LUDUS & PRAGMA

5. Tamu Baik Untuk Malam Baik.



5. Tamu Baik Untuk Malam Baik.

0"Arka?" Davira membelalak. Menatap remaja jangkung yang kini hanya diam mematung sembari ikut melempar tatapan aneh sedikit tak percaya dengan apa yang ada di depannya malam ini. Sang sahabat baik dengan tatapan ketidakpercayaan penuh dengan curiga mengarah dan ditujukan padanya sekarang.     

"Siapa, Ka? Kenapa lo diem aja di—" Suara yang baru saja ingin menyela kini terhenti. Ikut terkejut menatap remaja sebaya dengannya yang sudah berdiri di depan gerbang rumahnya dengan membawa sekantung keresek berwarna putih bersih dengan logo merah menyala yang tak asing lagi untuk Rena Rahmawati, sebab mini market di ujung jalan adalah tempat langganannya kala lapar datang melanda.     

"Kalian cuma berdua doang di sini?" tanya Davira melirih. Menunjuk remaja jangkung yang masih diam sembari memalingkan wajahnya.     

"Ada bibi di dalam. Kita duduk i teras depan." Rena menyahut. Seperti biasanya dengan nada santai bak seseorang yang tak pernah melakukan kesalahan atau seperti sedang melakukan dosa.     

"Kenapa lo datang ke rumah Rena malam-malam begini?"     

"Dia sering ke si—" Ucapan Rena terhenti kala Arka sigap menyenggol bahunya. Melirik gadis yang kini berdecak kesal sebab perlakuan tiba-tiba yang membuat dirinya terkejut.     

"Lo sendiri, kenapa ke sini bukannya lo tadi jalan sama Adam?" tanya Arka mengalihkan pembicaraan yang ada di antara mereka. Akan tetapi, Davira bukan gadis bodoh yang akan mudah terkecoh hanya sebab kalimat singkat seperti itu. Tentu, Arka tahu dan paham benar bahwa ketika Davira datang ke rumah Rena dengan membawa camilan seperti ini, itu artinya tak akan ada Adam Liandra Kin dalam obrolan mereka. Singkatnya, Davira memilih berkunjung ke rumah sahabat ketimbang melanjutkan hari bersama sang kekasih hingga larut malam datang menyapa.     

"Singkat saja. Kalian bener pacaran sekarang?" tanya Davira mempersingkat. Menatap dua remaja yang jelas memberikan respon yang amat sangat berbeda.     

"Kita hanya teman." Arka menyahut. Ditatapnya sang sahabat yang kini menarik satu sisi bibir berwarna merah delima miliknya untuk menyunggingkan senyum seringai menanggapi kalimat singkat dari sahabatnya.     

"Dua tahun dan dialog lo sangat monoton." Davira menyahut. Sejenak melirik ke arah gadis yang kini tersenyum samar. Kemudian sigap mendorong tubuh sang sahabat untuk memberinya celah masuk ke dalam. Davira berjalan ringan, mengabaikan dua remaja yang sejenak diam semabri saling melempar tatapan satu sama lain.     

Waktu membuat Davira kini mulai terbiasa. Rena Rahmawati dan Arka Aditya adalah teman baik yang tak saling memendam rasa suka dalam waktu dekat ini. Mereka hanya sebatas teman yang sedang saling dekat. Saling berbagi suka dan suka serta tawa juga tangis yang menjadi cerita hari ini. Awalnya, Davira merasa asing dengan fakta bahwa Arka suka menyambangi rumah sahabat dekatnya itu, juga kala keduanya kepergok sedang berjalan bersama di pusat perbelanjaan di Kota Jakarta. Namun, lambat laun waktu mulai membiasakannya. Membuat Davira enggan lagi bertanya ini itu pasal yang sedang terjadi pada Arka Aditya juga Rena Rahmawati.     

Gadis itu hanya bisa berharap dengan penuh ketulusan pada Sang Pemberi Rasa. Dalam harapannya ia menyertakan akhir bahagia untuk Arka Aditya juga Rena Rahmawati.     

"Lo bawa sesuatu?" Gadis berambut panjang tanpa poni itu kini menyela. Menatap gadis yang baru saja menarik kursi kayu di tengah teras. Duduk rapi dan meletakkan apapun yang menjadi bawaannya malam ini. Davira bukan tamu biasa, ia adalah penghuni tak sah rumah Rena Rahmawati. Datang tanpa kabar dan menginap berhari-hari adalah hal biasa untuk keduanya saat ini. Waktu mengakrabkan semuanya yang tak akrab dan asing sebelumnya.     

