THE RICHMAN

The Richman - Spider Girl



The Richman - Spider Girl

2Gelak tawa terdengar dari ruangan keluarga. Sebuah ruangan yang sering sekali kosong, bahkan hampir tak pernah ditempati meski ruangan itu di design dengan sangat hangat dan luas. Prabotannya sengaja dibuat dengan bahan-bahan premium agar saat keluarga berkumpul, suasananya menjadi hangat.     

Dan malam ini semua mimpi Richard itu terwujud. Ammy datang bersama Pitterson dan Paul Stell, disana juga ada Adrianna yang senang menjadi pusat perhatian. Richard dan Christabell yang duduk dekat dengan baby Ben yang sibuk tidur. Ada juga Charlotte dan suaminya yang sengaja datang untuk berkunjung. Begitu juga dengan Eleonora yang selama sebulan terakhir sudah kembali menemukan senyumnya.     

Mereka menikmati pesta makan malam bersama keluarga besar dan dilanjutkan dengan mengobrol santai.     

"Tidak ada yang boleh pulang malam ini." Ujar Richard sambil mengangkat gelas campange disusul yang lainnya, semua tampak bersorak senang, riuh dengan canda tawa. Setelah lelah menjadi bintang sepanjang sore, Adrianna jatuh tertidur, sementara Charlotte dan suaminya yang mengambil alih peran Adrianna. Mereka adalah keluarga muda yang penuh keceriaan, mereka menceritakan kejadian-kejadian lucu saat melakukan perjalanan bulan madu ke Maldives. Ammy dan Petterson juga menimpali dengan cerita mereka yang tak kalah kocak saat mengunjungi Paris, sementara itu Richard dan Christabell menikmati cerita mereka berdua.     

Di sudut lain tampak Paul dan Eleonora berbicara lebih dalam, sedikit terpisah dari kerumunan anak-anak muda itu. Paul menemukan kecocokan saat membicarakan tentang usia, bersama dengan wanita yang usianya tak terpaut jauh darinya.     

"Jadi kau dan Layla hidup dalam kesalahpahaman sepanjang sisa hidup kalian?" Tanya Eleonora penuh empati.     

Paul mengangguk. "Seharusnya aku mencarinya lebih keras." Sesal Paul.     

"Oh.... hidup memang selucu itu terkadang." Eleonora menyentuh tangan keriput milik Paul dengan tangan keriput miliknya. Paul sedikit terkejut, tapi dia merespon baik dengan menumpangkan tangannya di atas tangan Eleonora.     

"Terkadang aku berpikir, mengapa masa mudaku kuhabiskan dengan banyak penderitaan." wanita itu menerawang jauh. "Sebenarnya aku memiliki banyak pilihan, tapi aku tidak mengambil pilihan itu, karena saat itu aku masih begitu muda dan rentan."     

Paul menghela nafas dalam, dia menoleh ke arah kerumunan anak-anaknya yang masih sibuk mentertawakan satu dengan yang lainnya. "Dengan melihat mereka bisa bahagia seperti itu, kurasa tidak ada yang harus disesali." Ujar Paul, dan Eleonora mengangguk setuju.     

"Apa yang kau rencanakan sekarang?" Tanya Eleonora pada pria itu, meski sudah lanjut usia, tapi sisa-sisa ketampanan Paul masih begitu nyata dimata Eleonora.     

"Aku punya begitu banyak waktu luang, saat anak-anak sibuk bekerja aku berada dirumah sendiri. Kadang kuhabiskan waktu untuk berjalan-jalan ke taman." Ujarnya, "Bagaimana dengamnu?" Tanya Paul.     

"Aku meminta tanah pada Richard." Ujar Eleonora.     

"Tanah?" Alis Paul bertaut.     

"Aku meminta tanah di bagian samping rumah untuk kutanami berbagai tanaman, dan Richard menghadiahiku berbagai peralatan berkebun."     

"Wow..." Puji Paul.     

"Kau ingin melihat tamanku?" Tanya Eleonora.     

"Ide yang bagus, kita tinggalkan mereka dengan keseruan ini. Menikmati berjalan di taman mungkin akan lebih menyenangkan."     

Paul dan Eleonora diam-diam meninggalkan anak-anak itu. Mereka menikmati berjalan-jalan di taman dengan lampu taman yang temaram. Meski begitu, langit di malam hari seolah berbahagia untuk mereka berdua. Bintang-binang bertaburan dengan begitu indahnya di langit. Sementara Paul dan Eleonora menghabiskan waktu untuk mengobrol bersama di kursi taman. Mereka membicarakan masa muda yang mereka lewati dengan berbagai pilihan yang ada. Empati mulai tumbuh diantara mereka, satu dengan yang lainnya dan itu membuat hubungan mereka semakin erat meski ini kali pertama mereka bertemu.     

