LUDUS & PRAGMA

3. Ketikan Senja



3. Ketikan Senja

0Senja menutup hari. Bersama dengan samarnya bayangan yang ditelan kegelapan malam. Gadis bersurai panjang terurai di atas punggung itu kini berjalan tegas. Menyusuri trotoar jalanan untuk sampai ke tujuannya. Davira Faranisa memutuskan untuk berpisah dengan sang kekasih dan berjalan seorang diri menyusuri padatnya Kota Jakarta yang tak pernah sela meskipun malam larut bersama hawa dingin datang menghampiri. Seakan kota abadi yang tak akan pernah mati, pesona Jakarta sebagai jantung negara tiada duanya. Lampu jalanan indah menghias menjadi pembantu umum untuk cahaya rembulan yang apik melingkar di atas langit. Taburan bintang menghiasi sebab mendung sedang tak bertugas malam ini. Sejenak memberi napas lega bagi mereka yang merindukan bulan juga bintang untuk menampakkan dirinya di atas bentangan cakrawala.     

Riuh suara klakson menyahut. Motor dan mobil serta alat transportasi umum lainnya adalah wayang utama di jalanan. Seakan menyempurnakan fakta bahwa kota ini tak akan pernah mati.     

Bukan tanpa alasan Davira berpisah dengan sang kekasih di halte bus pertama selepas merayakan kemenangan Adam Liandra Kin yang pulang membawa piala bergilir untuk terakhir kalinya, bukan akan segera purna tugas besok, namun event itu hanya diadakan selama satu tahun terakhir. Tahun depan, kala acara tahunan demi menggelar persahabatan antar sekolah di dunia olahraga basket, Adam tak akan mampu bertanding sebagai kapten maupun anggota tim. Bukan dibubarkan paksa, namun purna tugas secara terhormat. Menjadi alumni yang sudah sukses mengharumkan nama sekolah dengan membawa kemenangan di selepas turun ke lapangan untuk berperang.     

Davira Faranisa berpisah dengan sang kekasih dengan alasan ia ingin mampir ke rumah sahabat baiknya, Rena Rahmawati. Bukan tak ingin menemani sang kekasih untuk menyambangi rumah temannya, namun Adam tak diijinkan oleh Davira untuk ikut datang. Katanya akan mengganggu dan membuat suasana canggung saja. Jadi, cukup antar Davira sampai ke halte pertama tempat Rena suka menunggu bus untuk menjemput gadis itu datang ke sekolah dulu. Selebihnya, Davira akan berjalan kaki ke kawasan komplek rumah gadis itu. Toh juga tak jauh kok. Jadi Adam tak perlu banyak memberi kekhawatiran untuk Davira Faranisa.     

Gadis itu berbelok. Masuk ke dalam minimarket yang dibangun di sisi jalanan kota. Mendorongnya perlahan dan kini suara penjaga kasir menyambut kedatangannya dengan ramah dan senyum indah melengkung bulan sabit. Gadis itu membalas. Membungkukkan badannya ringan untuk menghargai kesopanan yang sudah didapatnya malam ini. Lalu kembali berjalan untuk lebih masuk ke dalam mini market yang mencari apa-apa saja yang ada ingin ia beli sebelum menyambangi rumah Rena Rahmawati.     

Soda, camilan, dan roti basah. Itulah yang akan Davira beli malam ini. Bukan tanpa dasar alasan yang jelas gadis itu membeli makanan ringan seperti itu sebab itulah yang disukai oleh dirinya juga Rena kala berbincang ringan tanpa jeda dan cela yang berarti.     

"Kak Davira?" Suara bariton menginterupsi. Memanggil nama gadis yang kini menoleh tegas ke arahnya. Sejenak membulatkan mata sebab tak menyangka siapa gerangan yang bertemu dengannya kali ini. Di lingkungan rumah Rena?     

"Raffa!" ucap Davira menyahut. Berjalan mendekat pada remaja satu tahun usia di bawahnya itu. Ia tersenyum ringan. Semakin dewasa, paras Raffardhan Mahariputra Kin semakin matang dan mirip dengan sang kakak. Fisiknya pun juga semakin tinggi. Menyamai Davira yang ada di depannya saat ini.     

