THE RICHMAN

The Richman - Vulnerable



The Richman - Vulnerable

3Eleonora yang baru saja pulang dari liburan tampak bingung dengan keadaan rumah. Richard tampak tak seceria biasanya sementara Christabell terlihat biasa saja. Kepergiannya bersama Paul Stell untuk liburan selama satu bulan di kapal pesiar yang di biayai Richard membuatnya bahagia, tapi saat melihat anak-anaknya Eleonora menjadi sedih.     

"Apa yang terjadi pada suamimu?" Tanya Eleonora begitu Richard meninggalkan rumah untuk ke kantornya.     

"Dia tidak ingin bercerita tentang masalahnya."     

"Sudah berapa lama dia murung seperti itu?" Tanya Eleonora lagi.     

Christabell menghela nafas dalam. "Dua hari yang lalu, malam itu dia pulang dengan begitu kacau, dan mulai murung."     

"Kalian bertengkar?" Desaknya.     

Christabell menggeleng. "Tidak, hanya saja sedikit aneh karena Richard seperti menjaga jarak dariku."     

Eleonora mengerucutkan bibirnya sekilas, seolah sedang memikirkan sebuah kemungkinan. "Aku akan bicara padanya nanti."     

"Ok." Angguk Christabell setuju.     

Meskipun bukan pasangan, karena usia Paul Stell dan Eleonora Anthony hampir sama, itu membuat hubugnan diantara mereka menjadi semakin akrab. Eleonora menemukan kenyamanan saat berada dekat dengan Paul, begitu juga sebaliknya. Oleh sebab itu mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama untuk menikmati liburan.     

***     

Benar saja, sepulang kantor Eleonora masih menunggu Richard di ruang tengah. Richard tampak terkejut karena ibunya itu masih terbangun meski sudah larut.     

"Mom…" Sapa Richard, awalnya dia berniat untuk berlalu begitu saja, tapi melihat ibunya itu duduk di tempat itu sengaja untuk menemuinya, Richard mengurungkan niatnya. Dia berjalan mendekati ibunya dan duduk si sebelah wanita tua itu.     

"Lama tidak berjumpa Richard." Ujar Eleonora, meski hanya sebulan, dan sebelumnya Richard bahkan tak bertemu ibu tirinya itu bertahun-tahun.     

"Ya." Angguk Richard.     

Eleonora menghela nafas dalam. "Aku melihatmu tak seperti biasanya." Ujarnya. Richard membuang pandangan sekilas kemudian kembali tertunduk.     

"Ada apa denganmu Richie?" Tanya wanita itu. "Aku tahu, kau mungkin menganggapku orang lain dan tidak berhak bertanya seperti itu padamu." Eleonora sadar diri, dengan siapa dia berbicara.     

"Tidak ada masalah apapun. Aku hanya lelah." Bohong Richard.     

Eleonora melipat tangannya. "Meskipun aku adalah isteri keduua ayahmu dan dia tidak mencintaiku, tapi dia tidak pernah merahasiakan apapun padaku." Sindiran itu tampaknya membuat Richard benar-benar mati langkah.     

Richard menghela nafas dalam. "Aku bermasalah dengan sekretarisku, tapi sudah kubereskan." Ujar Rich sepintas, dia tidak ingin membicarakannya dengan detail, menurutnya masalah itu tidak bisa diceritakan pada siapapun bahkan pada Christabell. Meski tidak ada sangkut pautnya sama sekali, tapi jelas akan meninggalkan luka di hati wanita itu. Christabell bisa saja merasa jijik pada dirinya sendiri, menjadi objek dari fantasi seksual orang asing dengan gangguan kepribadian tentu akan membekaskan trauma tersendiri baginya.     

"Jika kau tidak bica bicara dengan siapapun, sebaiknya kau pergi berkonsultasi dengan professional."     

Rahang Richard mengeras sekilas, "Akan ku coba." Ujarnya sebelum bangkit berdiri dan meninggalkan ibu tirinya itu. Dia berjalan ke kamar dan melihat bayi Ben sudah tertidur begitu juga dengan Christabell. Bell memilih untuk tidak menunggu Richard sampai dia pulang ke rumah, mungkin akan lebih mudah bagi Richard jika tidak harus sering bersitatap dengannya.     

Bell memang tidak tahu ada masalah apa dengan suaminya itu, tapi terlihat jelas dari sikap Rihard, dia sedang berusaha menguasai emosinya dengan menghindari Christabell, dan Bell memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk sang suami sampai dia cukup tenang untuk saling bicara.     

Richard memang pribadi yang demikian, selama bertahun-tahun menjadi isterinya, dia tidak pernah bertengkar hebat dengan Richard hingga saling berteriak. Richard lebih sering diam saat menghadapi masalah, sampai dia bisa menenangkan diri dan kembali seperti semula. Jadi yang diperlukan hanyalah waktu untuknya mengatasi masalahnya.     

