THE RICHMAN

The Richman - Parking Lot



The Richman - Parking Lot

0Setelah dari Bioskop mereka memutuskan untuk menikmati kopi, meski Christabell tidak memesan kopi melainkan susu almond hangat sementara Rich menyesap espresso kesukaannya.     

"Kau benar-benar melewatkan banyak waktu berkencan." Ujar Richard.     

"Ya." Angguk Christabell. "You're my first date Sir." Imbuhnya.     

"Maaf karena melewatkan banyak waktu, seharusnya kita lebih sering seperti ini jika kau senang."     

Christabell mengangguk, "Aku sangat menikmatinya, tapi tidak perlu terlalu sering. Aku juga memikirkan anak-anak di rumah." Jujur wanita itu. Memang setlah memiliki anak, tidak bisa dipungkiri bahwa anak adalah prioritas bagi orangtuanya, hal itu yang membuat Christabell tidak bisa lepas dari anak-anaknya.     

"Charlotte bisa diandalkan." Richard meraih tangan Chrsitabell. Dia menatap isterinya itu dalam-dalam, seolah ini kali pertama bertemu.     

"Kau terlihat jauh lebih muda dengan penampilanmu sekarang." Puji Richard pada isterinya.     

Christabell tersenyum lebar. "Kau juga, terlihat sepuluh tahun lebih muda dari usiamu." Tapi sejurus kemudian dia mengkoreksi. "Sebenarnya kau tidak pernah terlihat terlalu tua, dan itu sangat menjengkelkan."     

"Why?" Richard tertawa geli mendengar kejujuran isterinya itu.     

"Sekretarismu pasti senang keluar masuk ruanganmu berkali-kali dalam sehari." Christabell tampak cemberut.     

Richard menyeringai lebar, "Dan kau cemburu?"     

"Sangat!" Tegas Bell.     

"Kau keluar masuk kamarku, bahkan kau bisa menelanjangiku kapan saja. Bagaimana mungkin kau bisa cemburu pada sekretaisku yang hanya bisa menatap tapi tak bisa menyentuhku."     

"Jangan sampai aku menangkap basah kau bermain api dengan sekretarismu." Christabell memutar matanya dengan kesal.     

"Carlos? Kau pikir aku akan bermain dengan sesama laki-laki?" Tanya Richard.     

Mata Christabell membulat, pipinya bersemu merah, "Bukan Rebeca?" Tanyanya malu.     

"Kau memintaku mengganti sekretarisku dan sekarang aku harus menerima keadaan bahwa yang keluar masuk ruanganku adalah seorang pria dan bukannya wanita sexy." Ujar Richard.     

Christabell menyipitkan matanya, "Bukankah kau tidak ingin mencampur adukkan urusan rumah dengan kantor?"     

"Kinerja Carlos tak kalah baik dari Rebeca, dan Rebeca hanya dipindahkan, bukan dipecat. Dia bekerja dibawah manager pemasaran." Ujar Richard.     

Christabell. "Aku percaya padamu Rich, jika kau ingin bermain api kau punya semua kesempatan dan kau mampu secara finansial. Tidak akan ada wanita yang menolakmu, tapi sampai sekarang kau tetap memilihku. Bagiku itu sudah cukup." Christabell mengungkapkan isi hatinya yang terdalam.     

Richard menghela nafas dalam. "Kau lebih mengenalku dibandingkan diriku sendiri." Ujarnya.     

"Ya." Angguk Christabell. "Kita berhasil melaluinya sejauh ini."     

"Ya dan kurasa kita harus merayakannya."     

"Dengan?" Alis Christabell bertaut.     

Richard tersenyum nakal. "Aku punya ide, tapi butuh persetujuanmu untuk melakukannya."     

"Apa?�� Christabell tampak kebingungan.     

"Aku akan membisikannya." Richard meminta Bell mendekat, dan pria itu membisikan sesuatu sampai membuat Christabell membulatkan matanya dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya.     

"Apa kau yakin dengan idemu?" Tanya Bell.     

