pergi dan senja memulai dalam bertugas. Davira berjalan santai beriringan bersama seorang gadis berambut pendek di sisinya. Bukan Arka Aditya buka juga Davina Fradella Putri. Namun, Rena Rahmawati lah yang dipilih oleh gadis itu sore ini untuk menemani langkahnya.     

"Ada sesuatu yang mengganggu lo?" Rena menyela. Gadis yang ada di sisinya kini menoleh. Menatap paras gadis sebaya usia dengan tinggi yang sedikit jauh di atasnya. Kemudian tersenyum ringan sebab inilah yang disukai oleh Davira dari seorang Rena Rahmawati. Gadis itu sangat baik dan peka terhadap lingkungan yang ada di sekitarnya. Meskipun Rena terlihat tak acuh dan tak ada tingkat kepedulian dengan sikap yang suka seenaknya sendiri, namun gadis itu sebenarnya adalah seorang pemerhati.     

"Soal Adam?" tanya Rena mengimbuhkan. Sedikit memiringkan kepalanya untuk bisa menatap Davira dengan benar.     

Gadis di sisinya tersenyum. Akan tetapi Rena paham benar, senyum yang dilukiskan Davira untuk menanggapi kalimatnya itu adalah sebuah senyum palsu tak ada ketulusan dari dalam hatinya.     

Jadi, Rena berani menarik kesimpulan saat ini. Davira sedang dilanda sebuah masalah yang mengganggu dalam hatinya. Mempengaruhi caranya bersikap dan mengubah caranya menatap seseorang di sekitarnya.     

"Gak mau cerita sama gue?" Rena lagi-lagi menyela kala gadis yang ada di sisinya masih terdiam sembari terus melangkahkan kakinya tegas menapakki aspal trotoar jalanan yang akan menghantarkan mereka berdua ke halte bus terdekat.     

"Gue cuma ... merasa bersalah." Davira berucap dengan nada yang amat sangat lirih. Terdengar sama untuk Rena sebenarnya, akan tetapi gadis berambut pendek itu cukup bisa untuk memahami dan menerka apa yang dikatakan oleh gadis bertubuh mungil sedikit semampai di sisinya itu.     

"Lo bikin salah sama Adam di hari pertama kalian berkencan?" tanya Rena memastikan.     

Gadis di sisinya mengangguk. "Aku memutuskan hubungan kita."     

Rena menoleh cepat. Menghentikan langkahnya dan sigap menarik pergelangan tangan gadis yang ada di sisinya. Membuat Davira ikut terhenti kemudian menoleh menatap gadis sebaya yang kini tegas menatapnya.     

"Lo putus dari Adam padahal ini adalah hari kedua kalian berpacaran?!" pekik Rena sedikit berteriak sebab gadis itu terkejut saat ini. Ia tak tahu, kalau Davira adalah gadis bodoh yang tak pandai mencinta.     

"G--gue gak tau kenapa gue bisa semarah itu tadi. Mengetahui Adam hanya menggunakan gue sebagai bahan taruhannya dengan teman-teman basket—"     

"Lo dijadiin bahan taruhan? Putusin kalau gitu. Lo gak salah," sela Rena kembali melangkahkan kakinya.     

Davira mengekori. Kembali mencoba menyesuaikan langkah dengan Rena yang kini menoleh menatap paras cantik milik Davira. Jikalau dilihat dan ditelisik dengan benar ekspresi wajah gadis di sisinya itu, Davira tak terlihat seperti orang yang kalut sebab dikhianati oleh sang kekasih. Parasnya masih cantik meskipun terkesan lesu dan tak bertenaga saat ini. Tak ada mata sembab dan hidung memerah yang menandakan bahwa ia habis selesai menangisi takdir menyedihkan yang dipunyainya. Davira terlihat biasa-biasa saja kali ini.     

"Itu semua salah paham." Gadia itu melanjutkan. Membuat Rena yang ada di sisinya tegas menatap kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti kala kalimat singkat itu terucap dari bibir Davira.     

Singkatnya, amarah yang ada di dalam diri Davira untuk Adam hanya sebatas kesalahpahaman semata dan itu semua membuat Davira merasa bersalah saat ini.     

