THE RICHMAN

The Richman - Parent\'s Talk



The Richman - Parent\'s Talk

3Christabell duduk di depan cermin sambil mengamati wajahnya. Dia menatap dalam ke kedalaman dirinya sendiri untuk menemukan makna dari tatapan dan raut wajah Adrianna saat dia bicara dengannya tadi. Sementara itu Richard tampak masih sibuk di ruang kerjanya dengan segudang perkerjaan yang tidak ada habisnya. Tapi Rich tampak sudah mengantuk karena malam sudah terlalu larut. Richard menutup laptopnya dan berjalan keluar dari ruang kerjanya. Saat melintasi kamar puterinya dengan pintu yang setengh terbuka, Richard bisa melihat Adrianna tengah senyum-senyum menatap ke arah ponsel sembari duduk memeluk guling di atas kasur.     

Richard mengerucutkan bibirnya sekilas kemudian berlalu, sesampai di dalam kamar Richard menemukan pemandangan yang sama anehnya. Isterinya tengah menghadap ke cermin dan sesekali tersenyum.     

"Mengapa orang di rumah ini mendadak menjadi senang tersenyum?" Tanya Rich, Christabell terjingkat dan segera menoleh ke arah suaminya.     

"Apa yang kau lakukan Mrs. Anthony, mengapa kau tersenyum melihat dirimu sendiri di depan cermin?" Tanya Richard, "Aku juga melihat Adrianna tersenyum sendiri menatap ke layar ponselnya. Ada apa dengan kalian?" Imbuhnya.     

Christabell berjalan cepat ke arah pintu kemudian mengunci pintu itu dari dalam dan segera menggandeng suaminya untuk duduk di atas ranjang.     

"Kau ingin bercinta malam ini?" Tanya Richard polos.     

Christabell membulatkan matanya dengan senyum konyol sambil bergidik. "Nope!"     

"Jadi mengapa harus mengunci pintu?"     

"Aku ingin bicara, tapi ini sedikit rahasia." Jawab Bell.     

Richard menghela nafas dalam. "Mengapa perempuan senang sekali bermain rahasia." Gerutunya.     

Christabell menatap ke arah suaminya. "Coba gambarkan ekspresi wajahku saat pertama kali kau menciumku."     

Richard tampak shock dengan pertanyaan isterinya itu. "It was a very long time ago, aku bahkan sudah lupa." Seloroh Richard dan itu membuat Christabell gemas.     

"Richard, aku serius." Tukas Christabell dengan wajah serius.     

Richard menatap suaminya. "Apa sepenting itu menanyakan ekspresimu saat pertama kali aku menciummu, mengapa tidak kita lakukan saja lagi."     

"Itu sudah berbeda."     

Rich tampak merengut. "Apa itu berarti perasaanmu padaku sudah luntur?"     

Christabell memutar matanya, "Segala sesuatu yang pertama kali sensasinya pasti berbeda Rich, jadi tolong gambarkan itu."     

Richard menyipitkan matanya, bibirnya mengerucut sekilas, seolah dia serius membayangkan wajah isterinya saat pertama kali Richard menyentuhnya. "Wajahmu merona merah, dan kau terlihat salah tingkah." Ujar Rich.     

"Exactly." Christabell menjentikkan jarinya hingga berbunyi "klik"     

"Apanya yang exact?" Tanya Rich bingung.     

Christabell menghela nafas dalam, "Aku akan mengatakannya dengan syarat."     

Ricahard menggeram, " Mengapa selain senang membuat rahasia kalian juga senang mengajukan syarat, apa perempuan serumit itu?" Gerutunya lagi.     

"Kau ingin dengar tidak?" Christabell melipat tangannya di dada. Meskipun mereka sudah melewati belaan tahun usia pernikahan tapi pembicaraaan diantara mereka terkadang terdengar kekanakan.     

"Ok, katakana syaratnya."     

"Jangan melakukan apapun setelah mendengarnya, kau cukup tahu dan tidak perlu bereaksi." Christabell menerangkan syaratnya. Richard tidak langsung setuju, syarat semacam itu hanya di berikan jika berita itu kemungkinan bersar akan memancing reaksinya.     

"Bagaimana jika aku tetap bereaksi setelah mendengarnya?" Tanya Rich, dia bukan orang yang bisa menerima persyaratan begitu saja, selalu ada win-win solution yang menjadi pilihan. Diplomasi Richard terkenal sangat tajam dan dia selalu berhasil berdiplomasi dengan para koleganya hingga menghasilkan stengah atau bahkan setengah lebih keuntungan untuk dirinya dari kelihaiannya berdiplomasi.     

Christabell mengigit bibirnya. "Em, mungkin kau tidak akan mendapatkan pelayanan ekstra selama beberapa waktu, em… maksudku sampai batas waktu yang belum di tentukan." Ujar Bell dengan nada jual mahal. Dia sengaja mengintimidasi suaminya di bagian paling intim agar tidak ada pilihan lagi selain menerima syarat darinya.     