"Kita bisa mencobanya. "     

Christabell menggeleng tak percaya. "Kau gila Rich."     

"Bukankah kita sedang melakukan banyak hal gila yang belum pernah kita coba?"     

Bell mengangguk ragu. "Ya, kurasa."     

"Lalu apa yang kau tunggu?"     

Richard membayar tagihan kopinya dan berjalan keluar dari café itu dengan menggandeng Christabell. Hari mulai sangat larut, mereka memilih untuk masuk kedalam mobil lalu menyetir berkeliling kota tanpa tujuan. Ini adalah salah satu ide konyol yang dipikirkan Richard.     

"Kau yakin ingin aku menyetir?" Tanya Christabell.     

"Ya." Angguk Rich.     

Benar saja, Christabell mengambil alih kemudi dan mulai membawa mobil melau di jalan raya. Dengan begitu berani Bell menekan pedal gas hingga mobil mewah Rich melaju dengan kecepatan tinggi.     

"Wow, kurasa kau berbakat menjadi pembalap Mrs. Anthony." Puji Rich. "Tapi bisakah kita lebih pelan, aku punya dua anak balita di rumah." Seloroh Richard dan itu membuat Christabell tertawa geli.     

"Oke… oke…" Angguknya. "Kemana kita sekarang?" Tanya Bell.     

"Cari tempat parkir." Ujar Richard.     

"Tempat parkir?" Alis Bell bertaut, tapi dia tetap mengikuti permintaan suaminya itu. Bell memutar untuk mencari tempat parkir terbuka di dekat taman kota.     

"Ok, apa ide gila selanjutnya?" Christabell menatap ke arah suaminya, tanpa menjawab Richard langsung meraih wajah Chrsitabell dan menciumnya dengan kasar. Nafasnya menderu-deru menerpa wajah Bell yang tampak kewalahan mengimbagi ritme yang diciptakan Richard.     

"Kau yakin?" Alis Bell bertaut ditengah ciumannya.     

"Do it." Ujar Rich begitu dia berhasil melepaskan diri dari jeans yang membungkusnya. Chrstabell melakukan hal yang sama dan segera melangkah untuk duduk di pangkuan suaminya. Meski posisi ini sungguh sangat menyulitkan tapi mereka menikmatinya. Sensasi was-was dipadukan dengan gairah yang meletup-letup membuat pengalaman bercinta kali ini sedikit berbeda. Bell bahkan tak bisa menahan diri untuk tidak melenguh keras.     

"Ah… Ah…." Dia mengigit bibirnya saat Richard terus mendorong keluar dan masuk dengan ritme yang semakin cepat. Tak hanya Christabell, Richardpun sama. Deru nafas juga erangannya semakin keras hingga dia menemukan pelepasan beberapa saat setelah Bell menemukan pelepasan dirinya lebih dulu. Keduanya terhuyung dalam tawa lepas.     

"Ini gila…" Christabell membenahi pakaiannya dan Richard tersenyum lebar.     

"Kau benar-benar merasa seperti kembali menjadi remaja?"     

"Ya." Bell mengangguk cepat, senyum lebar menghiasi wajahnya.     

"What's next?" Tanya Christabell pada Ricahrd. Pria itu melirik ke arah arlojinya. Dan ini sudah pukul dua dini hari.     

"Ini terlalu larut sayang, sebaiknya kita pulang." Richard menarik Christabell dari dunia remajanya dan mengingatkannya pada dua bayi mungil yang dia tinggalkan di rumah.     

"Sorry, aku terbawa suasana." Sesal Bell.     

"Don't be. Kita bisa melakukan hal-hal semacam ini lain waktu." Richard keluar dari mobil dan memutar untuk bergantian menyetir. Sementara Bell hanya perlu melangkah dan duduk di bangku penumpang, tepat di sebelah Richard menyetir.     

Lagu jaz diputar mengiringi perjalanan pulang mereka. "Aku benar-benar menikmati kejutan hari ini." Ujar Christabell.     