Sebenarnya Christabell masih terjaga, dia hanya memejamkan mata agar terlihat sudah tertidur. Richard berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Cukup lama sampai akhirnya dia keluar dan berganti pakaian dengan piyama tidur. Beberapa saat kemudian Richard merangsek naik ke atas ranjang dan meringkuk membelakangi isterinya. Matanya tak langsung terpejam, bayangan-bayangan tentang wajah dan tawa Piere juga foto-foto isterinya yang terpajang di dinding si brengsek itu terlintas di benaknya dan itu menyiksanya. Rasanya hampir mirip dengan memergoki isteri berhubungan badan dengan pria lain meski itu tidak terjadi di dunia nyata. Namun sesekali sempat terlintas di benak Richard seolah Piere tengah menikmati sensasi seksual saat menatap foto isterinya dan itu menjijikkan. Beberapa kali Richard tampak menarik nafas dalam untuk membuat dirinya lebih tenang, namun gagal.     

"Aku tahu kau belum tidur." Ujar Christabell memecah keheningan, dan itu membuat Richard terkejut.     

"Richard, aku benar-benar tidak tahu apa salahku." Christabell berbicara pada suaminya sekali lagi tanpa berbalik menatap suaminya itu. "Aku lebih memilih kau memakiku keras, memukulku atau apapun, tapi jangan diam saja. Jika aku salah, katakan apa salahku dan bagaimana caraku memperbaiki keadaan." Christabell memutar tubuhnya menghadap suaminya, sementara Richard masih tidak membalik posisinya.     

"Ini bukan tentangmu." Jawab Richard kemudian.     

Christabell mulai berkaca. "Jika bukan tentangku, lalu mengapa kau mendiamkanku seperti itu?"     

Richard menelan ludah. "Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapinya, beri aku waktu." Terangnya.     

"Sampai kapan Richard, aku tidak bisa tinggal di rumah yang sama, bahkan dikamar yang sama dengan orang yang bahkan tidak sudi menatap wajahku." Bell menyeka jejak air matanya yang mulai berjatuhan.     

Richard memutar tubuhnya dan melihat isterinya menangis, sungguh bukan pemandangan yang ingin dia lihat. "Aku hanya butuh waktu." Richard masih menjaga jarak dengan isterinya, dia bahkan merasa aneh, ada keengganan untuk menyentuh isterinya itu.     

Christabell mencoba menguasai dirinya, "Aku berusaha diam dan menunggumu bicara Rich, tapi ini sudah berhari-hari dan hatiku sakit diperlakukan seperti ini." Ujarnya.     

"Sorry…" Hati Richard luluh pada akhirnya, dia merangsek dan memeluk isterinya itu erat-erat. Tangis Christabell semakin menjadi. Sebagai isteri, tentu saja sangat menyedihkan saat suami enggan bicara bahkan menatap kita tanpa sebab yang jelas.     

Meski pada akhirnya Richard bisa memeluk isterinya itu, tapi wajah si brengsek Piere masih terlintas. Tawa jahat dan senyum sinisnya benar-benar merasuk ke pikirannya.     

"Bisakah kau katakan apa yang terjadi padamu?" Tanya Christabell lagi, setelah cukup lama mereka saling berpelukan dan situasi mulai mencair.     

Rahang Richard mengeras. "Piere mencuri uang perusahaan." UJar Rich, dia mengatakan syang sebenarnya, hanya saja tidak detail.     

"Jadi ini soal Piere?" Alis Christabell bertaut saat mendongak berusaha menatap wajah Richard. Meskipun lengan kokohnya memeluk isterinya, tapi Richard tidak menatap ke wajah Christabell saat mereka berbicara. "Jika ini soal Piere, lalu mengapa kau membenciku Rich?" Christabell menuntut penjelasan.     

Richard menghela nafas dalam, dia sempat terlihat menekan pangkal hidungnya. "Dia memiliki puluhan fotomu."     

Mata Christabell membulat mendengar pengakuan Richard. "Bagaimana mungkin?" Chrisatbell terlihat bingung.     

"Dia mengkoleksi fotomu diam-diam dan menjadikannya objek fantasi seksualnya." Richard berbicara dengan suara datar dan dalam. Benar-benar sesuatu yang tidak mudah untuk diungkapkan. Obrolan singkat dengan ibu tirinya tampaknya berhasil melembutkan hati Richard hingga akhirnya dia tidak lagi memilih untuk merahasiakan ini dari isterinya.     

Sementara itu Christabell membeku mendengar kalimat itu keluar dari bibir suaminya, ada perasaan aneh yang menjalari tubuhnya. Christabell membebaskan diri dari suaminya itu, "Aku tahu mengapa kau merasa jijik padaku Rich, aku juga merasa begitu sekarang."     

