THE RICHMAN

The Richman - His Name is Ben



The Richman - His Name is Ben

1Hari ini Richard pergi keluar rumah meskipun hari libur, dia seharusnya tidak berangkat ke kantor untuk bekerja.     

"Sayang, kau akan pergi?" Tanya Christabell ditengah terapinya yang di damping oleh seorang terapis.     

"Ya, aku ada janji dengan seseorang."     

"Hari ini?" Christabell menatap suaminya itu penuh kecurigaan. Tidak biasanya Richard begitu wangi, dan rapi di hari libur, apalagi ini terlalu pagi untuk melakukan janji temu dengan seseroang.     

"Aku sudah terlambat sayang. Aku akan segera kembali begitu urusanku selesai." Richard menghampiri isterinya kemudian mengecup Christabell sekilas. Saat berpapasan dengan Adrianna yang tengah sibuk berlarian dia juga sempat menggendong Adrianna dan memutarnya hingga gadis mungil itu berteriak kegirangan.     

"Bye sayang." Richard mengecup pipi Adrianna dan dibalas sebuah ciuman oleh gadis kecil itu. Rich berjalan keluar dari rumah, sementara itu sang supir sudah tampak siap membawanya pergi dengan mobil yang sudah menyala.     

���Rumahsakit." Ujar Rich pada sang supir dan langsung di pahami. Hari ini benar-benar hari yang dia tunggu-tunggu. Semalam dokter Adric Jollen sudah menghubunginya perihal perkembangan sang putera. Dikarenakan kondisi sang putera sudah sangat baik dan stabil maka dokter menyarankan untuk membawanya pulang ke rumah. Sudah saatnya sang putera menyusu dari ibunya langsung dan menikmati kehangatan keluarga.     

Kepulangan bayi laki-lakinya akan menjadi kejutan tersendiri bagi Christabell dan Adrianna. Bagaimana tidak, sebuah kejadian langka terjadi pada isterinya Bell. Pasca operasi Bell merasakan kebas di kedua kakinya dan dokter mengindikasikan bahwa itu karena ada syaraf yang mungkin mengalami masalah dalam proses persalinan, apalagi karena proses persalinan itu dilakukan dalam keadaan darurat. Namun dokter tidak menemukan indikasi kebas permanen sehingga memungkinkan untuk terjadi kesembuhan jika dilakukan terapi secara rutin.     

Satu minggu yang lalu Christabell kembali kerumah dan mulai menjalani terapinya sementara Richard hampir setiap hari menyempatkan diri untuk melihat perkembangan puteranya itu di incubator sebelum berangkat ke kantor.     

***     

Richard datang dan bertemu dengan perawat juga dokter Adric. Sang dokter menjelaskan tetang berbagai capaian yang sudah berhasil diraih oleh bayi laki-lakinya itu. Dia tumbuh dengan sangat cepat, bagaikan seorang pejuang dia tidak menyerah atas kelahiran prematurnya itu.     

"Dia tumbuh sangat baik dan sangat cepat. " Ujar Dokter Adric Jollen.     

"Ya." Angguk Rich. "Bisakah aku menggendongnya?" Tanya Rich.     

"Tentu saja." Dokter mengambil bayi itu dan menyerahkannya pada Richard. Ada sebuah perasaan yang sulit di ungkapkan, namun yang tergambar jelas adalah senyum sontak mengembang di wajah Richard.     

"Hei dude." Sapanya pada sang bayi dan bayi laki-laki itu tampak bisa mengenali wajah ayahnya, karena dia membalas tatapan Richard.     

"Anda bisa membawanya pulang sekarang Mr. Anthony, dan datang lagi sesuai jadwal imunisasi." Ujar dokter Adric Jollen.     

"Baik dok."     

Setelah perpisahan itu, Richard membawa bayinya keluar dari rumahsakit. Didalam mobil, dia sendiri menggendong bayi laki-laki itu. Setelah selama dua minggu dia mencari nama yang tepat untuk bayinya itu, pagi ini Richard memutuskan memilih satu nama dari beberapa yang sempat dia rencanakan.     

"Patric, kau harus segera menikah dan memiliki bayi." Ujar Rich pada sang supir. Pria muda berusia dua puluh sembilan tahun yang tampak sedang sibuk menyetir itu tersenyum.     

"Yes Sir."     

Richard menatap bayi laki-lakinya itu penuh kekaguman. "Terkadang aku masih sulit percaya bahwa aku memiliki dua anak sekarang ini."     

Patric tidak tahu harus merespon seperti apa, tapi dia hanya menimpali kalimat bosnya itu dengan seulas senyum. "Aku tidak sengaja melihatmu beberapa kali bicara pada Zoey." Tutur Rich dan tiu membuat Patric celingukan.     

"Kau menyukainya?" Tembak Rich, dan jelas saja itu membuat Patric kelabakan untuk menemukan jawaban.     

"Jika ya, mengapa kau membuang waktumu anak muda. Ask her!" Ujar Rich dan itu membuat Patric menatap bosnya dari spion tengah yang berada di hadapannya.     

