THE RICHMAN

The Richman - Funeral



The Richman - Funeral

3Richard datang ke pemakaman adiknya, Brandon Anthony. Tampak hadir sang ibu tiri yang begitu kehilangan puteranya. Richard berdiri menjaga jarak diantara beberapa orang yang hadir di pemakaman itu. Tidak begitu banyak yang hadir, dan masih ada dua orang dari anggota kepolisian yang ikut hadir di pemakaman itu.     

"Aku turut berduka." Ujar Richard begitu dia menghampiri ibu tirinya. Wanita itu menatap Richard sekilas kemudian membuang muka.     

"Kau senang akhirnya adikmu mati?" Wanita itu bertanya sinis.     

Richard menghela nafas dalam. "Bagaimanapun dia adikku, aku kehilangannya." Jawab Richard, dia tampak tak terpancing dengan kata-kata ibu tirinya itu. Sebelum meninggalkan tempat itu, Rich berkata lagi sebagai penutup. "Aku puteramu juga, kau tahu betul dimana rumahku. Dan pintu rumahku akan selalu terbuka untuk ibuku." Pungkasnya. Airmata wanita itu berderai-derai, dia sangat membenci Richard Anthony, baginya pria itu adalah penyebab puteranya hilang akal dan memilih untuk menjadi tidak waras. Ini semua karena Richard bersikukuh mempertahankan wanita yang sekarang menjadi isterinya, hingga membuat Brandon frustasi dan nekat berbuat gila.     

Rich mengendarai sendiri mobilnya dari pemakaman menuju rumah, beberapa kenangan masa kecil seolah menyeruak kembali. Memang Brandon adalah brandalan tengik yang selalu membuatnya repot, tapi tetap saja selama mereka bersama-sama, terselip beberapa kisah yang sebenarnya begitu mengena di hati.     

***     

Richard tampak sedang mengemasi bukunya saat Oswald, teman sekelasnya yang tinggi besar dan menjengkelkan datang, dia segera menendang pintu locker milik Richard hingga membuat debum yang begitu keras. Meski begitu Richard yang memang tidak suka mencari keributan memilih untuk mengambil tasnya dan segera berbalik meninggalkan geng Oswald.     

Remaja berbadan besar itu menendang punggung Rich hingga membuat Richard jatuh tersungkur ke lantai karena dia tidak siap. Saat itu kebetulan Brandon melintas dan melihat apa yang terjadi pada kakak tirinya itu dia segera bertindak. Brandon adalah anak yang lebih sering bertindak tanpa berpikir lebih dahulu. Dengan cepat Brandon mendorong Oswald hingga remaja berbada besar itu terjatuh. Brandon yang menindihnya dan meninjunya dengan membabibuta. Sementara itu teman-teman Oswald baku hantam dengan Richard. Setelah puas meninju Oswald, Brandon menarik tangan Richard untuk kabur. Teman-teman Oswald terlalu banyak untuk dilawan.     

Mereka berlari hingga gerombolan Oswald tak lagi bisa menjangkau mereka. Dengan nafas yang masih memburu dan memar-memar di wajah Richard mereka tertawa di persembunyian.     

"Thanks sudah menyelamatkanku." Ujar Rich, pada dasarnya meski tinggal serumah, setelah tumbuh menjadi remaja mereka tak sering bicara satu sama lain.     

Brandon mencibirkan bibirnya sembari mengangkat bahu, "Don't thanks." Ucapnya. "Aku hanya ingin memukuli Oswald dan melihat kesempatan itu datang tadi. Jadi aku menikmati melakukannya."     

"Ayah pasti akan dipanggil ke sekolah untuk apa yang terjadi hari ini." Sesal Rich.     

