THE RICHMAN

The Richman - Camping Part 1



The Richman - Camping Part 1

0Hari yang di tunggu-tunggu oleh anak-anak dikelas adalah perkemahan sekolah. Meskipun hanya dilakukan sabtu dan minggu. Adrianna sudah siap dengan perlengkapannya, dia bahkan diantar oleh ibu dan ayahnya menuju sekolah untuk berangkat bersama teman-teman satu kelasnya dengan bus.     

"Kau yakin tidak ingin daddy antar?" Tanya Richard sembari menoleh pada puterinya yang masih duduk di bangku belakang meskipun beberapa temannya sudah berjalan menuju bis.     

Adrianna menghela nafas dalam. "Daddy ingin ikut berkemping denganku sekalian?" Tanya Adrianna sedikit kesal. Christabell sang ibu selalu menjadi penengah, dia menatap suaminya dan memberikan isyarat untuk menyudahi keraguannya melepas sang puteri.     

"Ok sayang, nikmati waktu bersama teman-temanmu. Bersenang-senanglah." Christabell membuka pintu dan turun kemudian membukakan pintu untuk puterinya dan memberinya pelukan singkat. Christabell menyentuh wajah puterinya itu dengan kedua tangannya hingga mereka saling menatap. "Daddy sangat menyayangimu, mommy tahu dia berlebihan. Tapi seperti itulah caranya mencintai anak-anaknya." Bell mencoba meyakinkan Adrianna bahwa ayahnya tidak bermaksud mengekangnya. Sementara itu Richard mengeluarkan tas rangsel Adrianna dari bagasi belakang mobil.     

"Bye mom, dad." Adrianna melambai ke arah kedua orang tuanya dan berjalan menuju bus sekolah yang tampak sudah hampir penuh dengan anak-anak dari kelas 10. Richard terlihat khawatir tapi Christabell mencubit pinggangnya dan berbisik pada sang suami. "Berhenti menatapnya seolah kau akan kehilangan puterimu Richard, dia hanya berkemping dengan teman-teman sekelasnya dan beberapa guru mengawasi mereka."     

"Tapi mereka remaja sayang." Richard bersikeras untuk menghawatirkan puterinya itu.     

Chritasbell mendengus. "Berikan kepercayaan pada puterimu Rich."     

"Ok." Richard akhrinya mengalah, mereka masuk kembali ke dalam mobil begitu bis sekolah melaju. Sementara itu didalam bis sekolah tak tampak tanda-tanda kehadrian Javier Walton. Bahkan saat sang guru mengabsen namanya dia tidak ada.     

"Kemana Jav?" Gerutu Mss. Emily, guru genit di kelas yang selalu tampak lebih memprioritaskan anak-anak laki-laki dibandinkan perempuan. Adrianna menghela nafas dalam, dia mengambil ponselnya dari dalam tas selempang kecil yang dia kenakan.     

"Kau tidak ikut kemping?" Tulis Adrianna, beberapa detik kemudian pesan itu terkirim tapi tidak terbaca oleh Jav. Adrianna mengetik pesan singkat lainnya, "Mengapa kau tidak memberitahuku jika kau tidak ikut perkemahan sabtu minggu ini?!" Adrianna bahkan membubuhkan tanda seru di akhir kalimatnya. Setelah ciuman itu dia hampir yakin bahwa hubungannya dan Jav sudah membaik, meskipun mereka tidak berbalas pesan setelah ciuman itu, tapi malamnya Jav mengirim sebuah pesan singkat padanya. "Tidur nyenyak, love." Tulisnya dan itu berhasil membuat jutaan bunga mekar bersamaan di dada Adrianna. Tapi hari ini semua bunga yang sempat mekar semalam mendadak layu karena Adrianna bahkan tak melihat batang hidung Javier Waton.     

Sepanjang perjalanan menuju hutan tempat mereka merencanakan perkemahan anak-anak tampak sangat bahagia. Beberapa bahkan memainkan gitar dan bernyanyi bersama. Beberapa milih untuk asyik mengobrol dan di sebuah bangku terdapat seorang gadis yang memilih mendengarkan musik dari ponselnya dan memasang hodie di kepalanya. Adrianna Anthony, dia melipat tangannya di dada dan memilih memejamkan mata sembari mendengarkan musik dari ponsel.     

