THE RICHMAN

The Richman - Overcome



The Richman - Overcome

2Paul tampak duduk di halaman belakang rumah besar milik Richard Anthony menantunya, sementara dari kejauhan Eleonora menghampirinya.     

"Mengapa kau murung Mr. Stell?" Tanya Eleonora, wanita tua itu juga menaruh perhatian pada Paul Stell.     

"Melihat anak-anak kita menghadapi masalah rasanya membuatku tidak nyaman." Jawab Paul.     

Eleonora memilih untuk duduk di sebelahnya. "Ya aku mengerti perasaanmu, aku sudah coba bicara dengan Richard semalam dan tampaknya mereka masih belum bisa menghadapi masalah itu bersama-sama."     

"Puteramu mabuk berat pagi tadi dan Christabell tampak begitu sedih melihat suaminya seperti itu."     

"Aku turut menyesal atas apa yang dilakukan puteraku." Sesal Eleonora.     

Paul menghela nafas dalam. "Aku sudah bicara padanya tadi, tapi itu juga membuatku buruk. Tidak seharusnya sebagai orang tua aku ikut campur dalam masalah yang dihadapi oleh puteriku dalam rumahtangganya, tapi aku terpaksa."     

"Aku mengerti, jika aku diposisimu aku juga akan melakukan hal yang sama." Eleonora sekali lagi tampak begitu berempati.     

"Sebaiknya kita berikan mereka waktu untuk bisa menyelesaikan masalah ini bersama." Imbuhnya dan Paul mengangguk setuju.     

***     

Sementara itu didalam kamar Richard tampak sedang berbaring di ranjang dengan mata terpejam setelah menenggak aspirin untuk meredakan nyerti di kepalanya. Baby Ben masih tertidur di kamarnya dan Christabell memilih untuk menemani Adrianna bermain.     

"Apa daddy marah pada mommy?" Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari mulut polos Adrianna.     

Alis Christabell bertaut sekilas, kemudian tersenyum. "Mengapa kau bertanya seperti itu anak cantik?"     

"Aku mendengar Zoey dan grandma berbicara tadi, mereka membahas soal Daddy."     

"Apa yang mereka katakan?" Bell mengorek informasi.     

Adrianna mendekatkan wajahnya untuk berbisik, "Tapi ini rahasia kita." Bisiknya.     

"Ok, katakan." Christabell balas berbisik.     

"Tadi Zoey dan aku keluar kamar dan melihat ayah tidur di sofa dengan botol berantakan. Kemudian nenek meminta kami pergi dari situ dan sarapan di taman sambil mengatakan bahwa daddy sedang tidak bisa diganggu." Ujar Adrianna dengan bibir polosnya.     

"Lalu?" Christabell menoleh ke arah puterinya.     

"Zoey bilang padaku, mungkin daddy sedang marah pada mommy."     

Christabell menemukan benang merahnya, "Zoey mungkin berpikir begitu sayang, tapi tidak terjadi apa-apa, daddy dan mommy selalu baik-baik saja. Kami bisa memecahkan semua masalah bersama." Ujar Christabell bangga, meskipun terkadang segala sesuatu terlalu sulit untuk dihadapi.     

"Apa mommy dan daddy tidak pernah bertengkar?" Tanya Adrianna lagi.     

Christabell mengerutkan bibirnya sekilas, "Jika kami bertengkar kau pasti mendengarnya bukan?"     

"Aku tidak pernah mendengarnya."     

"Kalau begitu berarti kau sudah tahu jawabannya, mommy yakin kau anak yang cerdas sayang." Chrisatbell memeluk puterinya itu. Baginya, tangis anak-anaknya adalah kekuatan untuk menjalani hari-harinya.     

Memiliki suami seperti Richard juga bukan perkara yang mudah, meski dia begitu sempurna di satu sisi, tapi disisi lainnya dia juga begitu rapuh dan mudah patah.     

***     

Menjelang malam, Richard baru pulih dari sakit kepala yang dideritanya setelah tidur sepanjang hari. Untung saja ini adalah weekend, pekerjaan tak terlalu merepotkannya, Zoey membawa Ben bermain diluar denga kakaknya setelah makan malam, sementara Christabell baru saja selesai mandi.     