"Kenapa kamu bisa di sini? Ini sangat jauh dari rumah kamu." Davira berbasa-basi. Melirik minuman kaleng yang ada di genggaman tangan Raffardhan kemudian kembali mendongak untuk menatap paras remaja di depannya.     

"Aku pindah les di area sini. Di gang sebelah mini market. Ada plakat les privat dan aku—"     

Davira tersenyum. Menepuk pundak remaja kaku yang ada di depannya. Dua tahun mengenal dan menjadi kekasih Adam Liandra Kin, membuat Davira mau tak mau juga harus mengenal remaja jangkung identik paras dengan kekasih hatinya itu. Raffa bukan remaja yang mudah ditebak seperti sang kakak. Cara bersikap remaja itu mungkin terlihat tenang dan menguasai, namun siapa sangka kalau ia adalah remaja misterius yang suka menyimpan rahasia berbentuk teka-teki.     

Pasal Adam, Raffa mengetahui sesuatu yang tak pernah Davira mengerti hingga saat ini. Bukan sebab tak ingin mencari tahu, Raffa lah yang tak ingin memberitahu rahasianya perihal sang kakak pada Davira Faranisa.     

"Aku nunggu kakak hubungin aku seminggu yang lalu." Raffa menyahut. Sukses membuat Davira membulatkan matanya tajam.     

Ah, seminggu yang lalu! Mereka bertemu. Bukan kencan manis sebagai seorang kekasih beda usia, namun sebuah pertemuan mengejutkan yang membuat sebuah tanda tanya besar kini ada di dalam otak gadis berambut panjang dengan ujung ikal bergelombang itu. Pasal Adam Liandra Kin. Katanya, kekasihnya mempunyai rahasia yang membuat Davira tak harus menaruh kepercayaan besar padanya sekarang ini.     

"Aku kira kakak akan menghubungi aku." Raffa melanjutkan. Menarik makanan ringan yang ada di sisinya dan mulai tak acuh dengan keberadaan Davira di depannya.     

"Kenapa kakak harus hubungin kamu? Kita sudah bertemu dan mengobrol akrab waktu itu. Aku rasa sudah cukup," timpal gadis itu tersenyum manis. Mengusap punggung remaja yang kembali menatapnya dengan teduh.     

"Jangan percaya kak Adam." Raffa menutup kalimatnya. Sukses membaut Davira kembali menghentikan aktivitasnya yang ingin menarik pintu almari penyimpanan minuman dingin berukuran kecil yang ada di sisinya.     

Davira kini menghela napasnya kasar. "Kenapa aku tak boleh mempercayai kekasihku sendiri?" tanya Davira mengerutkan dahinya samar. Ia mengenal baik seorang Raffardhan Mahariputra Kin selama dua tahun terakhir. Keanehan ada di dalam dirinya selama satu tahun terakhir ini. Selalu datang dan mengatakan hal-hal aneh pada Davira yang memicu reaksi lain darinya. Tak ingin memikirkan apa yang dikatakan oleh Raffa sebenarnya, namun kalimat yang terucap seakan begitu tegas tanpa keraguan atau terlihat bak omong kosong juga bualan semata.     

"Bukankah lebih baik memeriksa?" kelit remaja berponi turun yang jatuh tepat di atas sepasang alis hitam legam miliknya itu sembari tersenyum miring. Ekspresi yang ada di atas parasnya terbilang cukup tenang sekarang ini. Tak ada yang aneh atau tak terkesan seperti seseorang yang sedang menaruh dendam.     

"Atas dasar apa aku harus memeriksa?" timpal Davira mulai mengikuti alur percakapan yang dibuat oleh Raffa. Jika remaja jangkung itu bukan adik dari Adam Liandra Kin, Davira pasti sudah memakinya habis-habisan sebab ia selalu saja mengganggu dan mengusik batin miliknya dengan kalimat teka teki yang terkesan acak tak berdasar.     

"Imunisasi atau vaksin setiap bulan, tak harus memiliki dasar yang kuat untuk dilakukan. Hanya ... ingin mencegah hal buruk seperti sakit misalnya." Remaja di depannya tersenyum. Mengembangkan tegas senyum manis di atas paras tampannya saat ini. Memang, mereka itu identik. Namun Adam dan Raffa adalah langit dan bumi saat ini.     

"Karena kamu menyukai aku, itu alasannya?"     

... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.