LUDUS & PRAGMA

117. Teruntuk Teman.



117. Teruntuk Teman.

0"Kita putus," ucap Davira lirih. Menghempaskan kasar genggaman tangan sang kekasih kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Berjalan tegas meninggalkan Adam yang masih tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Hubungan mereka baru saja berjalan. Satu hari yang lalu Adam menyatakan perasaanya pada Davira Faranisa. Mendapat respon dan jawaban yang baik dari sang gadis. Menghabiskan akhir pekan bersama tiada perselisihan yang terjadi di antara keduanya. Menutup hari dengan bahagia yang ditandai sebuah kalimat manis di penghujung malam.     

Adam merasa ia tak berbuat salah apapun pada kekasihnya. Semua perlakuan yang diberikan pada Davira sudah wajar adanya. Lantas mengapa kalimat mengerikan itu mampu terucap dari mulut sang kekasih dengan lancarnya?     

"Davira! Tunggu!" Adam mengejar. Menarik pergelangan tangan gadis yang kini mau tak mau harus terhenti dan memutar tubuhnya. Meladeni Adam Liandra Kin yang kini menggenggam pergelangan tangannya kuat. Seakan belajar dari pengalamannya beberapa waktu lalu bahwa Davira terus saja melepas genggaman tangannya sebab Adam tak kokoh dalam merapatkan jari jemari miliknya.      

"Ada apa sebenernya? Aku salah? Aku minta maaf kalau gitu. Apapun itu, aku minta—"     

"Aku ingin menemui Candra," sela Davira dengan nada lirih. Melirik genggaman Adam yang kini perlahan melunak kala nama Candra disebut di sela amarah yang ada di dalam diri gadis kesayangannya itu.     

"K--kenapa tiba-tiba Candra?"     

Davira bungkam sejenak. Menatap remaja yang masih tegas menatapnya sembari jelas menunggu jawaban pasti dari seorang Davira Faranisa. Jika semua ini adalah mutlak kesalahannya, maka Adam rela untuk duduk bersimpuh dan memohon ampun pada Davira. Akan tetapi sebelum itu, Adam hanya ingin tahu di mana dan seperti apa duduk akar permasalahan yang sukses membuat Davira memutuskan secara sepihak hubungannya dengan Adam?     

"Kalian bener-bener sebrengsek itu? Kalian menggunakan perasaan seorang gadis sebagai bahan taruhan?" tanya Davira memancing reaksi terkejut dari Adam. Kini remaja jangkung itu mengerti, ada seseorang yang memberi tahu Davira pasal taruhan yang sengaja dibatalkan Adam satu jam sebelum ia memutuskan untuk bertemu dan bersua dengan Davira. Menunggu kedatangan gadis itu di bawah rindangnya pohon sisi lapangan tempat konser diadakan. Adam membatalkannya. Mengatakan pada Candra bahwa ia tak menginginkan apapun yang menjadi hadiah dalam taruhan. Bahkan jikalau perlu, Adam akan membayar denda sebab mengingkari kesepakatan yang sudah dibuat.     

Adam melepaskan genggamannya. Tersenyum kecut sembari menatap gadis yang kini diam. Tak mampu lagi banyak berkata selepas perubahan ekspresi milik kekasihnya itu.     

"Aku minta maaf karena tidak sempat menceritakannya. Awalnya semuanya itu karena taruhan, aku mengakuinya. Tapi ... untuk menyatakan perasaan dan memakaikan kalung itu, bukan karena taruhan. Itu karena aku menginginkannya." Adam menjelaskan. Menghela napasnya kasar sebab bodohnya ia tak lebih awal mengatakannya pada Davira.      

"Sebelum janji kita bertemu kemarin malam itu, aku membatalkannya. Aku membatalkan taruhan sebab aku sadar bahwa aku mengajak kamu datang bukan sebab hadiah, namun sebab aku menginginkannya. Bahkan, aku akan membayar denda karena membatalkannya," pungkas Adam. Mengambil satu langkah mundur untuk menjauh dari posisi gadis yang kini benar-benar bungkam tak mampu banyak bersuara lagi. Davira malu! Benar-benar malu rasanya saat ini.     

"Jika tak percaya, kamu boleh menemui Candra sekarang. Dia ada di dalam kelas," tuturnya lembut.     