Sesekali dia membuka ponsel untuk melihat pesang singkat yang masuk, dan tidak satupun berasal dari Javier Walton, kesemuanya bahkan dikirim oleh sang ayah.     

"Jangan tidur terlalu malam."     

"Pakai lotion anti serangga."     

"Jika kau butuh apa-apa hubungi daddy."     

Ketiga pesan itu berdatangan tak berselang lama. Akhirnya Adrianna memutuskan untuk membuat ponselnya berada dalam mode senyap. Matanya membuka dan dia memilih untuk menikmati pemandangan di luar bus yang terus melaju dari balik jendela kaca lebar bus itu. Pemandangan alam yang indah, hutan pinus yang hijau dengan udara yang mulai dingin. Tujuan mereka adalah Minnewaska State Park. Tempat kemping yang bisa dijangkau hanya dengan berkendara selama dua jam dari kota New York.     

***     

Setelah menempuh perjalanan darat dengan bus kurang lebih dua jam akhirnya mereka sampai di Minnewaska State Park. Anak-anak tampak turun satu persatu dari dalam bus yang mereka tumpangi. Beberapa terlihat tidak sabar untuk mendirikan kemah, beberapa masih tampak bersantai dengan meliuk-liukkan badan setelah duduk selama dua jam di dalam bus dan terasa mulai pegal.     

"Anak-anak, ini saatnya mendirikan tenda kalian. " Ujar Mr. Oswald.     

"Yes Sir." Jawab beberapa. Mereka segera mengambil perlengkapan dari dalam bagasi bus yang sudah disiapkan oleh pihak sekolah untuk melakukan kemah dua hari ini. Masing-masing tenda bisa di tempati dua orang. Kebetulan Adrianna satu tenda dengan Betty, salah satu anak yang kurang popular di kelas dan itu sangat cocok dengannya. Mereka tak banyak bicara satu dengan yang lainnya.     

"Kau bisa mendirikan kemah?" Tanya Betty gugup.     

"Tenang saja, aku biasa berkemah bersama keluargaku." Jawab Adrianna. Beberapa kali memang keluarga Anthony menyempatkan untuk pergi ke suatu tempat untuk berkemah, meskipun itu juga jarang terjadi. Benar saja, dibantu oleh si pendiam Betty akhirnya tenda mereka berdiri, meski bukan yang terakhir tapi cukup terlambat. Sementara di tempat lain, Noura tampak sedang asyik berbincang dengan gengnya sementara beberapa anak laki-laki sukarela membantu mereka mendirikan tenda mereka.     

"Kupikir kau berteman dengan Noura." Betty berkata canggung.     

Adrianna yang sudah kehilangan mood setelah tahu bahwa Jav tidak akan terlihat batang hidungnya di perkemahan ini menjawab seadanya. "Aku berteman dengan semuanya."     

"Tapi mereka selalu meledek penampilanku." Ujar Betty sambil memainkan tangannya, dia bahkan tak berani membalas tatapan Noura yang tampak merendahkannya. Adrianna menatap ke arah Noura lalu berpaling ke arah Betty.     

"Sebaiknya kita menata barang-barang di dalam tenda." Ujar Adrianna, itulah satu-satunya cara untuk mengalihkan pandangan intimidatif Noura pada Betty.     

Didalam tenda Betty memilih duduk di pojok tenda, sementara Adrianna sibuk menata tasnya juga bantal udara dan selimut untuk tidur nanti malam. "Kau akan diam saja di sana?" Tanya Adrianna.     

"Terimakasih." Betty bukannya menjawab justru berterimakasih. "Untuk apa?" Tanya Adrianna.     

"Tiga orang sudah menolak menjadi satu tenda denganku, dan kau menerimaku jadi teman satu tendamu." Betty membenahi letak kacamatanya dengan telunjuk.     

Adrianna menghela nafas dalam. "Apa perkemahan ini begitu penting bagimu?" Tanya Adrianna kemudian setelah dia akhirnya duduk bersila menghadap ke arah Betty dengan selimut dalam pelukannya.     