Richard yang berniat untuk masuk ke kamar mandi tak sengaja bertabrakan dengan isterinya.     

"Sorry…" Richard menatap dalam ke arah Christabell.     

"It's ok." Christabell berniat untuk berlalu tapi Richard menahannya untuk tetap berada di posisi itu. "Maaf sudah menyakitimu lagi." Sesalnya dengan begitu dalam.     

Christabell mengalihkan pandangannya. "Mandilah, dengan begitu kau akan menjadi lebih segar." Ujar Bell, dia benar-benar berusaha bersikap wajar meski dalma hatinya sedikit kesal pada sang suami. Minum alkohol berlebihan di dalam rumah dan dalam keadaan mabuk tidur sembarangan di luar kamar hingga bisa di lihat oleh siapapun yang tinggal di rumah itu sebenarnya cukup menjengkelkan bagi Christabell.     

"Tolong jangan ulangi lagi." Christabell berniat membebaskan dirinya tapi Richard dengan kedua lengan kokohnya membuat Christabell terperangkap antara kedua lengan kokoh Richard dan dinding kamar mereka.     

Richard menyipitkan matanya ke arah Cristabell. "Kau kesal padaku?"     

"Sangat." Jujur Christabell.     

"Ok, aku bisa mengerti." Richard menarik dirinya dan berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Sementara Christabell mengganti pakaiannya dan duduk di depan cermin meja riasnya untuk memoleskan skin care dan juga mengeringkan rambutnya. Marahpun tak banyak berguna dalam situasi seperti ini.     

***     

Setelah mandi, Richard keluar dari kamar dan tampak bermain bersama dengan baby Ben juga puterinya. Salah satu bentuk pengalihan karena rasa bersalahnya yang begitu besar pada Christabell.     

Bell yang semula berniat untuk bergabung memilih untuk duduk di ruangan lain dengan secangkir teh hangat untuk menenangkan diri. Paul datang mendekatinya.     

"Apa semuanya sudah lebih baik?" Tanya Paul pada puterinya itu.     

Christabell mengangguk, dan seulas senyum merekah di wajah ayahnya itu. "Aku tidak pernah merasakan bertengkar dengan ibumu." Kenangnya. "Andaikan aku punya banyak waktu bersama dengannya, aku juga ingin merasakan apa yang kalian rasakan."     

Christabell meraih tangan ayahnya itu dan meremasnya. "Kau memiliki kami sekarang, biarkan mommy tenang di sana." Christabell berusaha membesarkan hati ayahnya itu.     

"Jika aku menjadi Richard, aku juga akan sangat marah pada pria itu. Mungkin akan ku tembak mati dia dengan tanganku." Paul menatap ke arah puterinya. "Dia hanya terlalu mencintaimu."     

"Aku mengerti Daddy." Christabell mengangguk paham, lagi-lagi seulas senyum merekah di wajah pria itu.     

"Kau ingin mengatakan sesuatu daddy?" Tanya Christabell, pria itu awalnya mengerucutkan bibir kemudian mengangguk.     

"Aku bahagia melihat kalian, aku juga menikmati banyak waktu bersama dengan Eleonora."     

Christabell menyipitkan alisnya ke arah sang ayah. "Kau menyukainya?" Tanya Bell.     

"Dia wanita yang baik."     

"Daddy tidak ingin menikahinya?" Tanya Christabell dan itu membuat Paul terlihat gelagapan.     

"Apa menurutmu itu ide yang baik?" Tanya Paul     

Christabell mengangguk cepat, "Kalian sama-sama sendiri dan saling menyukai, mengapa tidak?"     

Paul terdiam mempertimbangkan, "Apa kata suamimu jika aku meminta ijinnya."     

"Richard pasti akan setuju. Dengan begitu kalian bisa menikmati banyak waktu bersama." Ujar Christabell.     

"Aku bicara dengan Eleonora tentang kemungkinan untuk pindah dari rumah ini."     

"WHY?" Christabell justru terkejut dengan keputusan itu.     

Paul tersenyum sekilas. "Aku memiliki rumah di pinggir kota, tidak besar tapi nyaman, dan aku ingin mengajak Eleonora tinggal denganku di sana. Kalian bisa berkunjung kapan saja jika kalian mau."     

