THE RICHMAN

The Richman - Good Girl



The Richman - Good Girl

0"Mommy…." Adrianna berlari ke arah Christabell begitu dia tiba di rumahsakit dan bisa kembali melihat ibunya. Richard akhirnya mengungkapkan kejujuran bahwa ibunya harus menerima pertolongan dari dokter, hingga harus dibawa kerumahsakit dan mendapatkan pengobatan beberapa hari di rumahsakit hingga cukup sehat untuk kembali ke rumah. Anak cerdas itu tidak merengek, dia hanya meminta diajak bertemu dengan ibunya. Dan Rich memenuhi janjinya untuk menjenguk sang ibu, Christabell di rumahsakit.     

"Sweetheart." Mata Bell berkaca saat memberikan pelukan pada puteri kecilnya itu yang dibantu oleh sang ayah untuk naik ke ranjang tempat ibunya berbaring.     

"I miss you so much." Ujar Bell.     

"I miss you too mom." Jawab Adrianna yang sudah lengket, seolah tak ingin melepaskan pelukannya lagi. "Are you ok mom?" Tanya Adrianna dengan mata bening yang berkilat-kilat menatap ibunya.     

"Yah…" Christabell mengangguk, sejurus kemudian dia mengecup ujung kepala puterinya. "Mommy akan segera pulih dan pulang, agar bisa mengurusmu. Mengantarmu ke sekolah, bermain bersamamu, dan membacakan dongeng."     

Adrianna tersenyum. "Promise me mom."     

"I promise you dear." Jawab Adrianna.     

Gadis kecil itu kembali menempel ke pelukan ibunya. "Tapi selama mommy tidak di rumah, daddy melakukan semuanya."     

"Apa daddy bisa melakukannya sebaik mommy?" Tanya Bell antusias sembari melirik kea rah suaminya.     

"Tidak terlalu buruk." Ujar Adrianna dan itu membuat Bell dan Rich terkikik geli. Setelah itu yang tersisa hanya Adrianna yang terus mengoceh menceritakan banyak hal yang terlewatkan oleh ibunya. Mulai dari ayahnya yang memakaikannya baju terbalik, cara ayahnya membacakan dongeng yang menurutnya sedikit aneh, dan juga cerita tentang teman-temannya di sekolah, termasuk soal Emily.     

"Emily punya ibu baru." Ujar Adrianna polos.     

"Ibu baru?" Alis Christabell berkerut. "Bagaimana mungkin?"     

Adrianna menatap Christabell. "Ibunya memberi Emily adik baru, tapi tidak bisa bangun lagi." Gadis itu benar-benar mengatakan semuanya dengan begitu polos.     

Hati Christabell menjadi kecut. "Tidak semua kehamilan seburuk itu sayang." Terang Christabell.     

"Maksud mommy?" Adrianna menuntut penjelasan, gadis kecil itu benar-benar cerdas hingga tak cukup satu jawaban sederhana. Dia butuh penjelasan yang bisa dia terima dan dia cerna hingga membuatnya paham.     

Christabell mengerucutkan bibirnya sekilas. "Jadi begini, banyak ibu yang tetap sehat meskipun melahirkan beberapa anak. Memang beberapa mungkin tidak selamat saat melahirkan, tapi kecil kemungkinannya, karena dokter semakin canggih."     

"Tapi aku tidak mau punya adik bayi." Ujar Adrianna.     

Christabell meraih tangan mungil itu dan meletakkannya di atas perutnya. "Tapi kau akan segera punya teman bermain."     

"Hah?" Adrianna masih tampak belum paham.     

"Adikmu sedang tumbuh di perut mommy." Terangnya.     

"Tapi perut mommy tidak besar."     

Christabell tersenyum, dia melirik ke arah Richard yang duduk di sofa, mengamati komunikasi ibu dan anak di hadapannya. "Dia masih sekecil ini." Ujar Christabell sambil menunjukkan ujung kukunya pada Adrianna.     

"Sekecil itu?" Mata Adrianna berbinar, disambut dengan anggukkan ibunya.     

"Tapi dia akan bertumbuh semakin besar dan kuat, sampai waktunya lahir menjadi seorang bayi. Dan sepertimu, dia akan tumbuh dewasa dan menjadi temanmu."     

Adrianna mengkerutkan alisnya. "Daddy bilang jika punya saudara aku mungkin akan bertengkar dengannya karena dia merebut mainanku."     

Christabell menoleh pada Richard, dan pria itu segera membuang pandangan sambil menggaruk-garuk ujung alisnya. Jelas sekali bahwa Richard sudah sempat mencuci otak puterinya ini agar menolak kehamilan ibunya.     

"Tidak selalu seperti itu sayang. Dia kan adikmu, dia akan tumbuh menjadi anak yang baik seperti kakaknya." Christabell berusaha meluruskan kembali pola pikir puterinya itu.     

Adrianna menoleh ke arah ayahnya. "Daddy, apa benar begitu?" Tanyanya.     

"Mungkin." Richard mengangkat bahu.     

Adrianna mengkerutkan bibirnya dengan alis bertaut. "Daddy tidak yakin dengan jawabannya."     

Bell merengkuh puterinya itu dan memeluknya kembali. Hingga mereka saling berpelukan dengan posisi setengah berbaring di ranjang rumahsakit.     

"Akan sangat menyenangkan jika kita memiliki saudara sayangku." Ujar Christabell. "Seperti cerita tentang Hansel dan Gretel."     

