LUDUS & PRAGMA

133. Penutup Hari Untuk Duka.



133. Penutup Hari Untuk Duka.

0Arka menarik kasar pergelangan gadis yang kini meronta akibat jarak yang diciptakan oleh Arka yang 'menyeret' tubuhnya dari hadapan Adam juga Davira terbilang cukup jauh. Remaja jangkung itu menarik dan membawa tubuh Kayla untuk menepi agar tak mengganggu Adam dan Davira di tempatnya. Kini saling pandang satu sama lain terjadi di antara mereka berdua. Gadis bermata kucing itu sesekali menghela napasnya kasar dan memalingkan tatapannya sebab ia muak dengan Arka yang selalu saja ikut campur ke dalam urusannya bersama Adam juga Davira.     

"Bukankah udah gue bilang untuk berhenti mengganggu mereka?" lirih Arka akhirnya bersuara. Menarik perhatian Kayla yang kini menoleh dan menaikkan tatapannya menatap remaja yang sedikit lebih jauh tinggi darinya.     

"Gue bilang ini bukan urusan lo." Kayla menyahut. Tersenyum seringai pada Arka yang sejenak mengernyitkan dahinya samar.     

"Gue jadi penasaran apa yang lo rasain setiap Adam dan Davira bertengkar. Meneriakki satu sama lain dan saling diam seperti tadi." Kayla kini mengambil satu langkah ke depan. Mendekat pada Arka yang masih rapat mengunci bibirnya tak bersuara sedikit pun.     

"Bagaimana rasanya melihat hubungan Adam dan Davira terus saja goyah seperti ini? Lo bahagia?" tanya Kayla kembali mengembangkan senyum manis di atas paras cantiknya.     

Remaja jangkung yang ada di depannya masih kokoh dalam diam sembari menatap tajam gadis yang ada di depannya. Sesekali menyipitkan matanya tajam untuk mencoba menerka apa yang sedang dipikiran oleh Kayla sekarang ini.     

"Lo pasti pandai menyembunyikan perasaan 'kan? Karena gue yakin pasti lo sedang bahagia sekarang."     

"Begini. Kalau Adam dan Davira bertengkar, Davira akan pergi kepelukan lo dan menangis bersama lo. Mengatakan bahwa Adam tak akan pernah bisa berubah dengan segala peringai brengseknya. Singkatnya, lo bisa mulai menghasut Davira untuk memutuskan Adam dan membuat Davira sadar bahwa lo adalah orang yang paling tepat untuk menjadi laki-laki tercinta Davira. Dan akhirnya lo yang menang. Bukankah itu akan terasa lebih mudah kalau kita bekerja sama?" ucap Kayla menerangkan dengan kalimat panjang. Mengakhirinya dengan senyum seringai sebab gadis itu puas sekarang ini. Tujuan yang sebenarnya adalah mendapatkan kembali Adam Liandra Kin bukan hanya raga namun juga segala rasa dan perhatian yang dimiliki Adam untuknya sebelum Davira datang dan mengacau. Kayla Jovanka tak berniat untuk memulai permusuhan dan selisih paham dengan Arka Aditya. Akan tetapi, sayang yang disayangkan remaja jangkung itu datang dan mengibarkan bendera perang dengannya.     

"Kalau lo mau berkerja sama dengan gue—" Ucapan Kayla terhenti kala tangan panjang milik Arka Aditya terulur. Mengayun ke atas untuk memberi satu tamparan yang akan terasa panas dan sakit jikalau itu benar turun dan mengenai permukaan pipi tirus dengan garis rahang tegas milik Kayla Jovanka.     

Gadis itu sigap memejamkan rapat kedua matanya. Seakan bersiap untuk mendapatkan rasa sakit dan panas dengan bekas memerah kala Arka benar-benar menamparnya pagi ini. Namun sepersekian detik Kayla menunggu. Tak ada yang dirasakan olehnya sekarang. Tamparan yang akan diberikan oleh remaja jangkung di depannya itu ditangguhkan. Terhenti tepat di sisi wajah gadis yang kini kembali membuka matanya. Melirik sejenak telapak tangan besar milik Arka kemudian kembali menaikkan pandangannya. Menatap remaja yang kini masih mencoba untuk mengatur napasnya sebab emosi mulai naik ke atas ubun-ubun kepala Arka.     