"Ya." Angguknya.     

"Why?" Tanya Adrianna, mengapa bagi anak-anak lain perkemahan ini begitu penting tapi tidak bagi Javier Walton si sombong yang misterius, datang dan pergi sesuka hatinya.     

Betty menunduk sekilas, "Aku selalu gagal mengikuti perkemahan sejak kelas tujuh, dan baru sekarang aku bisa ikut."     

"Mengapa?" Tanya Adrianna, dia bahkan tidak pernah menyadari ketidakkhadiran Betty dalam setiap agenda perkemahan kelas.     

Betty menatap Adrianna nanar, "Tidak pernah ada yang mau jadi satu tenda denganku dan aku memutuskan untuk tidak ikut perkemahan dengan alasan sakit." Jujurnya dan itu membuat hati Adrianna tersentuh.     

"Maaf, selama ini aku tidak pernah memperhatikanmu. Aku tidak tahu jika kau begitu tersisih di kelas." Adrianna meraih tangan Betty dan menatapnya. "Aku bersedia menjadi temanmu." Adrianna memeluknya singkat dan saat mereka kembali bertatapan saat duduk berhadapan Betty mulai berkaca-kaca.     

"Kau tahu, setelah tiga tahun berada di sekolah ini, akhirnya ada seseorang yang mau menganggapku sebagai teman."     

Adrianna memutar matanya, "Apa kau sempat merasa seburuk itu?" Tanya Adrianna pada Betty.     

"Ya." Angguknya. "Noura dan teman-temannya sering melakukan hal-hal yang membuatku sangat sedih, aku bahkan sempat berniat untuk berhenti sekolah atau pindah." Ujar Betty, sementara Adrianna mendengarkan dengan saksama. "Apa hal terburuk yang pernah mereka lakukan?"     

"Memajang fotoku disosial media yang mengatasnamakan diriku dengan caption menjajakan diri." Ujar Betty sedih, wajahnya benar-benar terlihat begitu terluka.     

"Keterlaluan." Adrianna mendengus kesal. Ternyata selama ini dia cukup sibuk dengan dunianya sendiri, membaca, perpustakaan, mendengarkan musik, atau sekedar duduk di perpustakaan sambil membuka laptop untuk berselancar dengan internetnya membaca berbagai hal. Dia tidak pernah mendengar atau merasakan adanya bullying, sampai dia mendengar dari bibir Betty soal hal biadab yang dilakukan Noura dan teman-temannya.     

"Kau tidak pernah melapor ke kepala sekolah?" Tanya Adrianna, dan Betty menggeleng sambil menyembunyikan wajahnya.     

"WHY?!" Adrianna terlihat tak habis pikir, mengapa setelah tindakan keterlaluan seperti itu, Betty bahkan tidak berani melaporkannya ke pihak sekolah.     

"Aku bisa sekolah di sekolah ini karena beasiswa, sedangkan donatur sekolah salah satunya adalah orangtua Noura, bagaimana aku bisa melaporkannya. Suaraku tidak akan pernah didengar." Jawab Betty. Adrianna menghela nafas dalam, memang benar, sekolah swasta elite seperti tempatnya bersekolah sekarang tidak sembarangan siswa bisa bersekolah disana. Jika mereka bisa bersekolah di tempat itu hanya ada dua pilihan, pertama, orang tua anak itu benar-benar kaya dan menjadi donatur tetap di sekolah, atau yang kedua, mereka sekolah karena beasiswa prestasi meskipun mereka bahkan tidak mampu membayar uang bulanan sekolah.     

"Jika mereka macam-macam lagi padamu kau bisa bicara padaku." Ujar Adrianna membesarkan hati Betty, dan mata Betty berbinar. Remaja berambut kerating panjang yang dikepang dua dengan kacamata membingkai hampir sebagian besar wajahnya lengkap dengan behel di deretan giginya itu seolah baru menemukan semangat hidupnya kembali.     