"Jika aku ketahuan berbohong, beri segala macam hukuman asalkan bukan mengakhiri hubungan dan putus denganmu. Aku tak bisa melakukannya, karena itu bukan kemampuanku." Remaja jangkung itu menutup kalimatnya. Tersenyum singkat kemudian mengusap lembut puncak kepala gadis yang ada di depannya. Mengubah langkah dan mulai beranjak pergi dari hadapan Davira. Meninggalkan gadis itu di sana tanpa mau menunggu Davira untuk menjawab dan memberi respon.     

Meninggalkan Davira sendirian di sana? Benar! Adam melakukan hal itu. Bukan sebab ia ingin membalas amarah sang kekasih, namun ada satu kalimat yang diingatnya sempat di ucap oleh Arka Aditya untuknya. "Ketika Davira sedang kalut, biarkan dia sendirian mendalami kesedihan dan memahami situasi yang sedang terjadi padanya."     

Arka juga mengimbuhkan sebuah kalimat yang hanya Adam lah yang mampu mendengarnya. "Kadang kala, Davira punya caranya sendiri untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Kita hanya perlu percaya dan menunggu saja."     

***LnP***     

Tatapannya tajam mengarah pada gadis yang terdiam di depannya. Ikut melempar sorot lensa mata tajamnya membalas tatapan aneh yang baru saja dikirim dan memblokir segala aktivitasnya saat ini. Adam merebut penanya. Menutup kasar buku yang ada di depannya kemudian mengambil apa-apa saja yang bisa menjadi objek peralihan agar Kayla Jovanka untuk tak mengubris remaja tampan di depannya itu.     

"Gue pacarnya Davira sekarang." Remaja itu menyela dengan nada tegas. Sekali lagi mencoba untuk mencuri segala fokus milik Kayla Jovanka yang sesekali memalingkan wajahnya untuk menghindari kontak mata dengan Adam Liandra Kin.     

"Davira adalah pacar gue sekarang," imbuhnya mengulang. Kali ini dengan mempertegas kalimat agar Kayla mau mengerti bahwa maksud dan tujuan Adam datang di hadapan Kayla adalah untuk mengatakan bahwa ia tak perlu lagi mencampuri urusan pribadinya dengan mengusik kehidupan sang kekasih.     

"Terus gue harus ngucapin selamat?" tanya Kayla berkelit. Membuat Adam samar mengerutkan dahinya.     

"Selamat. Lo udah jadi pacarnya Davira," ucap Kayla mengulurkan tangannya. Sukses membuat Adam tegas menyeringai sebab ia masih saja tak mengerti, bagaimana cara pemikiran gadis di depannya itu. Yang Adam kenal, Kayla Jovanka bukanlah gadis seperti ini.     

"Gue cuma perlu kasih selamat 'kan? Haruskah gue kasih kado juga?" kelitnya tertawa ringan.      

"Kayla Jovanka yang gue kenal bukan kayak gini." Adam menyela. Melirihkan nada bicaranya sembari menatap Kayla dengan tatapan sayu.      

Uluran tangan gadis itu melunak. Melipat tangannya kemudian rapi di atas perut datarnya. Menyandarkan punggungnya ke belakang kemudian tegas menarik satu sisi bibirnya untuk tersenyum picik menanggapi Adam Liandra Kin.     

"Bukan gue yang berubah, tapi lo yang belum kenal gue dengan baik, Adam." Lirih suaranya menjawab. Semakin jelas mengembangkan senyum di atas paras cantiknya.     

"Davira ngomong sesuatu? Maksudku gue, lo datang ke sini dengan ekspresi wajah marah, menggebu-gebu bahkan berperilaku kasar sama gue. Adam yang gue kenal ... bukan seperti ini," tukas gadis bermata kucing itu membalikkan kalimatnya. Memicu reaksi dari Adam Liandra Kin.      

"Lo hanya kenal gue sebagai seorang teman, bukan orang terdekat." Adam menjawab dengan sebuah senyum manis yang mengembang jelas sebagai penutup kalimatnya. Sigap mencondongkan badannya ke depan untuk sedikit mengintimkan posisi duduknya dengan Kayla Jovanka.     

"Ini pertama dan terakhir kali gue berpesan, jangan ganggu Davira," bisiknya.     

Kayla membulatkan matanya cepat. Sejenak menyeringai kemudian memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan tawa kecil yang muncul di sela bibir tipis merah delima miliknya. "Kalau gue gak mau? Mengganggu Davira adalah hobi gue sekarang." Gadis itu kini tegas tertawa. Memicu perubahan ekspresi dari remaja jangkung yang ada di depannya saat ini. Adam muak! Kayla Jovanka ternyata adalah gadis yang sulit. Tak mudah mengerti dan menerima keadaan yang sedang terjadi padanya saat ini.     