"Kenapa berhenti? Lo gak tega dan setuju dengan apa yang gue katakan?"     

Arka menurunkan tangannya lalu mengepalkan jari jemarinya kuat. Memalingkan wajahnya dan menghela napasnya kasar. Hampir saja, ia menjadi seorang bajingan yang tega menampar wajah gadis cantik yang terlihat lugu nan polos meskipun hati dan cara berpikirnya bagai wanita ular dengan seribu taktik dan kelicikannya.     

"Davira pernah mengatakan ini ke gue ...." Arka memajukan langkahnya. Membuat Kayla kini mengambil langkah mundur untuk mengiringi langkah kaki dari Arka Aditya agar menjaga jarak di antara mereka saat ini.     

"Dalam sebuah drama, Davira menyukai kalimat ini ... membalas kejahatan dengan kejahatan yang lain, itu bukan diriku," ucap Arka sembari memulai memutar langkahnya. Berniat pergi meninggalkan Kayla sebelum emosi benar-benar memuncak di dalam dirinya. Tak ada Davira yang akan menariknya juga memeluknya untuk memenangkan emosi Arka. Jadi, lebih baik ia pergi sekarang.     

"Lo belum jawab pertanyaan gue. Apa yang lo rasain sekarang? Melihat Adam dan Davira bertengkar seperti tadi." Kayla memprovokasi. Kembali membuat Arka terhenti dan memutar tubuhnya. Ditatapnya gadis bermata kucing yang kini melipat tangannya rapi di atas perut datar miliknya. Berjalan mendekat pada Arka dengan langkah setengah pincang sebab rasa sakit dan perih dirasa olehnya saat ini.     

Arka diam. Jujur saja ia sendiri tak tahu dengan apa yang sedang dirasakannya saat ini. Melihat Adam dan Davira bertengkar membuatnya sedikit takut juga lega. Melihat Davira akan menangis nanti selepas sampai di rumah tentu akan membuat hati Arka benar-benar tersayayat.     

"Lo sedang munafik 'kan saat ini?"     

"Lo bahagia 'kan melihat fakta bahwa hubungan Adam dan Davira berada di ambang—"     

"Lo tau apa bedanya gue sama lo?" Arka menyela.     

"Kita memang sedang berada di posisi sama saat ini. Mencintai seseorang yang sedang dimabuk cinta dengan kekasihnya. Rasa yang awalnya hanya untuk kita, kini bukan lagi milik kita. Raga yang terbiasa bersama kita, kini sudah diambil oleh orang lain. Kalimat jahatnya, kita sedang dibuang sekarang ini. Fakta yang baru aja gue katakan itu sangat menyakitkan. Kita pernah menjadi orang penting sebelum akhirnya kita sama sekali tak dibutuhkan. Itulah posisi kita sekarang." Arka mulai berkelit. Menatap gadis yang kini menyipitkan matanya untuk mencoba menerka apa yang sedang ingin maksudkan oleh Arka Aditya.     

"Bedanya, lo terlalu payah dengan banyak merengek dan mengeluh. Memberontak untuk menujukkan rasa sakit dan rasa tak terima dengan keadaan. Cara lo terlalu murahan, Kayla," tutur Arka tersenyum miring.     

"Cara yang sedang gue lakukan sekarang adalah cara yang paling elegan." Arka memungkaskan kalimatnya. Menepuk pundak Kayla kemudian kembali memutar langkahnya. Mulai mengambil langkah dan pergi menjauh dari Kayla. Arka merasa cukup sudah pembicaraan mereka saat ini. Terlalu banyak menanggapi gadis berwajah oriental itu tak akan banyak mendapatkan hasil dan manfaat. Ada Davira yang pasti sedang menunggunya sekarang ini. Entah menunggu untuk segara dihantarkan pulang atau menunggu sebab ia ingin berbicara dan menangis di atas pundak Arka Aditya.     

"Bagaiman caranya?!" pekik Kayla berteriak.     

"Melakukan sebuah pembalasan dengan cara yang elegan," imbuhnya kala Arka menghentikan sejenak langkahnya dan menatap dari kejauah gadis yang ada di depannya.     

"Menunggu. Waktu sedang memberikan jeda untuk kita berpikir sebelum bertindak dan menjemput kebahagian dengan jalan yang lain," pungkas remaja jangkung itu menutup kalimat. Kembali melangkah dan berlalu meninggalkan Kayla di tempatnya.     