"Apa kau tidak kedinginan?" Tanya Paul pada Eleonora, wanita itu tampak melipat tangannya di dada beberapa waktu setelah mereka memutuskan untuk duduk mengobrol di taman.     

"Sediki." Senyum Eleonora. "Meskipun langit begitu cerah, tapi udara malam ini cukup dingin."     

Paul melepaskan coat yang dia kenakan dan menyelimutkannya pada tubuh Eleonora, dia bahkan mengambil syal yang membelit lehernya dan memakaikannya pada wanita itu.     

"Kau sangat romantis." Puji Eleonora. "Layla pasti begitu bahagia saat bersamamu."     

Paul tersenyum, "Dia tidak sempat mendapatkan perlakuakn ini."     

"Oh, sayang sekali." Eleonora meraih tangan Paul, "Kita masuk saja jika kau kedinginan."     

"Tidak malasah, sedikit lebih lama di luar membuat pikiranku menjadi tenang."     

"Baiklah, jika itu yang kau inginkan."     

Mereka melanjutkan perbincangan soal puteri Paul dan putera tiri Eleonora. Mereka berdua begitu kagum dengan sosok Christabell dan Richard, solah pasangan itu memang ditakdirkan satu dengan yang lainnya. Meskipun banyak kejadian buruk yang terjadi di dalam rumahtangga mereka berdua, mereka bisa melewatinya.     

Paul bahkan belum sempat mendengar cerita penculikan puterinya oleh mantan kekasih Richard saat Christabell hamil Adrianna. Meski tak menyaksikan langsung, tapi Eleonora bisa menceritakan ulang dengan begitu baik apa yang dia dengar dari Christabell beberapa hari yang lalu. Selama sebulan terakhir hubungan mereka benar-benar menjadi begitu akrab. Selain menghabiskan banyak waktu berkebun, atau bermain dengan cucunya Adrianna, Eleonora juga sering menyempatkan diri untuk datang ke kamar Christabell untuk menggendong baby Ben dan menghabiskan waktu menceritakan banyak hal dengan Christabell.     

"Puteriku tidak pernah menceritakannya padaku."     

"Dia wanita yang kuat." Puji Eleonora. "Kau harus bangga padanya."     

"Aku sangat bangga, dan aku sangat mencintainya. Tapi disisi lain aku juga sangat menyesal mengapa baru sekarang bisa bertemu dengannya, setelah banyak waktu dia lewatkan sendiri, tanpa orangtua."     

"Yah, di masa tua memang yang tersisa hanyalah penyesalan. Aku juga begitu." Eleonora menguatkan hati Paul.     

***     

Sementara itu keseruan di ruang keluarga mulai meredup. Ammy dan Petterson masuk ke kamar yang disiapkan untuk mereka begitu juga Charlotte dan suaminya. Sementara itu Richard memilih untuk memeriksa Adrianna di kamarnya, masuk ke kamar. Ben masih saja nyenyak tertidur, dan ibunya tampak sibuk membersihkan diri dan berganti dengan piyama tidur.     

Richard yang sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur kini berbaring di ranjang, menunggu sang isteri. Benar saja, tak berapa lama Christabell keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju Rich. Pria yang semula mulai terlihat mengantuk mendadak melonjak dari tempat tidur dan berikap siaga.     

"Wohooo.... dari mana kau punya ide konyol itu Mrs. Anthony." Richard berada di sisi lain ranjang sementara Christabell tersenyum lebar dalam kemenangan.     

"Call me Lady Spider." Christabell mendesis.     

"No... no... jangan mendekatiku." Richard tampak memilih mengambil jarak lebih jauh.     

"Richieee... Christabell memanggil nama kecil Richard. Come to mama." Godanya.     

"Christabell, berhenti bersikap konyol." Richard mulai ketakutan saat Bell semakin mendekat, Rich bahkan menutup matanya.     

"Kau tidak akan menjadi spiderman, meskipun aku mengigitmu." Bisik Bell begitu dia bisa membuat suaminya membeku di dekat dinding dengan mata terpejam.     

"Don't touch me." Ujar Rich dengan suara rendah, dia benar-benar serius kali ini.     

Christabell meraih bibir Rich dengan bibirnya dan melumatnya. Richard sama sekali tidak membalas ciuman itu, matanya masih terpejam dan itu membuat Christabell sangat iba. Pria setampan dan segagah suaminya takut pada seekor laba-laba kecil tak berdaya?     

Beberapa jenis laba-laba memang sangat berbahaya jika sampai mengigit manusia, tapi untuk seekor laba-laba kecil rumahan, Rich takut jika dirinya akan berubah menjadi spiderman, sangat tidak masuk akal. Entah siapa yang meracuni otak Richie kecil hingga dia bisa berpikir sedemikian menyedihkan.     