"Terus yang bener?"     

"Adam membatalkan taruhannya dan membayar denda. Semua perasaan dan adegan romantis serta kata-kata melankolis yang manis di ucapkan oleh Adam kemarin, itu benar adanya." Davira kembali menunduk. Menatap jari jemarinya yang kini kuat saling bertaut satu sama lain. Gadis itu gelisah. Bukan sebab Adam yang akan balik merajuk padanya. Namun, sebab kalimat putus yang terlanjur diucap oleh Davira untuk melampiaskan amarahnya pada sang kekasih beberapa waktu lalu.     

"Lo merasa bersalah karena udah asal nuduh dan asal marah tanpa dengerin penjelasan dari Adam?" tanya Rena menelisik perubahan ekspresi wajah milik Davira Faranisa.     

Davira menganggukan kepalanya. Mengerang ringan untuk memberi jawaban atas apa yang ditanyakan padanya barusan itu. "Singkatnya begitu," tukasnya menutup kalimat dengan nada lirih.     

"Minta maaf kalau gitu. Adam pasti mengerti kok," ucap Rena menepuk pundak gadis yang ada di sisinya. Mencoba untuk membuat Davira kembali tersenyum ringan dan menghilangkan kegelisahan yang ada di dalam diri gadis yang berjalan seirama dengannya itu.     

"Gue terlalu malu. Lo tau 'kan rasanya marah-marah gak jelas tapi ternyata lo yang salah?" Davira mengernyitkan dahinya samar. Melirik Rena yang kini tertawa kecil tanda tak mampu hatinya menahan kelucuan dari si sahabat barunya itu.     

"Terus lo cuma mau diem-dieman gini?" Rena menatap gadis yang kini mau mendongakkan wajahnya. Menatap Rena dengan tatapan teduh tanpa mampu berucap ataupun menanggapi kalimat gadis itu.     

"Haruskah gue nemuin Adam sekarang?"     

"Lo cinta sama Adam beneran?" sahut Rena dengan nada tegas. Mendapat anggukan kepala dari gadis yang ada di sisinya.     

"Temui dia dan meminta maaf. Bilang lo salah dan lo mau mengubah segala yang sudah terjadi," ucap gadis berambut pendek itu menyarankan.     

"Gue harus nemuin dia sekarang?"     

"Tentu! Lo harus—"     

"Gak perlu. Aku udah ada di sini." Seseorang menyela kalimat gadis yang kini menoleh. Menatap paras tampan seorang remaja yang tersenyum kuda mengarah pada Davira Faranisa.     

"Adam? Lo di sini rupanya. Pas banget, temen gue ini mau ngomong sesuatu—" Belum sempat Rena menyelesaikan kalimatnya, Davira sudah sukses melangkahkan kakinya dan berjalan menjauh. Meninggalkan Rena juga Adam Liandra Kin yang hanya bisa diam sembari menatap kepergian gadis bersurai pekat itu.     

Davira bukannya tak punya sopan dan santun dalam berpisah dengan teman sebaya selepas pulang sekolah dengan pergi begitu saja tanpa berpamitan juga mengucap salam perpisahan, gadis itu hanya malu! Benar-benar malu sekarang ini sebab seperti yang dikatakan olehnya beberapa saat lalu bahwa Davira tak mungkin bisa menghadapi Adam selepas kebodohan yang dilakukannya dengan memberi penghakiman pada sang kekasih tanpa mau mendengar kejadian yang sebenarnya terjadi.     

"Dia lucu 'kan?" tanya Adam menyela lamunan dari Rena Rahmawati. Memancing fokus gadis yang ada di sisinya itu untuk menoleh dan menatap paras tampan miliknya.     

"Hm. Davira itu sedikit aneh terkadang," kekeh Rena menanggapi kalimat dari remaja jangkung yang ada di sisinya.     

"Lo gak kejar?" tanya Rena kembali memusatkan tatapannya mengarah pada punggung Davira yang kini mulai samar terlihat selepas gadis itu masuk dan menerobos kerumunan yang ada di depannya.     

Adam menoleh. Menggelengkan kepalanya tegas sembari tersenyum ringan. "Percuma. Dia juga gak akan mau naik moge gue. Jadi, nanti gue samperin aja ke rumahnya."     