"Saya belum berani Sir." Jawabnya.     

"Apa yang kau takutkan?"     

"I'm not sattle yet." Jawab Patric.     

Richard mengkerutkan bibirnya. "Zoey tidak membutuhkan pengusaha kaya raya untuk menikahinya, dia hanya butuh pria yang mencintainya. Kurasa Zoey adalah gadis yang berpikiran sederhana."     

"Apa anda berpikir seperti itu?"     

"Ya. Bahkan jika perlu aku akan menanggung semua biaya pernikahan kalian berdua."     

Patric tampak cukup senang dengan tawaran itu. "Saya masih berusaha mendekatinya."     

"Ok. Take your time, but don't waste them."     

"Yes Sir."     

Richard menjadi penasehat pernikahan, dan itu cukup kontras dengan Rich sepuluh tahun lalu yang bahkan menganggap remeh sebuah pernikahan sebagai selembar kertas yang ditandatangi dua pihak juga perwakilan negara sebagai legalitas formal saja. Dan lihatlah kini dia benar-benar jatuh cinta pada kehidupan pernikahan meskipun tidak pernah mudah. Bertengkar dari hal paling kecil hingga tidur terpisah selama berbulan-bulan dengan isterinya karena perbedaan pendapat yang sangat mendasar. Itu sungguh menyedihkan, mendebarkan, juga membingungkan, sekaligus membahagiakan dalam satu waktu. Tapi Richard mulai menikmati Ritmenya. Baginya Christabell, Adrianna dan sekarang bayi Ben Anthony adalah keajaiban yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.     

***     

Christabell selesai dengan sesi terapinya, dan dia sudah tampak bisa berjalan-jalan meski belum bisa berlari. Dokter fisio terapi menyarankan Bell untuk melakukan latihan ringan di rumah saja karena kondisinya sudah pulih, meski untuk sementara ruang geraknya masih harus dibatasi.     

Bell duduk dengan merenggangkan kakinya di sofabed dekat dengan tempat Adrianna berlarian.     

"Mom… tangkap aku…" Teriak Adrianna dengan ceria, dan Christabell hanya bisa melihatnya berlari ke segala arah dengan tawa renyah sementara dia duduk di sana sambil mengawasi. Zoey benar-benar melakukan tugasnya dengan mengejar-ngejar bocah berusia enam tahun itu.     

"Sayang, berhenti berlari nanti kau akan jatuh." Ujar Christabell.     

"Tapi ini menyenangkan." Tawa kecil-kecil mengiringi keceriaan Adrianna pagi itu, apalagi saat Zoey berhasil menangkapnya dan menggelitik bocah itu hingga tertawa geli.     

"Lepaskan aku Zoey, ini menggelikan."     

Adrianna masih sangat asik bermain saat tiba-tiba Richard datang dan membuka pintu.     

"Daddy…!!!" Sambutnya riang, tapi langkahnya melambat dan bahkan terhenti saat melihat Rich tidak datang sendiri. Dia menggendong seorang bayi di pelukannya.     

"Helo!" Sapa Rich sembari membungkuk hingga Adrianna bisa melihat siapa yang digendong oleh ayahnya. "Dia adalah adikmu sayang." Ujar Richad.     

"Woooohhh, he's so cute." Puji Adrianna. Sementara itu air mata Christabell berderai-derai sembari menghampiri sang bayi.     

"Look at you, you're so handsome." Bisiknya, dan Rich segera mengecup bibir isterinya itu sekilas, sementara Adrianna sibuk mengagumi betapa menggemaskannya adik laki-lakinya itu.     

"Siapa namanya Daddy?" Tanya Adrianna, dan Richard segera menjawab dengan mantab. "Ben Anthony."     

"Hi Ben…." Adrianna dengan gemas mencium pipi adik bayinya itu.     

"Aku ingin menggendongnya." Ujar Adrianna.     

"Biarkan dia istirahat dulu ya, setelah itu kau boleh bermain sepuasnya dengan Ben." Richard membawa bayi Ben ke kamarnya. Karena kondisi Christabell, Rich memutuskan untuk memakai kamar utama di bawah, sebagai kamar bersama. Kamar untuk Rich, Bell, Adrianna dan bayi Ben.     

Setelah Christabell duduk di kursi yang didesign khusus untuk bisa ditempati dengan nyaman saat menyusui bayinya, Richard menyerahkan Ben ke pelukan Bell agar di berikan asi langsung dari ibunya. Sementara itu Adrianna memilih untuk melanjutkan permainannya di luar bersama dengan Zoey.     

"Dia sangat tampan, sepertimu Rich…" Chrstabell berkaca-kaca sambil menatap suaminya itu. Richard mengangguk. "Dan aku terkejut kau memberinya nama Ben."     

Richard tersenyum. "Maaf sayang, aku tidak meminta persetujuanmu soal nama."     

"No.. no…aku suka nama itu."     