Brandong bersikap masa bodo dengan apa yang dipikirkan Richard, selama ibunya menikah dengan ayah Richard, Brandon tidak pernah menganggap ada perubahan dalam hidupnya. Dia hanya tahu bahwa ibunya butuh uang untuk bertahan hidup dan selalu mencari tempat bergantung yang kokoh. Sebelum menikah dengan ayah Richard, sang ibu sempat memiliki beberapa kekasih, dan selalu berganti-ganti. Tak jarang dalam hubungan itu, Brandon melihat ibunya mengalami kekerasan baik verbal, fisik maupun seksual dari kekasihnya. Barulah ayah Rich yang memperlakukannya seperti layaknya wanita terhormat. Jadi tidak ada alasan bagi Brandon untuk menolak pernikahan ibunya.     

Brandon meninggalkan Rich sendiri dan segera bergabung dengan teman-temannya di rumah Ricky, salah satu temannya untuk bermin musik. Sementara Richard memilih untuk pulang dan mengobati luka-lukanya.     

Pria muda itu, meski usianya masih remaja tapi dia tidak suka menghabiskan waktu diluar rumah bersama teman-temannya. Dia lebih sering berada di rumah untuk membaca buku atau menekuni hobinya yang terkait dengan segala macam yang berbau bisnis dan investasi. Bagaimana tidak, sejak berusia sepuluh tahun Richard sudah di cekoki dengan berbagai jenis investasi yang bisa membuat uang bekerja untuk keluarga mereka dan Richard benar-benar jatuh hati pada uang saat itu.     

Modal yang diberikan sang ayah dikembangkan untuk berbagai bisnis rintisannya sementara itu Brandon dan ibunya sibuk menghabiskan uang ayah Rich yang tak kunjung habis.     

***     

Kenangan itu selintas membekas di benak Rich dan membuat hatinya menjadi kecut. Andaikan Brandon tidak sebodoh itu, mengakhiri hidupnya dengan cara yang menyedihkan. Mati di tembak oleh polisi karena kebodohannya sendiri. Tidak seharusnya dia membawa senjata api ke rumahsakit dan meneror seisi rumahsakit jika yang dicari hanya seorang Richard Anthony.     

Rich berjalan gontai setelah keluar dari mobilnya, dia masuk kedalam rumah dan menghampiri Adrianna yang sedang asik berlarian dengan Zoey yang menjaganya. Richard melenggang masuk ke dalam kamar setelah sebentar menggoda puterinya itu. Richard sempat melihat baby Ben yang tertidur pulas di ranjangnya sementara tidak terlihat ibunya. Rich melepas coat yang dia gunakan tadi dan meletakannya di sofa, setelah itu Rich menggulung lengan kemejanya dan berjalan menuju kamar mandi.     

Dari dalam kamar mandi isterinya keluar dengan handuk melilit tubuhnya juga handuk kecil yang membungkus kepalanya, rambutnya tampak basah.     

"Hei…" Christabell menyapa suaminya itu.     

"Hei." Richard tersenyum sekilas. Christabell mengusap lengan suaminya itu, dia tahu meskipun Rich tidak benar-benar akrab dengan Brandon adik tirinya, tapi Richard benar-benar peduli dengan adiknya itu. Bahkan selama Brandon menjalani perawatan, Richard membayar seluruh biaya rumahsakit yang tidak sedikit itu.     

"Aku turut berduka untuk Brandon." Ujar Christabell.     

"Thanks." Richard menatap dalam mata isterinya itu. Christabell melepaskan dirinya dari Richard dan berjalan ke arah walking closet untuk mengganti pakaiannya. Saat tengah mengganti pakaian, Richard tiba-tiba muncul kembali. Dia berdiri tepat di belakang isterinya itu dan mengecup pundak isterinya.     

"Jika aku tiba-tiba pergi, kau harus bisa menjaga anak-anak." Ujar Richard, dan itu membuat Christabell membeku seketika.     

"Apa maksudmu." Desis Bell lirih.     