"Ceritakan untukku mom…" Pinta Adrianna dengan mata berbinar.     

Dengan bahasanya sendiri Christabell mulai menceritakan tentang kisah dua anak bernama Hansel dan Gretel.     

"Pada suatu hari di sebuah desa hiduplah dua orang anak bernama Hansel dan Gretel. Mereka tinggal bersama ibu tiri mereka saat sang ayah pergi untuk bekerja. Sudah berhari-hari sang ayah tidak kunjung kembali, persediaan makanan dirumah sudah habis dan sang ibu tiri tak lagi memiliki uang untuk membeli bahan makanan. Akhirnya sang ibu memiliki ide untuk membuang kedua anak itu ke dalam hutan agar tidak menyusahkannya. " Christabell memulai ceritanya dan Adrianna selalu terpukau setiap kali ibunya menceritakan dongeng. Bell benar-benar bisa menjadi story teller yang baik. Tak hanya Adrianna, Richard juga memperhatikan isterinya itu, meski bukan pada apa yang keluar dari mulut isterinya. Pikiran Richard masih dipenuhi dengan kekhawatiran soal kehamilan kedua isterinya itu.     

"Lanjutkan mom." Rengek Adrianna.     

"Pagi itu sang ibu menjanjikan pada Gretel dan Hansel untuk berlibur ke dalam hutan. Namun karena Hansel adalah anak yang cerdas, dia menangkap keanehan dari ajakan sang ibu tiri. Tidak biasanya dia bersikap baik pada dirinya dan adiknya. Akhirnya Hansel dan Gretel menurut, meski demikian secara diam-diam Hansel menjatuhkan batu putih miliknya yang dia bawa dalam kantong tasnya, sepanjang jalan menuju hutan." Christabell mengusap-usap lengan puterinya sambil terus bicara.     

"Sesampai di hutan, sang ibu berpura-pura jika bekal mereka tertinggal. Dia berkata pada dua anak itu untuk menunggunya hingga kembali, dan meninggalkan anak-anak itu di dalam hutan. Hari mulai gelap dan sang ibu tiri tak kunjung kembali. Hansel berkata pada Gretel yang mulai ketakutan untuk mengikuti jejak batu putih yang dia jatuhkan sepanjang jalan saat mereka pergi pagi tadi. Namun naas karena sang ibu diam-diam tahu bahwa Hansel menjatuhkan batu-batu itu untuk mencari jalan pulang. Saat berjalan kembali ke rumah ibu tiri itu memungutp batu-batu itu dan mengarahkannya ke sebuah pondok tua tempat penyihir tua tinggal."     

"Seram sekali." Adriana meringkuk semakin dalam, ke dalam pelukan ibunya.     

"Singkatnya, Gretel dan Hansel sampai di pondok tua itu dan bertemu dengan si penyihir tua. Melihat dua anak kecil itu si penyihir tua berubah menjadi nenek-nenek yang baik. Dia menyambut Hansel dan Gretel dengan baik, bahkan memberikan berbagai makanan yang enak pada dua anak itu, dengan harapan mereka akan tumbuh menjadi anak yang gemuk untuk dimakan olehnya nanti."     

"Suatu pagi sang nenek sihir meminta Hansel untuk mencari kayu bakar, dan meninggalkan adiknya di rumah. Karena nenek itu sudah baik, Hansel menurut. Tapi dalam hatinya dia merasa tidak tega meninggalkan adiknya seorang diri. Saat belum jauh dari rumah dia berniat kembali untuk melihat keadaan adiknya, Hansel mendengar tawa mengerikan dari dalam rumah, dan memutuskan untuk mengintip dari celah dinding kayu pondok tua milik sang nenek. Ternyata nenek itu mengikat Gretel di kursi dan sudah bersiap menyalakan api di dalam tungku yang diatasnya sudah diletakkan kuali besar penuh air untuk memasak Gretel."     

Adrianna semakin mengkerut ketakutan, dan Christabell melanjutkan ceritanya. "Saat sang nenek sedang memasukkan bumbu-bumbu ke dalam kuali untuk memasak Gretel, Hansel mengendap-endap masuk dan langsung mendorong si nenek sihir hingga dia tercebur kedalam kuali dan membebaskan adiknya, kemudian mereka berlari sejauh mungkin hingga mereka menemukan rumah mereka dan disana ayah mereka sudah kembali."     

"Bagaimana dengan ibu tiri mereka?" Tanya Adrianna polos.     

"Saat mengetahui bahwa ibu tirinya ternyata jahat, sang ayah mengusirnya dari rumah dan memilih untuk hidup dengan kedua anaknya saja sudah cukup." Jawab Christabell.     

"Jadi sebaiknya aku punya adik?" Tanya Adrianna.     

Christabell mengangguk. "Karena adikmu sudah tumbuh di perut mommy, jadi kita harus mencintainya sayang." Jawab Christabell.     

Adrianna beringsut bangun dari pelukan ibunya dan mendekatkan wajahnya ke perut ibunya sambil mengecup perut Christabell Adrianna berkata "Ok, aku akan mencintaimu."     

Christabell berlinangan air mata melihat apa yang barus aja dilakukan sang puteri. Dia memeluk erat Adrianna saat malaikat mungil itu kembali memeluknya. Richard mendekat dan memeluk keduanya. Bagi Rich tidak ada yang lebih penting dibandingkan dengan puterinya dan juga isterinya. Mereka segalanya bagi Richard, melebihi apapun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.