Bell terus melumat bibir suaminya, bahkan seskeali dia mengigitnya dengan nakal, "Bayangkan, aku adalah laba-laba dan sekarang aku mengigitmu. Dan kau baik-baik saja Richie." Ujar Christabell di sela ciumannya.     

Perlahan Richard membuka matanya. "Kau baik-baik saja, dan kau tidak berubah menjadi spiderman bukan?" Bell meraih tangan Rich dan meletakannya ke bagian dada Bell, dimana terdapat bordir timbul laba-laba lengkap dengan bulu yang mirip dengan laba-laba itu. Kostum yang sengaja dia pesan khusus setelah mendapatkan cerita dari ibu mertuanya bahwa Richie kecil yang kini tumbuh menjadi pria sempurna ternyata takut pada laba-laba kecil.     

"Kau bisa saja balas mengigit laba-laba itu jika kau mau." Goda Bell, meski awalnya Richard terlihat enggan, tapi isterinya jelas tidak mirip dengan laba-laba. Lagipula meski dia memiliki phobia yang cukup konyol, Richard bukan pria bodoh. Dengan cepat dia melucuti lingere konyol dengan model laba-laba itu dan membuat isterinya telanjang tanpa sehelai benangpun menutupi tubuh indahnya.     

"Buang jauh-jauh kostum konyol itu." Ujar Rich di tengah ciumannya.     

"Itu tidak konyol sama sekali." Christabell masih saja membantah. "Lagipula aku menghabiskan banyak uangmu untuk memesan kostum itu."     

"Habiskan uangku untuk hal-hal yang lebih bermutu." Richard membopong isterinya dan membaringkannya di ranjang. Sayang sekali meskipun kamar itu rampai oleh ayah dan ibunya, baby Ben tetap tidak tampak terganggu. Dia menikmati mimpi-mimpi indahnya dengan perut kenyang, selimut lembut dan juga ranjang yang hangat.     

Christabell tertawa kecil dan Richard tidak lagi bisa mengampuninya.     

"Kau harus dihukum Mrs. Anthony, kau sudah sangat nakal hari ini." Bisik Richard sebelum membenamkan ciuman di leher Christabell kemudian menyusuri tulang selangkanya hingga ke dada, perut dan terus kebawah. Richard tahu betul bagaimana menghukum isterinya itu, dan Christabell selalu menikmati setiap hukuman yang dia dapatkan.     

Richard sedang melakukan bagiannya sementara Christabell meliuk-liuk melengkung dalam sensasi rasa geli sekaligus nikmat yang tak tertahankan. Tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi, Ben menuntut perhatian ibunya.     

"Oh Ben, tidak sekarang..." Erang Richard kesal.     

"Oops..." Christabell menyeringai lebar, dia segera mengambil piyama kimono dan membungkus dirinya sebelum menghampiri Ben untuk memberikannya susu secara langsung. Sementara Richard yang sudah setengah telanjang memilih untuk menunggu gilirannya dengan berbaring di ranjang dengan satu tangan menopang kepalanya.     

"Ingat, kau masih berutang padaku." Ujar Rich saat Christabell menoleh ke arahnya dan tersenyum lebar.     

"Oh, lihatlah sayang, ayahmu marah besar." Goda Bell sambil menatap mata Ben. bayi itu tampak menikmati menyusu tidak peduli pada perasaan ayahnya yang harus menanggung penderitaan karena menahan gairah.     

Berulang kali Richard terdengar menghela nafas dalam, dia tampak tak lagi bisa menahan kesabarannya.     

"Ben bisakah kau mempercepat semuanya." Gerutunya, dan itu membuat Christabell tersenyum geli.     

"Jika kau terus bicara, Ben tidak akan cepat tidur." Sahut Bell.     

Richard memutar tubuhnya hingga membelakangi Christabell. Benar kata orang, ketika sang ibu sedang sibuk dengan hal lainnya, dan terburu-buru mengerjakan hal lain, bayi justru akan semakin lama menyusu dan lebih sulit untuk tidur. Dan itu yang terjadi pada baby Ben saat ini.     

Bahkan butuh lebih dari satu jam untuk membuatnya bisa kembali tertidur, dan saat semuanya berakhir, Bell merangkak ke atas ranjang dan mendekat ke arah suaminya. Dia sudah mendengkur lembut. Bell mengusap-usap rambutnya dan menyelimutinya.     

"My poor baby Richiee..." Bisik Christabell sebelum mendaratkan kecupan di kepala suaminya. "Sleep tight."     

Richard jatuh tertidur hingga pagi hari, begitu juga dengan baby Ben. Tampaknya anak itu sengang sekali mengerjai ayahnya, dan mereka akan terus bersaing untuk mendapatkan perhatian penuh dari Christabell. Meskipun bayi, Ben bukan saingan yang ringan bagi Richard, dan Christabell masih belum bisa percaya bahwa suaminya itu selalu menganggap anak-anaknya sebagi pesaing.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.