"Gue bisa melakukan hal yang bakalan lo benci nantinya," pungkas Adam menutup kalimat. Bangkit dari tempat duduknya kemudian memutar tubuhnya dan melangkah menjauh dari Kayla. Bagi Adam semua percakapan yang dilakukannya bersama Kayla sudah cukup. Ia muak! Kayla terlalu berbasa-basi dan mengulur waktu.      

"Lo yakin rasa Davira seutuhnya buat lo?" Lagi! Gadis bermata kucing itu lagi-lagi menyulut emosi dan rasa muak ada di dalam diri Adam saat ini.     

Remaja jangkung itu memutar tubuhnya. Diam bungkam enggan bersuara sebab menunggu kalimat lanjutan dari gadis menyebalkan di depannya itu.      

"Hanya karena berita yang belum tentu kebenarannya, ia marah dan apa yang dikatannya?"     

Adam bungkam. Terus memberi tatapan pada Kayla yang memungkaskan kalimatnya dengan menarik-narik dagu lancipnya sembari sesekali menimbang kalimat untuk membuat Adam kembali terpancing.     

"Ah! Dia pasti minta putus?!" pekiknya sembari bertepuk tangan.      

Gila! Hanya sebab Adam lebih memilih Davira sebagai kekasihnya alih-alih si gadis bermata kucing yang sudah menemaninya sejak awal itu, Kayla Jovanka terlihat benar-benar menyedihkan saat ini.     

"Dia bahkan lebih percaya sama gue padahal gue adalah gadis yang dibencinya, ketimbang percaya dengan kekasihnya sendiri. Lo pikir dia bener-benar suka sama lo?"     

Remaja jangkung yang tadinya diam tak berucap sepatah kata pun itu kini melangkah. Mendekat pada Kayla kemudian mengulurkan kedua tangannya untuk menopang badannya yang membungkuk. Mendekatkan paras tampan miliknya ke arah Kayla Jovanka yang kini menyipit tajam.     

"Lo yakin posisi lo lebih penting dari Arka Aditya?" bisiknya melempar satu pertanyaan penutup. Menyudahi segala bualan yang diucap kala Adam semakin tegas memicingkan matanya untuk membidik paras cantik milik Kayla.     

"Lo ... gak akan—"     

BRAK! Adam kini benar-benar tersulut. Menggebrak meja yang ada di depannya untuk menghentikan segala bualan dan omong kosong milik Kayla Jovanka. Adam tahu, yang dirasakan gadis itu hanya dendam dan rasa sakit sebab Adam menendangnya dari dalam hatinya selepas memutuskan untuk mengejar dan meraih segala rasa milik Davira Faranisa. Akan tetapi, bukan begini caranya.      

Memberontak dan berteriak dengan berpura-pura menjadi tokoh kuat nan jahat tak akan menyelesaikan apapun saat ini. Semua usaha dan kalimat yang dilontarkan Kayla Jovanka untuk memprovokasi dan mempengaruhi Adam tak akan pernah benar membuahkan hasil. Adam mencintai Davira, bukan Kayla Jovanka. Adam menginginkan hidup bahagia sebagai kekasih seorang gadis bernama Davira Faranisa, bukan si mata kucing Kayla Jovanka. Semesta tahu itu, dan Kayla harus menyetujuinya apapun alasannya saat ini.     

"Lo yakin Davira beneran suka sama lo? Dia hanya risih sebab—"     

"Gue tau. Dalam hati Davira, Arka adalah laki-laki yang menjadi nomor satu. Orang yang paling banyak mendapat kasih sayang darinya, kepercayaan dan bahkan ... gue yakin sekarang Davira sedang bersama Arka untuk meluapkan amarahnya alih-alih menemui Candra untuk menanyakan semua pertanyaan yang ada di dalam benaknya. Gue paham semua itu, Kayla."      

"Tapi ... gue akan buat semua posisi Arka berubah menjadi posisi untuk gue," pungkas Adam menutup kalimatnya. Tersenyum seringai kemudian berpaling dan meninggalkan Kayla di tempatnya.     

Benar, Adam hanya cukup berusaha dan menunggu sedikit lama lagi bukan?     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.