"Aku juga, terimakasih sudah mengingatkanku bagaimana rasanya menjadi remaja." Richard tersenyum lebar.     

"Oh ya, tolong buka dashboard. Ada barangku di sana." Ujar Richard, dan Bell melakukannya. Dia membuka dashboard dan menemukan sebuah kotak cincin.     

"Kau sudah memberiku terlalu banyak perhiasan." Christabell tampak tak terlalu terkejut. Richard menoleh, "Ambil foto yang ada di sampingnya." Perintah Rich, dan Christabell melakukannya.     

Bell menatap ke arah foto itu. "Ini ibumu?" Tanya Christabell, selama menjadi isteri Richard, ini kali pertama dia melihat foto ibu kandung Richard.     

"Dan anak ini, kau…" Christabell menatap suaminya.     

Richard menoleh sekilas. "Ya." Angguknya.     

"Kau sangat manis Richie." Puji Christabell.     

"Itu cincin ibuku, selama ini tersimpan di bankas salah satu bank atasnamanya." Ujar Richard.     

"Dan kau mengambilnya?" Alis Christabell bertaut dalam, kali ini matanya bahkan berkaca setelah mendengar apa yang Richard katakan.     

Richard menatap sekilas ke arah isterinya itu. "Kurasa ibu akan sangat bahagia saat aku memberikan cincin itu pada gadis yang kucintai di kencan pertama kami."     

"Crazy Richie." Christabell membuka cincin itu dan menatapnya penuh kekaguman. Dia beralih menatap ke arah foto wanita dengan senyum lebar. Dia tampak mengenakan gaun pesta, dan duduk dengan puteranya di pangkuannya. Tangannya jelas mengenakan cincin bermata biru dengan model sederhana namun elegan itu, dan sudah pasti ini adalah berlian mahal, salah satu koleksi keluarga Anthony.     

"Kau menyukainya?" Tanya Richard.     

Christabell mengangguk, "Aku selalu menyukai semua kejutanmu Rich."     

"Aku berencana membawamu dan anak-anak untuk mengunjungi makam ibu."     

"Tentu, aku sangat menantikan itu." Christabell tampak begitu antusias.     

Richard meraih tangan isterinya yang kini sudah mengenakan cincin dari mendiang ibunya dan mengecupnya penuh arti. "Ibuku pasti akan sangat menyukaimu."     

"Benarkah?"     

"Dia mirip denganmu, begitu sabar namun juga kuat dalam waktu yang bersamaan. Meski dia tidak sepolos dirimu, tapi kalian begitu penuh kasih sayang, dan aku bisa merasakan kemiripan kalian."     

"Richie…" Christabell mengusap wajah suaminya.     

Meski sudah tujuh tahun menikah, moment-moment seperi ini masih kerap kali terjadi dalam rumahtangga Richard dan Christabell, mungkin itu yang membuat rumahtangga keduanya tidak terkesan monoton. Ada kalanya rumahtangga itu terasa serius dan menegangkan, tapi terkadang pasangan suami isteri perlu juga meluangkan waktu untuk menikmati waktu bersama tanpa anak-anak untuk mengingat kembali masa-masa dimana keduanya mulai jatuh cinta dan tetap saling jatuh cinta meskipun sudah menghabiskan banyak waktu bersama.     

Banyak pasangan yang akhirnya merasakan rumahtangganya hambar dan tak lagi bergairah karena sibuk dengan tugas masing-masing. Ayah sibuk menghabiskan waktu untuk bekerja, terkadan ibu juga sama, bahkan selain bekerja ibu juga masih harus membagi waktunya untuk mengurus anak dan mengurus rumah. Cinta yang berubah menajdi tanggung jawab terkadang membuat rasanya menjadi hambar karena masing-masing merasakannya sebagai beban yang harus di jalankan. Cobalah meluangkan waktu bersama pasangan, tak harus bepergian jauh, bahkan sekedar saling bicara sebelum tidur di malam hari, atau istilahnya adalah pillow talk, itu akan membantu menyelesaikan banyak ketegangan diantara suami isteri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.