***LnP***     

Malam hening tiada bintang yang menghias di atas langit lepas, membuat kosong dan gelap adalah suasana yang tercipta kala mata memandang luasnya cakrawala. Bulan bersembunyi bersama taburan bintang indah yang biasa bergemerlap di atas langit. Seakan paham benar dengan apa yang sedang dirasakan oleh gadis bermata bulat yang kini menatap langit-langit kamarnya dengan sesekali melirik ponselnya yang terus berdering memandakan adanya panggilan yang masuk dan meminta untuk segera datang dan menerima panggilannya. Langit mendung semendung hati Davira malam ini. Penyebabnya adalah sang kekasih yang sukses menggoreskan luka di atas hatinya tadi pagi. Percayalah, pada dering pertama ponsel kesayangannya , Davira sudah sempat datang dan membuka untuk melihat siapa yang meneleponnya siang tadi. Adam Liandra Kin, nama jelas yang tertera di dalam layar ponselnya tadi dan membuat Davira menghela napasnya. Mengurungkan niat untuk menjawab dan kembali meletakkan ponselnya di atas meja sisi ranjang empuknya     

Selepas Davira pulang dan sampai ke rumah dengan dihantar oleh sang sahabat dan meninggalkan Adam bersama Kayla di taman kota, Davira tak ingin menerima Arka sebagai tamunya dan meminta remaja itu segera kembali ke rumahnya. Davira hanya ingin sendiri. Tak ada Arka Aditya, Adam Liandra Kin, bahkan Rena sekalipun.     

Dering ponsel kembali membuyarkan lamunannya menatap langit-langit kamarnya. Gadis itu menoleh. Samar bibirnya berucap untuk menghitung banyaknya panggilan yang masuk ke dalam ponselnya sejak tadi siang.     

"102," ucapnya lirih kala ponselnya tak lagi berdering seperti sebelum ini.     

Gadis itu kini bangkit selepas sepersekian detik, bukan dering panggilan yang menyela, akan tetapi dering pesan masuk tanda seseorang sedang menigirimi kalimat singkat mungkin sedikit panjang yang harus segara dibaca olehnya.     

"Aku akan berhenti menelepon." Kalimat singkat awal pembuka spam pesan yang ditujukan pada Davira.     

"Besok setelah pulang sekolah aku akan menunggu di sisi bangunan sekolah tempat sore kemarin kita bertemu."     

"Aku ingin berbicara sesuatu."     

"Melalui ponsel dan panggilan akan terasa sangat tidak sopan."     

"Kamu boleh marah sepuasnya hari ini, tapi besok berhentilah marah."     

"Aku sayang kamu!"     

"I love You 3000!"     

"Saranghaeyo!"     

"Good night, My dear!"     

Davira kini tersenyum tipis. Spam pesan yang masuk ke dalam ponselnya cukup untuk membuat senyum manis berkembang di atas paras cantiknya. Ia masih marah jujur saja. Adam masih membuat hatinya jengkel saat ini. Mengingat kejadian tadi pagi saja sudah membuat hatinya panas semalaman.     

Davira kini kembali menutup layar ponselnya. Menatap sejenak foto yang menjadi layar kunci dalam ponsel kesayangannya saat ini. Davira mengubah foto itu beberapa hari yang lalu. Bukan foto ceria dan terkesan manis dan bersahabat dengan pose intim bersama sang sahabat, Arka Aditya. Akan tetapi, Davira sudah menggantinya dengan foto indah nan romantis dirinya bersama sang kekasih hati.     

"Aku bertemu Arka tadi sore." Pesan kembali masuk ke dalam layar ponsel yang ada di dalam genggaman Davira. Kalimat singkat yang baru saja masuk ke dalam retina mata indahnya itu sukses membuat Davira mematung sejenak. Menatap layar ponsel dan membaca ulang. Jarinya kini mulai tergerak, ingin membalas pesan dari sang kekasih dengan memberi pertanyaan mengapa Adam harus menemui Arka?     

"Kita bicarakan besok. Tidurlah. Jika rasa lelah, maka raga bisa sakit kalau kurang beristirahat. Jangan begadang dan memikirkan hal buruk. Pertanyakan semua yang ada di dalam otak kamu, aku akan menjawab semuanya besok."     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.