LUDUS & PRAGMA

4. Rasa Yang Berbicara



4. Rasa Yang Berbicara

0Ada satu fakta mengejutkan yang didapat oleh Davira Faranisa dalam kurun waktu satu tahun setengah. Raffardhan Mahariputra Kin menyatakan perasaannya untuk Davira Faranisa. Memberi tahu pada sang gadis bahwa bukan hanya sang kakak yang menaruh rasa dan harapan bahagia untuk bisa bersamanya, namun juga Raffa. Remaja itu mengimbuhkan dalam sela pengakuan yang dilakukan olehnya teruntuk kekasih sang kakak kandung, bahwa rasa cinta itu ada selepas pertemuan pertama mereka di dalam bus. Kalimat Davira dengan nada lirih dan menenangkan juga senyum indah yang mengembang di akhir kalimat membuat Raffa jatuh hati padanya.     

Tak ada yang aneh untuk Davira, hanya saja ia tak ingin Adam Liandra Kin mengetahui hal itu. Pesan sang gadis untuk Raffardhan Mahariputra Kin adalah rahasiakan segala yang dikatakan remaja itu pada Davira. Hanya boleh dirinya, Davira Faranisa, dan Tuhan yang tahu. Adam tak boleh tahu akan hal itu.     

Bukan ingin membohongi sang kekasih, ia hanya tak ingin hubungan sebagai saudara baik antara kedua remaja itu rusak sebab dirinya. Davira mencintai Adam Liandra Kin! Bukan Raffardhan Mahariputra Kin! Itulah fakta yang harus dipegang oleh Raffa sebagai balasan dari pengakuan cintanya untuk Davira.     

"Karena kamu mencintaiku dan ingin menghancurkan—"     

"Aku gak akan melakukan hal sekeji itu," sahut remaja yang ada di depannya. Kini tegas menarik camilan dari jajaran camilan lain di dalam rak. Memasukkannya ke dalam keranjang plastik berukuran sedang yang ada di genggaman tangan kanannya.     

"Karena itu akan menyakiti kalian." Raffa mengimbuhkan. Kini menatap pergerakan tangan Davira yang sejenak terhenti. Tak lagi menarik dua kaleng soda yang ada di dalam almari penyimpanan.     

"Tujuan aku mengatakan itu bukan untuk menyakiti siapapun, aku hanya tak ingin siapapun dirugikan di sini." Arka memungkaskan kalimatnya. Menatap Davira dengan tatapan teduh menaruh banyak harapan pada gadis itu untuk lekas mengerti apa yang dikatakan dan dimaksudkan olehnya sekarang ini.     

"Aku permisi dulu. Aku harus membayar dan pulang sekarang. Mama akan khawatir kalau aku pulang telat." Badan tingginya membungkuk dengan sopan. Tersenyum manis untuk mengakhiri pertemuannya dengan Davira yang masih kokoh dalam diamnya.     

Gadis itu tak mampu banyak berucap kali ini. Hanya bisa diam dan membungkam mulutnya rapat-rapat. menatap kepergian remaja jangkung yang kini mulai menghilang selepas berbelok di ujung jajaran rak makanan ringan. Davira kalah, kalau sedang bermain kata dengan Raffardhan Mahariputra Kin gadis itu akan menjadi lemah dan payah. Seakan semua pendiriannya mulai runtuh akan kepercayaan yang mulai tergerus sebab kalimat yang terlontar dari celah bibir remaja itu sungguh memilukan.     

Ada satu fakta luar biasa yang ada di dalam hati Davira Faranisa saat ini. Selama beberapa bulan terakhir, ada satu kepercayaan yang mulai hilang sebab praduga bodoh ada di dalam dirinya.     

Adam Liandra Kin menduakan cinta dan berselingkuh dengan gadis lain. Entah siapapun gadis itu. Yang jelas, Davira menafsirkan bahwa apa yang dimaksudkan oleh Raffa adalah perselingkuhan yang dilakukan oleh sang kakak. Mengkhianati kepercayaan yang sudah diberikan olehnya dari Davira selama dua tahun terakhir hanya untuk menyenangkan napsu yang ada di dalam dirinya.     

--bodohnya, pemikiran seperti itu ada di dalam kepala gadis itu saat ini. Tak ingin munafik bahwa hal itu cukup mengguncang dirinya beberapa bulan terakhir ini.     

°°°°° LudusPragmaVol2 °°°°     

Kembali melangkah dengan tatapan kosong menatap jalanan yang ada di depannya. Kini semakin masuk ke dalam area komplek rumah Rena, maka semakin sepi pula situasi dan kondisinya. Tak seramai dan se-riuh kala ia berada di atas trotoar sisi jalan raya.     