Richard menglena nafas dalam, dia tak lantas menjawab pertanyaan Bell itu, dia hanya memeluk isterinya dengan begitu erat. Setelah kejadian semalam yang begitu mengerikan, mau tidak mau Richard dan Christabell dihadapkan pada sebuah kenyataan yang tak mungkin terbantahkan, yaitu kematian, yang bisa datang kapan saja dengan penyebabnya bisa apa saja.     

"Apa maksudmu Mr. Anthony?" Christabell mengulang pertanyaannya.     

"Aku ingin kau terlibat dalam bisnis, meski tidak semuanya. Setidaknya kau tahu bagaimana harus bertahan saat aku tidak ada."     

Christabell memutar tubuhnya, dengan jemari kurusnya dia memegangi rahang suaminya itu. "Aku tidak bisa, dan aku tidak mau kau pergi."     

Richard tersenyum sekilas. "Take your time, putuskan setelah kau memikirkannya." Richard mengecup bibir isterinya itu sekilas kemudian berjalan meninggalkan Christabell. Dia berjalan ke arah ranjang dan berbaring di sana meskipun hari masih senja. Pemakaman Brandon sengaja dilakukan sore hari karena menunggu kedatangan ibunya dari Kanada. Dan jelas sekali pemakaman saudara tirinya itu menguras energy Richard, bukan hanya secara fisik namun juga emosional.     

Christabell sekilas menatap ke arah Rich, "Aku akan menemani Adrianna." Ujar Bell sembari memeriksa puteranya yang masih tertidur nyenyak setelah mendapatkan asi sebelum ibunya mandi tadi.     

"Ok." Jawab Rich.     

Christabell keluar dari kamar dan berjalan menuju tempat Adrianna bermain. Tampaknya gadis mungil itu tengah menikmati camilan sorenya berupa buah setelah dia menyantap makan malamnya.     

"Zoey, aku akan menemani Adrianna." Ujar Christabell. Zoey mengangguk paham, dia segera undur diri untuk mandi dan menyantap makan malamnya sebelum kembali mengurus Adrianna nanti.     

"Mommy, apa Ben tidur?" Tanya Adrianna.     

"Ya, dia baru saja minum susu dan kenyang sayang." Christabell duduk di samping sang puteri yang tampak sibuk mengunyah makanannya. Adrianna adalah anak yang sangat ceria, jadi dia tidak membuang banyak waktu dan langsung bercerita banyak hal dengan ibunya. Dia menceritakan bagaimana keseruannya menonton Disney keluaran terbaru bersama Zoey dan bermain peran dengan pengasuhnya itu. Christabell menikmati setiap cerita yang keluar dari bibir mungil puterinya itu. Namun mendadak tawaran Richard melintas di benaknya, dia tidak bisa membuat puterinya itu tersenyum lebar dengan berbagai kemewahan dan kenyamanan jika dirinya tidak belajar untuk bertahan jika suatu saat Richard tidak lagi ada di sisinya.     

"Mommy, apa yang mommy pikirkan?" Tanya Adrianna.     

Christabell mengerucutkan bibirnya. "Mommy berpikir untuk memulai bisnis."     

"Seperti daddy?" Alis Adrianna bertaut.     

"Ya, seperti daddy." Jawab Christabell.     

Adrianna tampak tidak setuju, ekspresi wajahnya tergambar jelas bahwa dia tidak suka dengan ide yang dikemukakan oleh puterinya itu. "Jadi mommy akan lebih sering bekerja diluar dan pulang sangat malam?"     

Christabell berpikir sekilas. "Mungkin untuk sementara waktu mommy akan melakukannya di rumah."     

"Aku tidak ingin mommy menjadi seperti daddy yang terlalu sibuk bekerja." Rengek Adrianna.     

"Mommy mengerti, bagi mommy, kau dan adikmu adalah prioritas utama."     

Adrianna menenggelamkan dirinya ke pelukan ibunya itu, solah tidak ingin membagi waktu ibunya dengan siapapun apalagi dengan pekerjaan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.