Richard mengerang, "Kau tahu titik kelemahanku, dan ini pertamakalinya aku kesal saat diajak berdiplomasi."     

Christabell tertawa geli melihat suaminya sekonyol itu. "Jadi kau menerima syaratku Mr. Anthony?" Christabell mengulurkan tangannya dan meminta suaminya menjabat tangannya.     

"Ok." Richard akhirnya mengalah, dia menjabat tangan isterinya itu dan keduanya mengatakan hal yang sama "Deal"     

Christabell menelan ludah, dia teringat janjinya pada Adrianna, apakah Richard akan bereaksi berlebihan saat mendengar apa yang dia pikirkan atau tidak. "Aku merasa Adrianna mungkin sudah berciuman dengan Javier." Itu yang terlintas di benak Christabell, namun yang keluar dari bibirnya adalah. "Aku mencintaimu Richard Anthony." Bell membatalkan niatnya mengatakan apa yang sedang dia pikirkan.     

Richard segera menerkam isterinya itu dan membuat Christabell tertindih oleh tubuhnya. "Jangan berbelit-belit, jika kau ingin bercinta katakana saja." Richard benar-benar tidak mencurigai Christabell tampaknya. Richard segera melampiaskan hasratnya pada sang isteri dan keduanya menemukan puncak kenikmatan dalam hitungan tak lebih dari lima menit setelah memulai permainan.     

"Maaf, sepertinya aku kelelahan." Richard terlihat menyesal karena tidak bisa membiarkan isterinya menemukan pelepasan lebih dulu dibandinkan dirinya.     

"It's ok pak tua." Sindir Christabell dengan seringai lebar. Bukan karena eksplorasi atau blow job yang dilakukan Rich kurang, tapi pikiran Christabell bercabang, dia masih memikirkan apa yang mungkin sudah dilakukan puterinya dengan remaja.     

"Rich, aku ingin berandai-andai denganmu." Christabell bergelayut di pelukan suaminya itu, mereka sama-sama dalam keadaan telanjang hanya berbalut selimut.     

"Apa yang kau pikirkan sayang?" Tanya Richard.     

Christabell memutar-mutar jarinya di atas dada suaminya, "Bagaimana jika Adrianna memiliki kekasih di usianya sekarang?'     

Richard mengerucutkan bibirnya."Sebenarnya tidak masalah asal dia bersama dengan orang yang tepat."     

"Maksudmu?" Christabell menyangga wajahnya dengan satu tangan, dan mendongak menatap suaminya.     

"Pertama kali aku memiliki kekasih saat usiaku limabelas tahun kurasa, dan Adrianna sudah setahun lebih tua dariku saat pertama kali berpacaran." Jawab Richard.     

Christabell jadi penasaran. "Siapa pacar pertamamu?"     

Richard tersenyum lebar. "Itu sudah puluhan tahun lalu, aku bahkan lupa namanya, Daisy atau siapa, entahlah."     

"Dasar playboy." Christabell mencubit ujung hidung Richard dan itu membuat Rich meringis geli.     

Christabell mendesak dengan pertanyaan lebih lanjut. "Jadi menurutmu apakah akan baik-baik saja jika Adrianna have sex with her boyfriend?"     

"NO!" Jawab Richard cepat.     

"But you did that things with your first girlfriend."     

Richard menatap isterinya itu. "Aku berpacaran, but we don't do that things."     

"What about kiss?" Tanya Christabell lagi.     

Richard mengerucutkan bibirnya sekilas. "Aku sudah membuat kesepakatan dengan Adrianna, dia tidak akan berpacaran sampai usianya tujuhbelas tahun. "     

"But she almost seventeen."     

"I know, tapi masih belum tujuh belas."     

Christabell bergidik, "Ok." Dia akan menyudahi pembicaraan dengan suaminya perihal puterinya, Richard mungkin akan bereaksi berlebihan jika pembicaraannya lebih dari ini.     

"Kau mencemaskan puterimu?" Tanya Richard.     

"Sedikit. " Jujur Christabell sembari merebahkan kepalanya ke lengan sang suami.     

Richard mengusap-usap rambut isterinya itu, "Mungkin memang seperti ini rasanya menjadi orang tua. Saat mereka kecil kita selalu khawatir jika mereka sakit fisik, dan setelah mereka dewasa kita takut jika hati mereka tersakiti."     

"Kau benar." Jawab Christabell. "Apa pendapatmu soal Javier… Javier…." Christabell mencoba mengingat nama lengkap remaja itu.     

"Walton.��� Richard menggenapi nama remaja pria itu.     

"Adrianna mengatakan padaku jika pagi ini kau bertemu dengannya."     

"Ya." Jawab Rich.     

