THE RICHMAN

The Richman - I Will Always Choose You



The Richman - I Will Always Choose You

0Richard terbagun di pagi hari karena Adrianna mencubiti hidugnya.     

"Hi daddy…" Sapanya renyah begitu Rich membuka mata, dan sapaan itu dibalas dengan Richard yang menggulung puterinya itu dalam pelukannya. Mereka tampak tertawa riang pagi itu.     

"Ayo cepat mandi dan bersiap untuk pergi ke sekolah." Richard menciumi puterinya itu.     

Sementara Adrianna terus meronta-ronta berusaha membebaskan diri dalam gelak tawa, dia sempat menjawab sang ayah " Ini hari minggu, come on. Mengapa Daddy menjadi pelupa?"     

"Oh my God, aku bahkan lupa jika ini hari libur." Rich membebaskan puterinya dan berbaring terlentang dengan kedua tangannya terlipat di belakang kepalanya.     

"Kalau begitu daddy ingin berbaring di sini seharian."     

"Daddy tidak pergi ke kantor?" Tanya Adrianna, dia bergelayut di pelukan ayahnya.     

"Apa kau lupa princess, hari ini hari libur kerajaan." Goda Richard.     

"Oke pelayan, kalau begitu hari ini kau harus bermain denganku sepanjang hari."     

"Itu pasti, tapi sebelum itu kau akan mandi dengan pelayan Zoey dan menyantap sarapan pagimu. Aku akan bersiap dengan kostum terbaik untuk permainan kita hari ini." Richard mengusap kepala puterinya itu dan bangkit dari tempatnya tidur lalu berjalan kembali ke kamarnya.     

Dia melihat Christabell tengah mengikmati sarapannya di atas tempat tidur sementara itu Miranda berdiri di sebelahnya. Rich tak menyapa mereka dan memilih untuk mandi. Bunga dan kotak perhiasan sudah tidak ada di atas tempat tidur, setidaknya Christabell sudah sempat melihatnya, meskipun pada akhirnya dia akan membuangnya atau menyimpannya, tak lagi penting baginya. Rasa cinta yang selama ini menggebu-gebu pada isterinya itu tampaknya menjadi hambar setelah pertengkaran mereka. Cara Christabell menatapnya juga tampak sudah berubah, tak lagi seperti isteri pada suaminya, justru tampak serperti musuh yang tak saling ingin menatap.     

***     

Sesaat setelah Richard keluar dari kamar mandi dan berniat untuk turun ke lantai satu, menikmati sarapannya bersama Adrianna, Christabell meringis kesakitan dengan Miranda yang memegangi tangannya.     

"Mr. Anthony!" Panggil Miranda saat Richard keluar dari kamarmandi. Richard yang melihat pemandangan itu segera menghampiri Christabell. Setiap kali ada yang terjadi atau dirasakan Christabell dan dia tidak lagi bisa menahan rasa sakit itu, Richard langsung membopongnya turun ke lantai satu dan membawanya kerumahsakit. Sudah pasti hal buruk sedang terjadi didalam tubuh isterinya itu.     

Sesampainya di rumahsakit, Christabell langsung mendapatkan perawatan. Dia sudah menjadi pasien rutin yang datang ke rumahsakit hampir setiap bulan karena kehamilannya yang beresiko tinggi. Setelah dilakukan berbagai pemeriksaan, didapati bahwa terjadi pembukaan pertama meski usia kehamilan Christabell belum waktunya melahirkan, dan dokter memutuskan untuk melakukan tindakan bedah secepatnya untuk menyelamatkan kondisi ibu dan si bayi.     

"Sebelum prosedur pembedahan dilakukan, kami ingin menjelaskan resikonya." Ujar sang dokter pada Rich yang berdiri sembari terus menatap kea rah isterinya yang kesakitan.     

"Jika pilihannya isteriku dan bayi kami, tolong utamakan keselamatan isteriku." Ujar Richard. Meskipun seumur hidupnya setelah pilihan yang dia ambil ini, dia akan di benci oleh isterinya, Richard lebih rela dibandingkan harus kehilangan isterinya untuk selama-lamanya.     

"Baik." Sang dokter kembali ke ruangan emergency, dan setelah melakukan beberapa pembicaraan singkat, mereka semua bergegas mendorong Christabell menuju ruang pembedahan.     

Christabell berlinangan air mata, terbaring lemah di ranjang rumahsakit dengan perut yang digerus rasa sakit. Di meja operasi bayangannya tentang semua hal buruk yang mungkin terjadi terasa semakin nyata.     

