THE RICHMAN

The Richman - Personal Asistance



The Richman - Personal Asistance

1Sudah dua minggu ini Adrianna menjadi personal asisten Aldric Bloom. Awalnya Adrianna benar-benar bisa bersikap netral ketika dekat dengan pria itu, tapi setelah semakin lama menghabiskan waktu bersama dengan Aldric, Adrianna menemukan banyak keunikan dari pribadi Aldric dan kesemuanya justru membuat pria itu menjadi semakin mempesona.     

"Hi boss." Sapa Adrianna begitu dia masuk ke dalam ruangan sang bos. Tidak lupa dia membawakan kopi instan yang dia beli dari kedai kopi yang terletak beberapa blok dari kantor mereka.     

"Hi." jawab Aldric, sepersekian detik dia menatap ke arah gelas kopi instan itu.     

Aldric mengeja tulisan tangan yang tertera di gelas espresso instan yang selalu di bawakan oleh asistennya itu. "Have a nice day boss."     

"Kau yang menulis ini?" Tanya Aldric.     

Adrianna tersenyum lebar, "Aku tadi meminjam spidol dan menulisnya, kupikir itu akan membuatmu lebih bersemangat hari ini."     

"Thanks." Aldric menyesap kopi itu dari gelas instan di tangannya. Sementara Aldric menatap Adrianna. Salah satu kebijakan Aldric yang menguntungkan dirinya adalah dengan membagi ruangannya dengan Adrianna. Dia hanya menempatkan satu meja lainnya di dalam ruangan Aldric yang berhadapan dengannya.     

"Aku masih menunggu laporanmu." Ujar Aldric menagih pekerjaan Adrianna. Sebuah pekerjaan yang mengharuskan Adrianna untuk tidak tidur hingga menjelang pagi.     

"Ya aku sudah menyelesaikannya semalam pukul satu dinihari." Adrianna mengambil tumpukan map dari atas mejanya yang sempat dia tenteng dengan tas besar dan meletakkannya di atas meja Aldric.     

"Wow, dedikasi tinggi pada pekerjaan. Permulaan yang cukup baik." Aldric menatap sekilas ke arah Adrianna.     

"Em, tadi pagi aku membuat sandwich." Adrianna berkata ragu dia tampak masih berdiri di hadapan Aldric.     

"Lalu?" Pancing Aldric.     

"Em... aku membawakannya untukmu. Kupikir kau belum sarapan." Adrianna terlihat canggung dan malu-malu saat mengutarakannya.     

Aldric bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan ke arah meja Adrianna, kemudian mengambil kotak bekal dan membawanya ke sofa. "Mari kita sarapan." Ujarnya ditutup dengan senyuman ke arah Adrianna. Gadis itu menyambar kopi di atas meja Aldric, kemudian mengambil gelas latte dari atas mejanya dan membawanya ke arah sofa.     

"Em... ini enak." Pujinya begitu mengunyah gigitan pertama di dalam mulutnya. "Kau yakin kau sendiri yang membuat sandwich ini?" Aldric memicingkan matanya. "Aku tahu di rumahmu ada chef profesional yang memasak untuk kalian."     

Adirianna membulatkan matanya, "Aku membuatnya dengan kedua tanganku." Ujarnya kesal, dan itu membuat Aldric terkekeh."Pemarah." Godanya.     

"Kau tahu, di apartmentku aku tidak punya asisten rumahtangga. Semua kulakukan sendiri termasuk membuat makanan jika aku tidak sedang makan diluar."     

Alis Adrianna, "Apa kau terlalu pelit untuk membayar gaji asisten rumahtangga?"     

"Aku seorang pria lajang, bagaimana jika aku tinggal dengan asisten rumahtanggaku di dalam apartmentku hanya berdua saja?" Tanya Aldric.     

"Kau masih memikirkan norma kesusilaan?"     

Aldric tersenyum lebar, "Aku takut saat malam hari dan aku berniat untuk berjalan ke kamarnya." Seloroh Aldric dan lelucon konyol itu sempat membuat Adrianna terkikik geli. Tapi tawanya terganggu dengan panggilan masuk di ponselnya dari nomor ponsel yang tidak dia kenal.     

"Sebentar." Adrianna mengambil jarak untuk menerima panggilan itu.     

"Halo." Sapa seseorang saat Adrianna menerima panggilan itu.     

"Halo." Jawabnya ragu, beberapa detik orang di seberang sempat terdiam sebelum akhirnya kembali bicara. "Ini aku." Ujarnya singkat.     

Adrianna sempat mencoba mengingat suara itu, "Siapa?" Tanya Adrianna lirih, dia tidak yakin dengan yang dia pikirkan.     

"Javier." Jawab pria di seberang singkat. Setelah empat tahun dia tidak memberikan kabar, mengapa sekarang dia menghubunginya kembali. Adrianna menatap ke arah layar ponsel, melihat kode negara yang memanggil dan itu jelas bukan kode negara Australia, tempat Javier berada seharusnya.     