"Camilan. Gue beli di mini market depan sana."     

"Lo akan menginap lagi malam ini?" Arka menyela. Menarik kantung plastik yang ada di depan sahabatnya. Membuka untuk melihat isi yang ada di dalamnya.     

"Hanya ada dua kaleng?" protes remaja itu kala tak ada suara yang menjawab dirinya.     

"Gue gak tau lo ada di sini. Jadi gue beli dua." Davira kini menyahut. Melipat keningnya samar sembari menatap sang sahabat.     

"Apa yang lo tau dari gue sekarang," timpalnya melirih.     

"Ngomong-ngomong Adam gak lo ajak?" Rena kini menyela dengan suara lirih. Melirik sejenak Arka yang mulai tak acuh dengan keberadaan mereka berdua saat ini. Rena kini mulai paham, bahwa apapun yang menyangkut nama Adam Liandra Kin tak akan pernah diindahkan oleh remaja itu. Arka membenci Adam, begitu pula sebaiknya. Bukan hanya pasal rasa, namun pasal sikap brengsek yang tak pernah bisa hilang dari remaja jangkung itu.     

Dua tahun bukan waktu yang dihabiskan dengan tawa dan bahagia bersama pasangan. Hubungan Adam dan Davira sering naik dan turun. Tentunya, Adam lah yang menjadi tersangkanya. Membuat Arka terkadang naik pitam ingin memukul habis paras remaja jangkung itu.     

"Itu akan membuat canggung. Jadi gue suruh dia pulang," jawabnya tersenyum ringan.     

Rena menganggukkan kepalanya mengerti. Menatap Davira yang sejenak memalingkan wajahnya untuk menatap apa-apa saja yang ada di halaman rumah Rena. Kemudian memindah fokus matanya untuk menatap Arka Aditya yang ada di sisinya. Ia tak pernah menyangka, semesta memberinya banyak kebahagian dan kenyamanan untuk sekarang ini. Memberikan teman-teman baik yang bisa menemaninya kala sepi datang membentang.     

"Gue denger lo daftar grup musik tahun ini. Diterima?"     

Rena kembali menoleh. Ditatapnya paras cantik yang baru saja menutup rapat bibirnya selepas sukses meloloskan kalimat tanya untuk Rena.     

Ia mengangguk. Tersenyum ringan sembari mengerang untuk mengiyakan kalimat dari Davira. "Semoga saja. Ini pendaftaran yang keempat kalinya."     

"Jangan menyerah. Gue yakin lo pasti bisa masuk ke grup itu." Arka menyela. Melirik Rena yang kini tertawa ringan untuk kalimat 'penyemangat' dari Arka Aditya.     

"Dia bener. Lo berbakat nyanyi dan main gitar. Lo pasti jadi artis nanti."     

"Bukan itu maksud gue," sela Arka tersenyum miring. Sukses! Rena sukses menerka arti senyum dan lirikan mata milik Arka Aditya. Remaja itu sedang menghina dirinya sekarang.     

"Karena mereka muak dengan Rena yang terus—"     

Plak! Pukulan keras mendarat di atas kepala remaja jangkung yang baru saja dipaksa untuk menyelesaikan kalimat sekaligus tawanya. Merintih lirih sebab pukulan dari gadis kurang ajar di sisinya itu.     

"Segitu malunya lo muji gue di depan Davira?" gerutunya kesal.     

"Lo tadi habis muji gue karena gue bernyanyi dengan merdu dan main gitar!" Ia mengimbuhkan. Menunjuk gitar yang bersandar di dinding sisi meja tempat mereka meletakkan segala hal yang dibawa Davira malam ini.     

"Gue tadi cuma gak enak aja. Lo udah—"     

"Wah! Lo bener-benar teman yang gak setia dan laki-laki yang bisa megang omongan lo sendiri." Rena kembali menyela. Menghela napasnya sembari tersenyum seringai.     

"Kenapa kalian gak pacaran aja?" Davira menyela. Terkekeh ringan sebab tingkah konyol kedua sahabatnya itu.     

"Gak akan pernah!" jawab keduanya serentak.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.