"Apa kau mengenal keluarganya?" Christabell tahu betul seperti apa suaminya. Richard pasti akan mencari tahu siapa yang sedang berusaha mendekati bahkan mungkin mengencani puterinya itu.     

"Dia putera kedua keluarga Walton, salah satu pengusaha di bidan realestate di kota ini. Mereka berasal dari Nevada."     

"Oh." Christabell mengangguk. "Jadi apa pendapatmu soal dia?"     

"Sangat percaya diri, tapi kurasa dia akan menjaga Adrianna dengan baik."     

"Bagaimana kau bisa seyakin itu Rich?"     

Richard mengerucutkan bibirnya sekilas kemudian tersenyum lebar, "Aku melihat dia sedikit mirip denganku."     

"Jadi kau berpikir dia akan sama bertanggungjawabnya denganmu?" Tanya Bell.     

"Setidaknya aku setia sayang, itu yang bisa kubanggakan dari diriku." Richard memperketat pelukannya pada sang isteri. "Yang harus kau lakukan adalah memberitahu puterimu batasan-batasan yang jelas, aku tidak mungkin mengatakannya karena aku ayahnya."     

"Ok." Christabell mengangguk.     

"Lagipula dia lebih mendengarkanmu dibandingkan denganku." Ujar Richard.     

Christabell mendongak menatap suaminya, "Itu karena hampir seluruh isi pembicaraannya denganmu adalah larangan, sisanya perintah." Seloroh Bell, dan Richard tersenyum setuju.     

"Dia puteriku, kehormatanku terletak di pundaknya. Dia harus menjaga keluarga ini meskipun dia perempuan, aku melihat banyak potensi yang ada pada dirinya dan tidak ingin semua potensi itu sia-sia saat dia harus mengorbankan hidupnya demi kenikmatan sesaat yang sisanya membawa kesengsaraan dalam hidup."     

"Kau tidak berpikir membuatnya menjadi sepertimu kan?" Tanya Bell.     

Richard menghela nafas dalam. "Tidak jika kau bisa mengubah puteramu untuk jadi lebih bertanggungjawab."     

"Richard, dia masih anak-anak." Christabell tampak protes.     

Richard menekuk satu lengannya dan meletakannya di atas dadannya. "Saat aku seusianya, ayahku sudah meletakkan banyak tanggung jawab di pundakku."     

"Karena kau putera satu-satunya Rich."     

Richard menatap isterinya. "Bukan itu sayang."     

"Lalu?" Tanya Bell.     

"Aku laki-laki, aku akan menanggung hidup keluargaku saat aku dewasa. Ayahku selalu berharap aku bisa tumbuh dewasa, menemukan gadis yang baik dan berbisnis sepertinya, juga membangun keluarga. Meski beberapa waktu aku sempat menghancurkan harapannya dengan menolak menikah dan bahkan tidak percaya juga tidak tertarik pada pernikahan. Tapi sejak kecil ayahku sudah mendesignku untuk menjadi bertanggung jawab."     

Bell tertunduk, "Maaf jika caraku memperlakukan Ben membuatmu tidak senang."     

"Bukan itu sayang, Ben seharusnya lebih serius menjalani hidupnya. Aku tidak memintanya terjun ke perusahaan, setidaknya dia bisa memperbaiki nilai-nilai akademisnya, meskipun itu juga bukan jaminan, tapi aku ingin dia mengikuti jejakku terjun ke dunia bisnis dan bukannya menjadi musisi."     

Christabell menghela nafas dalam. "Tunggu sampai kau bisa mengajaknya bicara lebih serius Rich, soal masadepannya, soal pilihan-pilihan dalam hidupnya."     

Richard mengangguk setuju. "Mungkin memang semuanya tidak bisa sama seperti dulu. Jaman berubah, cara berpikir orangpun berubah."     

"Iya." Christabell mengiyakan. "Aku tidak ingin menuntut putera atau puteriku untuk menjadi apa yang tidak mereka sukai, tapi jika menurutmu itu salah, aku akan bicara dengan mereka."     

Richard mengecup kening isterinya, "Itu tidak salah, hanya saja bisnis ini sudah di bangun turun teumurun oleh keluarga dan pendahulu keluarga. Tidak mungkin kita menyudahinya begitu saja, sudah menjadi tanggungjawab yang harus dipikul oleh penerus keluarga, dan penerusku adalah Ben dan Adrianna. Aku berharap banyak pada Adrianna karena banyak potensi yang kulihat darinya, tapi tidak menutup kemungkinan Ben akan membuatku terkejut dengan kemampuannya saat dia besar nanti."     

Christabell melilitkan lengannya di perut sang suami semakin erat. "Aku berharap begitu." Pembicaraan sebagai orang tua ternyata tidak selalu berjalan sependapat, tapi tidak harus bertengkar karena perbedaan sudut pandang dan cara pikir. Toh semua yang diinginkan orang tua adalah kebahagiaan anak-anaknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.