Rena mengangguk paham. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Davira bisa—"     

"Karena Kayla." Adam menyahut. Menatap Rena yang kini ikut menoleh dan mendongakkan kepalanya tegas.     

"Kayla?"     

"Mantan temen deket gue. Dia gak suka gue pacaran sama Davira dan akhirnya, dia menjadi pengganggu sekarang ini." Adam terkekeh kecil. Sejenak menundukkan kepalanya untuk menatap ujung sepatu miliknya yang tegas berjalan menyamai langkah irama gadis yang ada di sisinya.     

"Bisa lo bantu gue?" tanya Adam menyela. Kembali mendongakkan kepalanya untuk bisa menatap Rena yang hanya bungkam sembari menunggu Adam menyelesaikan kalimatnya.     

"Munafik kalau gue bilang bahwa gue membenci Kayla yang menyakiti hati Davira. Memprovokasi dan memancing amarah Davira hingga membuat Davira melakukan hal bodoh seperti memutuskan hubungan kita misalnya. Meskipun Kayla jahat, tapi tetep aja gue gak bisa benci dia." Adam menilai dari apa yang sedang dirasakannya saat ini. Jujur saja Adam hanya menggertak dan mengancam gadis bermata kucing itu untuk tak lagi mengusik dan mengganggu gadisnya apapun alasan dan pembelaan yang akan diberikan Kayla untuk membenarkan posisinya yang sudah salah.     

Adam tak kuasa untuk melukai hati gadis yang pernah baik dan dekat dengannya seperti Kayla Jovanka. Akan tetapi di sisi lain ia juga tak bisa hanya diam dan membiarkan hubungannya dengan Davira merenggang dan rusak hanya sebab bualan semata dari gadis itu. Ia tak bisa hanya diam jikalau melihat Davira terluka sebabnya. Jika dibandingkan, katakan saja Adam berada dan merasakan seperti apa bimbangnya posisi Davira kala ia harus memilih antara dirinya atau Arka Aditya.     

"Lo mencintai Kayla juga?" tanya Rena menebak asal.     

Adam menggelengkan kepalanya tegas. "Gue hanya mencintai Davira."     

"Lalu?"     

"Gue bersimpati terhadap Kayla Jovanka. Gue gak bisa menyakiti dia hanya sebab Davira dan gue gak bisa diem aja melihat Kayla terus mengusik Davira."     

"Jadi?" sahut Rena dengan nada melirih. Mengernyitkan dahinya samar sebab ia masih belum bisa mengerti dengan benar, apa maksud Adam mengatakan bahwa ia ingin meminta Rena untuk bisa menolongnya? Haruskah Rena menjadi seorang pembuli yang menjatuhkan mental dan kebahagiaan milik Kayla Jovanka untuk membahagiakan Adam juga Davira? Memang sih, tampangnya terlihat tomboi sedikit menyeramkan dengan gaya yang tak acuh. Akan tetapi siapa sangka kalau Rena itu adalah gadis melankolis yang amat lembut hatinya?     

"Gue mau minta tolong. Kalau Kayla menganggu Davira lagi, beri tahu aku."     

"Lo nyuruh gue ngawasin Davira?"     

"Singkatnya. Kalau ada hal yang gak bisa gue lakuin untuk membalas Kayla, gue minta tolong Lo untuk mewakilkan." Adam menutup kalimatnya dengan tatapan teduh. Memohon dengan penuh pada Rena agar mau membantunya kali ini.     

"Apa yang gak bisa lo lakuin ke Kayla?"     

Adam terdiam sejenak menghela napasnya singkat sembari sesekali menurunkan pandangannya untuk bisa menghilangkan rasa aneh yang kini menyelimuti dalam dirinya.     

"Berkata kasar, memukul, menjatuhkan, menarik kerah bajunya, memojokkannya dan membentaknya. Juga—"     

"Lo beneran suka sama Davira atau Kayla?" Rena menyela. Sukses membuat Adam terdiam sembari menatap Rena dengan penuh makna.     

"Hal yang gak bisa lo lakuin itu, akan menyakiti Davira lebih dari apapun," tukasnya menutup kalimat.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.