Christabell menarik dirinya dan meringkuk memunggungi suaminya itu. Meskipun dia tidak melakukan hal apapun yang dituduhkan suaminya itu, tapi dia juga merasa jijik untuk fakta yang baru saja dia dengar dari suaminya itu.     

Pada akhirnya Richard memilih untuk keluar dari kamar dan menghabiskan sisa malam dengan alkohol yang sudah lama sekali tidak ditenggaknya. Berbotol-botol dihabiskan Richard hingga dia begitu mabuk dan jatuh tertidur di sofa dekat minibar.     

***     

Hari ini Richard bangun begitu siang, dia bahkan tidak pergi ke kantornya. Saat dia menggeliat dan tidak mendapati isteri juga anak-anaknya.     

"Kau mencari isterimu?" Suara sang ayah mertua terdengar dari sebelah kiri Richard berbaring. Pria tua itu duduk di meja makan dengan secangkir kopi di hadapannya dan juga koran yang tengah dia baca. Richard tampak begitu terkejut, meski kepalanya masih berdenyut-denyut dia berusaha untuk duduk demi sopan santun pada ayah mertuanya.     

"Isterimu bukan pelacur, dia diam di rumah tanpa banyak bicara dan menuntut. Dia melahirkan anak-anakmu bertaruh nyawanya dan untuk apa yang tidak dia lakukan dan bukan kesalahannya, kau tidak pantas menghukumnya dengan cara seperti ini." Paul bangkit dari tempatnya duduk dan meninggalkan koran yang terlipat juga kopi yang mulai dingin di atas meja. Pria tua itu memang tidak banyak bicara, tapi dia tahu jika puterinya merasakan kesedihan atau tengah menghadapi masalah besar.     

Christabell memang menceritakan semuanya tapi dia bersikap seolah semua baik-baik saja, tapi bagi seorang ayah, air mata dan kesedihan puterinya tidak bisa dibiarkan begitu saja.     

Bagaikan ditampar dengan begitu keras, Richard terhuyung mencoba menemukan kesadarannya. Dia berjalan ke arah kamar dan melihat Christabell tengah menyusui baby Ben yang mulai tertidur. Berniat menghampiri isterinya tapi perut Richard kadung sakit seperti diaduk-aduk hingga membuatnya segera berlari ke kamar mandi dan muntah sejadi-jadinya. Untung saja baby Ben sudah tertidur pulas hingga dia bisa meletakkan bayi itu di ranjang tidurnya dan bergegas ke arah kamar mandi untuk membantu suaminya.     

Setelah muntah hingga lemas Richard terhuyung jatuh ke lantai. Dia memegangi kaki isterinya dan menangis, "Sorry…" Kalimat itu yang keluar dari bibir pria besar itu. Richard jarang sekali melankolis, tapi kali ini dia benar-benar tidak bisa menguasai dirinya lagi. Richard merasakan penyesalan yang begitu dalam saat mendengar kata-kata ayah mertuanya itu.     

Jika menoleh ke belakang, perjuangan Christabell untuk tetap berada di sisi suaminya sungguh luar biasa, bertaruh nyawa bahkan berkali-kali hampir kehilangan satu-satunya nyawa yang dia miliki demi tetap bisa menjadi isterinya. Bahkan untuk melahirkan anak-anak Richard, Christabell juga harus melewati masa-masa kehamilan yang sangat sulit.     

"Maafkan aku." Richard mengungkapkan penyesalannya sekali lagi. Awalnya Christabell begitu hancur saat melihat suaminya menenggak begitu banyak alkohol di dalam rumahnya sendiri. Itu pertanda bahwa masalah yang mereka hadapi begitu besar hingga tidak bisa di tanggung oleh Richard.     

Christabell merunduk, dia memeluk suaminya itu dan mereka menangis bersama. Dalam rumahtangga memang terkadang sebuah masalah mengantam begitu kuat hingga membuat keduanya menjadi begitu rapuh dan hampir menyerah untuk bertahan. Tapi yang harus selalu di ingat satu hal, jika dihadapi bersama semua pasti bisa terlewati. Toh masalah itu sudah pasti hadir dalam kehidupan, tidak mungkin di hindari, dan harus di hadapi.     

"Kita pasti bisa melewati ini." Bisik Christabell yang ikut terisak. "Aku milikmu Richard, percayalah akan selalu seperti itu."     

"Don't leave me…please." Richard benar-benar rapuh saat mengatakan hal itu. Terkadang pria terlihat begitu gagah hingga bisa mengalahkan dunia, tapi dia akan tetap bertekuk lutut pada wanitanya dan memohon agar wanitanya tak meninggalkannya, itulah cinta. Tak sering memang diungkapkan secara verbal, mungkin dengan tindakan. Tapi di satu titik, jika pria itu benar-benar mencintai pasangannya dia akan menjadi orang yang sangat rapuh dan takut kehilangan pasangannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.