Davira sungguh serius dengan mengatakan bahwa setiap pertemuannya dengan Raffardhan Mahariputra Kin, ia selalu saja dihantui oleh pemikiran negatif yang sukses membuat segala perasaan baik dan bersemangat dalam dirinya hilang begitu saja. Singkatnya, Davira berbohong dengan mengatakan bahwa ia tak mencurigai Adam selepas kalimat dari remaja jangkung berwajah identik dengan kekasihnya itu masuk dan mengusik ke dalam jiwanya. Davira adalah manusia biasa. Segala prasangka baik dan buruk adalah bagian dari diri seorang manusia biasa. Tak bisa terus berpikir positif jikalau seseorang benar-benar berusaha mengacau saat ini.     

Ponsel berdering. Membuat fokus gadis itu sekarang. Sigap tangannya merogoh masuk ke dalam tas selempang berukuran sedang ada di dalam tasnya. Melihat layar ponsel dan nama sang kekasih ada menghias di dalam layar ponsel miliknya saat ini.     

"Halo," ucap gadis itu selepas menggeser tombol hijau yang ada di sisi layar ponsel miliknya. Tersenyum ringan kala satu suara menyahut dengan erangan ringan nan berat khas terdengar.     

"Udah sampai di rumah Rena?" tanyanya menyela. Gadis itu mengangguk ringan. Semakin jelas mengembangkan senyum tanda bahagia sebab sang kekasih meneleponnya malam ini.     

"Hampir. Beberapa langkah lagi."     

"Kenapa meneleponku, ada masalah?" tanya Davira mengimbuhkan. Mengubah raut wajahnya sebab ia rasa, kalimat penutup untuk melakukan perpisahan dengan sang kekasih tadi sudah jelas adanya. Davira akan menelepon kalau sudah berkunjung dan pulang ke rumah.     

"Aku hanya memastikan, kamu baik-baik aja."     

Manis! Kalimat yang sederhana namun terdengar begitu manis dan elegan untuk Davira.     

"Hm. Aku baik-baik aja."     

"Jangan pulang malam-malam, Nona Davira." Suara berat di sebarang ponsel kembali menyahut. Membuat senyum semakin tegas merekah di atas bibir merah delima milik Davira Faranisa.     

"Tentu, Kapten Kin."     

"Aku akan menunggu telepon dari kamu nanti. Jangan lupa telepon aku, oke?" pintanya merengek manja.     

Davira mengerang ringan. Terkekeh kecil sebab sikap Adam selalu saja sukses membuat dirinya tersenyum dan tertawa ringan.     

"Aku tutup teleponnya. Aku sudah sampai di depan gerbang Rena."     

"Sampaikan salamku untuk dia. Kita jarang bertemu akhir-akhir ini karena aku sibuk latihan." Adam meminta. Mengakhiri kalimat dengan nada dan suara menurun yang terkesan begitu lembut dan bersahabat.     

"Tentu." Davira menyahut. "Selama malam, Kapten Kin. Sampai nanti."     

"Hm. Sampai Nanti, Nona Davira."     

Suara panggilan ditutup mengakhiri percakapan singkat mereka berdua. Sejenak Davira memperhatikan layar ponsel miliknya. Ada foto Adam dengan seragam basket di dalam sana. Memegang bola dengan gagahnya dan tersenyum manis ke arah kamera. Davira mencintai Adam, apapun alasannya ia mencintai Adam Liandra Kin teramat sangat.     

Ia memang kaya dengan gelar kedudukan pewaris tunggal perusahaan sang papa yang ada di Singapura, namun bukan itu yang menjadi tujuannya mencintai Adam. Sikap baik dan manis padanya-lah yang membuat Davira terus saja luluh dan jatuh hati. Seakan segala yang dikatakan oleh Adam adalah sebuah mantra peng-hipnotis yang membuatnya jatuh cinta.     

Davira tak ingin kehilangan Adam apapun kondisinya. Ia ingin Adam adalah remaja pertama dan terakhir yang mendapat hati juga harapan baik untuk akhir yang bahagia bersamanya. Davira tak ingin orang lain, ia hanya ingin Adam Liandra Kin.     

Gadis itu kini mengetuk. Menghela napasnya kasar dan kembali fokus pada apa yang ada di depannya. Sepersekian detik suara pintu gerbang dibuka. Menampilkan perawakan jangkung yang sukses membuat Davira membelalak kali ini.     

"Arka?"     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.