Richard mengusap lengan isterinya. "Kau memberiku keajaiban, lagi dan lagi. Aku tidak pernah menyangka aku akan mengalami begitu banyak hal dalam hidupku." Ujar Rich.     

Christabell tersenyum lebar, "Dan semua keajaiban ini berawal dari satu juta dollarmu itu, Richman."     

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi, apalagi di hadapan puteraku. Aku tidak ingin dia tahu rahasia ayahnya." Seloroh Rich.     

Christabell mengkerutkan alisnya. "Dia mewarisi semua hal darimu, tapi tidak soal yang satu itu, kuharap."     

Richard tersenyum lebar. "Entahlah, dia masih terlalu bayi untuk menebak-nebak." Ternyata ketakutan Richard tidak beralasan. Adrianna bisa menerima kehadiran adik bayinya dengan penuh sukacita, sementara itu Christabell tetap hidup dan keadaannya semakin membaik, begitu juga dengan puteranya, Ben Anthony. Dia tumbuh dengan sempurna dari hari ke hari dan semakin terlihat begitu menggemaskan. Badannya yang mulai seukuran bayi normal bahkan dia terlihat berisi dengan mata coklat dan rambut hitam tebal seperti sang ayah. Berbeda dengan Adrianna yang lebih mirip ibunya karena berambut coklat.     

Sementara seluruh kesakitan yang harus di tanggung oleh Bell selama berbulan-bulan, seluruh penderitaan, bahkan rasa sakit pasca operasi terbayar lunas dengan kehadiran bayi Ben dalam dekapannya. Bayi tampan itu mengusap lembut dada ibunya seolah menyapa wanita yang sudah berjuang mati-matian demi mempertahankannya.     

Saat Christabell memutuskan untuk mempertahankan bayi Ben, yang dia ingat adalah ibunya, mendiang Layla Stone. Wanita itu juga dengan sangat gigih mempertahankan kehidupannya dalam harim hingga dia lahir. Bagaimana jika saat itu Layla memutuskan untuk mengugurkan kandungannya, tentu saja tidak akan pernah ada kehidupan Cristabell. Begitu juga dengan Bell, dia yakin bayi yang tumbuh dalam perutnya itu sudah memiliki takdirnya sendiri, dan kisah yang harus dia jalani sepanjang hidup. Jika Christabell membuatnya tidak ada, mungkin kisah yang harus dijalani bayi Ben tidak akan pernah terjadi selamanya.     

Dan ternyata pilihannya tepat, meskipun Christabell sempat hampir kehilangan nyawanya tapi ketakutan terbesar itu tidak terjadi pada akhirnya. Takdir Chrsitabell masih memberinya waktu untuk bisa melihat puteirnya Adriana dan puteranya Ben tumbuh melewati masa kanak-kanak, dan Bell berharap bahwa waktunya masih akan sangat panjang hingga bisa melihat anak-anaknya tumbuh dewasa.     

"Dokter memintamu datang untuk control kondisimu lagi sayang." Ujar Rich.     

"Ya, mungkin aku akan menyetujui untuk prosedur sterilisasi."     

"Apa kau yakin?" Alis Rich berkerut.     

"Dokter mengatakan kondisiku akan lebih buruk di kehamilan ketiga melihat riwayat kehamilan pertama dan kedua, dan dokter menawarkan prosedur itu."     

"Richard mengusap lengan isterinya itu. "Aku menyerahkan semuanya padamu sayang, asalkan kau merasa itu yang terbaik dan membuatmu nyaman, aku akan mendukungmu."     

"Thank you Rich."     

Richard mengecup ujung kepala isterinya itu, "Aku akan menemani Adrianna bermain diluar."     

"Ok."     

Richard berjalan menuju pintu, kemudian menoleh sekilas pada isterinya itu, tapi tidak lagi berkomentar. Dia hanya menghela nafas kemudian berjalan keluar, tapi Bell bisa melihat mata suaminya itu, dia tampak kelelahan. Selain itu mungkin Richard sedikit protes dengan keadaan yang semakin didominasi oleh anak-anak. Ditambah lagi sekarang bayi Ben, praktis tidak ada lagi wakt baginya untuk dinikmati hanya berdua saja dengan Christabell, ditambah kondisi Bell yang belum pulih betul pasca operasi cesar yang dilakukannya.     

Beberapa jam kemudian setelah bayi Ben tertidur pulas, Christabell berjalan keluar kamar untuk memeriksa Adrianna, dan Rich menemukan pemandangan yang tidak biasa. Richard suaminya jatuh tertidur di ruang bermain puterinya sementara Adrianna tertidur di pelukannya. Bahkan tangan Rich masih memengang buku yang terakhir dibacakan untuk Adrianna. Meskipun bukan malam hari, tapi Adrianna sering meminta dibacakan dongeng oleh ayahnya hingga dia jatuh tertidur di jam tidur siangnya. Christabell mengambil buku itu dan mengembalikannya ke rak buku, kemudian meninggalkan ayah dan anak itu dalam tidur nyenyakknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.