Tiba-tiba terdengar lonceng yang di pukul dari luar perkemahan. Rupanya Mr. Oswald dan Mss. Emily membuat pengumuman. "Anak-anak, ini saatnya kalian mencari kayu bakar, malam ini kita akan membuat api unggun." Teriak Mss. Emily dengan antusias. Meskipun ini perkemahan, tapi pihak sekolah menyiapkan seperangkat alat barbeque lengkap dengan segala jenis daging dan sayuran segar yang sudah dimasukkan di dalam box pendingin di dalam bus yang standby di dekat perkemahan.     

***     

Selain Mss. Emily dan Mr. Oswald, ikut juga dalam perkemahan itu Mr. Robin dan Mr. Morgan juga Mss. Cathrine. Mereka bertiga menyusul dengan mobil karena bus tidak cukup kapasitasnya. Saat mereka bertiga tiba dan bergabung di perkemahan, Mss Emily dan Mr. Oswald bersama anak-anak berpencar mencari kayu bakar.     

Betty tentu saja memilih untuk menempel pada Adrianna. "Aku akan pergi denganmu." Ujar Betty.     

"Ok." Angguk Adrianna.     

Mereka menembus hutan dan mulai mencari ranting-ranting untuk membuat api unggun sama seperti yang lainnya. Noura dan gengnya memilih untuk membangkang dan tetap berada di kemah sembari menikmati obrolan mereka tentang barang-barang mewah yang sedang trand saat ini dan rencana belanja sepulang kemping.     

Betty dan Adrianna menghentikan langkahnya saat melihat pemandangan dari balik semak, "Kau melihatnya?" bisik Adrianna dan Betty membungkam mulutnya dengan kedua tangan, dia hanya mengangguk tanpa suara.     

"Sebaiknya kita pergi dari tempat ini." Ujar Adrianna. Rupanya mereka tidak sengaja melihat Mr. Oswald dan Mss. Emily sedang berciuman panas. Dan saat mereka berbalik tak sengaja Betty menginjak ranting kayu hingga patah dan menimbulkan bunyi, hingga mereka terpaksa berlari dan terpencar. Betty menemukan jalan kembali ke kemah sementara Adrianna yang terus berlari tampak tak mengenali jalanan di depannya, dia bahkan tersandung akar pohon hingga jatuh terpelanting dan membuat tangannya berdarah. Kakinya tampak terluka dibalik celana jeans yang dia kenakan. Meskipun dia tidak melihat darah, tapi ada rasa perih yang menandakan memar di lutut yang tersembunyi di balik celana jeansnya.     

"Shit!" Dia mengumpat, gadis itu tidak pernah mengumpat sebelumnya, tapi disaat hari hampir gelap dan dia tersesat gara-gara melarikan diri setelah melihat dua orang dewasa berciuman, itu sangat konyol hingga Adrianna harus mengumpat pada dirinya sendiri.     

Adrianna yang kebingungan mulai meraba-raba ponsel yang tadi dia letakkan di saku belakang celana jeansnya dan tampaknya tidak lagi berada di tempatnya. Kepanikam menjadi tatkala Adrianna menyadari bahwa ponselnya hilang disuatu tempat. Tidak ada pilihan selain kembali ketempat semula meskipun resikonya adalah Mss. Emily dan Mr. Oswald akan sadar siapa yang tadi sempat tidak sengaja mengintip mereka.     

Adrianna berjalan dengan menunduk, berusaha untuk menemukan ponselnya lagi, tapi sia-sia, dia justru tersesat masuk lebih jauh kedalam hutan pinus itu. Meskipun hutan itu bukanlah hutan yang lebat, tapi tanpa siapapun di sampingnya dan hari mulai gelap tentu saja itu bukan hal yang ingin dia lewati sebagai sebuah pengalaman berharaga dari kemping sekolah.     

Adrianna mulai ketakutan karena hari semakin larut, tapi dia masih membungkam mulutnya, dia benar-benar tidak ingin berteriak hingga terlihat mendramatisir hilangnya dirinya. Atau kemungkinan lain adalah ditemukan oleh Andrew di tengah hutan seperti ini dan entah nasibnya akan jadi apa ketika Adnrew membalas semua penolakan yang pernah dia terima.     

Meski semakin ketakutan Adrianna terus berusaha untuk menembus hutan selama matahari masih membuat hutan itu cukup terang untuk dilalui.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.