Tawa Adrianna, bagaimana dia begitu ketakutan setiap kali hujan dan terdengar suara petir hingga harus berlari ke kamar ibunya dan tidur diantara ibu dan ayahnya. Christabell mendadak berpikir jika dirinya tidak ada, bagaimana dengan puteri kecilnya itu? Menyesalpun tampaknya sudah terlambat sekarang, seharusnya dia mendengarkan apa yang dikatakan suaminya, harusnya dia mempertimbangkan soal puterinya Adrianna. Mengapa dia bersikukuh mempertahankan kehamilan yang mungkin akan merenggut masa depan puterinya dan juga keceriaan gadis kecil itu? Bagaimana Adrianna akan melewati hari-harinya jika ibunya tidak bisa melewati tindakan bedah ini dengan selamat, mengingat selama enam bulan kehamilannya, hampir delapan puluh persen dia habiskan untuk keluar masuk rumahsakit. Richard sudah hilang akal untuk menasehati isterinya, kehamilan ini tidak sehat dan sebaiknya tidak dipertahankan.     

Suntikan bius baru saja diberikan dan Christabell tak lagi merasakan nyeri di perutnya. Dokter segera melakukan berbagai prosedur lanjutan untuk mengeluarkan bayi dari dalam rahim Christabell. Sementara isterinya berjuang antara hidup dan mati di dalam ruang operasi, Richard menunggu dengan gelisah di luar. Dia hanya berharap isterinya selamat, meskipun ada hal buruk lain yang mungkin mengiringi.     

***     

Dua jam setelah operasi, Richard diperbolehkan menemui isterinya. Meski bayi laki-laki mereka saat ini berada di NICU karena kondisinya premature, tapi keduanya selamat. Christabell harus menerima tranfusi darah sebanyak tiga kantong karena sempat menderita pendarahan pasca melahirkan. Dan saat ini dia terbaring lemas di ranjang rumahsakit, di kamar perawatan. Richard masih duduk dengan wajah pucat, karena dokter mengatakan bahwa kondisi Bell dan bayinya masih harus di observasi hingga dua hari kedepan, kecemasan belum berlalu bagi Rich.     

Namun beberapa menit sebelum duduk di tempat itu, Richard sempat diperbolehkan melihat bayi laki-lakinya yang dirawat intensif di NICU. Meski hanya melihat dari luar ruangan kaca, tapi Rich bisa melihat bayi itu tertidur nyenyak. Kulitnya masih sangat merah, dan dia masih berukuran sangat kecil. Dalam batin Richard berucap, "I'm so sorry son." Mata Rich sempat berkaca, tapi dia bisa menahan keharuan itu. Ada rasa bersalah dalam batin Richard karena sempat berpikir untuk menyingkirkan anak laki-lakinya sendiri yang dia anggap sedang menyakiti ibunya. Namun ternyata puteranya itu teralalu kuat, hingga dalam keadaan sulit dia bisa tumbuh dengan baik. Dan dokter optimis bahwa keadaannya akan semakin membaik karena setelah melakukan semua pemeriksaan, organnya sudah tumbuh dengan sempurna meski belum terlalu matang saat dilahirkan.     

Richard hanya berharap agar isterinya segera siuman agar dia bisa mengungkapkan permohonan maafnya, tapi Christabell masih belum sadar juga. Dua jam berikutnya berlalu begitu saja, meski terasa begitu lama bagi Richard. Hingga akhirnya Adrianna datang bersama dengan Zoey dan Miranda. Mereka mengatakan bahwa Adrianna menangis terus dan minta diantarkan kerumahsakit untuk melihat ibunya.     

Begitu pintu kamar perawatan terbuka, Adrianna segera menghambur ke pangkuan ayahnya dan memegangi tangan ibunya.     

"Mommy, I'm here..." Bisiknya sambil terus mengusap tangan ibunya, sejurus kemudian dia berpaling pada ayahnya. "Daddy, apakah mommy bisa mendengarku?" Tanyanya polos. Meski tak yakin, tapi Richard mengangguk, "Mommy pasti mendengar suaramu sayang."     

"Ok." Adrianna mengerti. "Apa mommy baik-baiks aja dan akan bangun kembali?" Tanyanya semakin polos.     

"Ya." Richard berkaca, " Dia hanya kelelahan, dia pasti bangun kembali." Rich mengusap rambut isterinya itu.     

"Apa adik baruku sudah lahir?" Adrianna terus berceloteh dan itu membuat hati Richard semakin getir.     

"Iya sayang, dia anak laki-laki yang kuat. Dia akan tumbuh dan menjadi pelindungmu kelak." Jawab Richard, kemudian memeluk puterinya itu erat. Dalam hatinya menangis pilu. Rich benar-benar merasa berada pada titik terendah dalam kehidupannya. Dia tidak pernah serapuh ini sebelumnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.