Christabell menatap ayahnya itu dalam. "Apa daddy yakin?"     

"Kurasa begitu."     

Paul bangkit berdiri dan meninggalkan Christabell sendiri. Wanita itu menyesap kembali teh dari cangkirnya yang sudah mulai dingin. Dalam benaknya dia berpikir, terkadang cinta harus menunggu puluhan tahun, bertemu dengan banyak orang yang salah, lalu melakukan banyak kesalahan yang membuat banyak penyesalan. Tapi di suatu masa, akan datang saat kita bertemu dengan orang yang tepat maka tidak perlu banyak kata, tidak perlu banyak bicara, waktu yang akan menjawab semuanya.     

***     

Richard masuk kedalam kamar setelah cukup larut, meskipun anak-anak sudah tidur sejak beberapa saat lalu tapi dia baru saja masuk kedalam kamar dan Christabell masih terjaga.     

"Aku menunggumu masuk." Christabell bersuara begitu Richard masuk kedalam kamar.     

Richard tidak menjawab tapi langkahnya jelas membawanya mendekat ke arah isterinya dan segera merangkak naik ke atas ranjang. "Soal apa?" Tanyanya pelan.     

Christabell mempertimbangkan sekilas untuk menemukan kalimat pembuka yang tepat, mengawali pembicaraanya. "Em... daddy betanya soal kemungkinan untuk menikahi Mommy Eleonora."     

Richard segera menole ke arah isterinya, dia jelas terkejut mendengar hal itu. "Apa kau serius?" Tanya Rich.     

"Ya." Angguk Chrsitabell. "Mereka sepertinya sudah membahas hal ini." Imbuhnya.     

Richard terdiam beberapa saat. "Jika itu yang mereka inginkan, aku akan mendukung."     

"Mereka ingin pindah ke rumah daddy di pinggiran kota." Ujar Christabell.     

"Mengapa mereka tidak tinggal di sini saja?" Tanya Richard.     

"Entahlah, mungkin ada saatnya dimasa tua suami isteri ingin mersakan tinggal berdua saja."     

Richard mengangkat alisnya. "Katakan padanya, aku sejutu jika dia ingin menikahi ibuku."     

Christabell mengangguk, sejurus kemudian dia meringkuk memunggungi suaminya itu dan memejamkan mata. Richard beringsut dan memeluk isterinya itu dari belakang. Tidak perlu banyak bicara, tidak perlu banyak kata, Christabell bisa merasakan kehangatan dan betapa besar rasa cinta suaminya itu padanya meski mereka hanya meringkuk dalam diam.     

"I love you." Bisik Rich dari balik tengkun Christabell.     

Christabell menjawab meski tak menoleh pada suaminya. "I love you Mr. Richard Anthony."     

Richard menciumi pundak isterinya yang telanjang dan itu membuat Christabell meremang. Sepertinya memang bagi pria, hubungan seks adalah penyelesai masalah paling jitu. Semarah apapun isterinya padanya asalkan masih bisa berhubungan badan, bagi pria itu tidak masalah. Atau semarah apapun dia asalkan kebutuhan biologisnya terpenuhi, dia akan melunak dan esok pagi matahari tetap akan bersinar dari timur.     

"Aku merindukanmu sayang..." Bisik Richard, sebuah kode keras yang harus dipahami Christabell sebagai perintah untuk segera merespon semua sentuhan yang dibuat oleh suaminya itu. Meski dalam hati Christabell masih jengkel pada suaminya, tapi dia toh tidak bisa berbuat banyak tatkala seluruh sel dalam tubuhnya merespon untuk membalas semua rangsangan yang diberikan Richard padanya.     

"Emph..." Christabell mengerang saat jemari Richard dengan nakal menyusup dibalik piyama tidur Christabell untuk menemukan titik-titik sensitif isterinya itu, dan sudah barang tentu apa yang terjadi setelah itu. Mereka meluapkan kerinduan mereka yang mendalam karena beberapa hari hasrat tak terpuaskan. Christabell menyambut suaminya dengna suka cita dan malam yang panas mereka lewatkan tanpa ada lagi luka di dalam hati masing-masing.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.