"Kau ada di New York?" Tanya Adrianna, wajahnya benar-benar terlihat seperti seseorang yang sedang shock. Sementara Aldric melihat semua pemandangan itu dan mulai menyimpulkan apa yang sedang dialami Adrianna, asisten pribadinya itu.     

"Ya. Dua hari lalu aku pindah ke New York setelah menamatkan pendidikanku." Ujarnya. "Bisakah kita bertemu malam ini?" Tanya Jav.     

Adrianna menatap ke arah Aldric yang juga terlihat menebak-nebak dengan siapa Adrianna berbicara. "Malam ini?" Adrianna mengulang ajakan Javier.     

"Ya, malam ini. Aku akan menjemputmu." Javier masih begitu percaya diri, bahwa Adrianna masih menyimpan ruangan dihatinya untuk dirinya saat dia kembali.     

"Jav, sorry. Aku tidak bisa." Tolak Adrianna. "Maaf, aku sedang sibuk sekarang." Adrianna mengakhiri panggilan itu, dengan gugup dia kembali ke arah sofa dan langsung menyesap kopinya dalam beberapa teguk untuk menetralisir dirinya.     

"Kau tampak tidak baik-baik saja." Aldric menatap ke arah Adrianna. "Siapa yang menghubungimu?" Tanyanya.     

Adrianna menghela nafas dalam, "Seseorang dari masa lalu." Jawabnya singkat. Meskipun hubungan mereka adalah hubungan profesional antara boss dan anakbuah, tapi dalam beberapa situasi Aldric dan Adrianna memposisikan diri mereka sebagai teman.     

Aldric menyipitkan matanya, "Biar kutebak, itu pasti kekasihmu." Ujarnya yakin, sementara Adrianna menggeleng lemah, tatapannya kosong. "Entahlah, kami tidak pernah memiliki hubungan seperti yang kau pikirkan."     

"Lalu mengapa kau terlihat begitu terguncang setelah menerima panggilan darinya?" Aldric tidak bisa mencerna situasi yang dialami Adrianna saat ini.     

Adrianna menghela nafas dalam, "Empat tahun lalu, aku begitu yakin jika aku mencintainya."     

"Lalu sekarang?"     

Adrianna mengangkat bahunya, "Dia datang dan pergi sesuka hatinya, dan aku takut jika suatu saat nanti dia pergi lagi dengan cara yang sama."     

"Dan kau akan terluka lagi?"     

Adrianna membalas tatapan Aldric, "Bisakah beritahu aku, apa alasan seorang pria yang menjalani hubungan jarak jauh dengan kekasihnya memilih untuk menghilang dan memutus kontak dengan kekasihnya itu?"     

Aldric mengerucutkan bibirnya sekilas, "Dia bertemu wanita lain."     

"Apa sedangkal itu cara berpikir pria?" Protes Adrianna.     

Aldric tersneyum lebar, "Jangan salahkan kami, kami adalah makhluk yang haus sentuhan. Kami tidak bisa membayangkan sesuatu dan merasakannya seolah nyata, kami makhluk real. Salah satu alasan pria menghilang, mungkin karena menemukan wanita yang lebih mudah di jangkau."     

"Apa bagi kalian komitment itu tidka penting?"     

Aldric mengangkat alisnya sekilas, "Terkadang penting, tapi terkadang juga bukan sesuatu yang mutlak."     

"Sial." Gumam Adrianna, dan itu membuat Aldric tersenyum. "Satu-satunya cara untuk memastikan perasaanmu pada mantan kekasihmu adalah temui dia. Jangan berandai-andai dan menyimpulkan sesuatu berdasarkan ilusi. Kau harus bertemu, dan rasakan langsung apakah kau masih menginginkannya atau tidak."     

Adrianna menghela nafas dalam. "Thanks boss." Ujarnya. "Sebaiknya aku kembali bekerja, duduk diam hanya akan membuat pikiranku semakin liar." Adrianna bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan menuju meja kerjanya. Dia mengambil beberapa berkas dan dia bawa keluar ruangan. Beberapa berkas itu sudah ditandatangani oleh Aldric dan akan dia serahkan pada bagian pembuat kontrak untuk menindak lanjutinya.     

Sementara itu di dalam ruangan, Aldric melanjutkan menikmati sepotong sandwich yang dibuat oleh Adrianna untuknya. Sebenarnya ini adalah jenis makanan paling sederhana yang bahkan bisa dibuat oleh anak usia tujuh tahun tanpa bantuan orang tua, tapi karena Adrianna membuatnya dengan tangannya sendiri, entah mengapa Aldric merasa sepotong sandwich sederhana menjadi begitu spesial baginya.     

Pria itu jatuh hati pada Adrianna pada pandangan pertama saat dia datang untuk bergabung dalam acara makan siang yang diadakan Richard Anthony untuk kelulusan puterinya. Dan selama dua minggu terakhir, saat mereka berada lebih dekat dan semakin dekat, Aldric melihat Adrianna sebagai sosok yang kian menarik. Meski hingga di dua minggu mereka bekerjasama, Adrianna masih menganggapnya sebagai boss secara profesional, itu saja. Keadaan mungkin akan sedikit menjadi lebih rumit jika masalalu Adrianna datang dan mengganggu mereka berdua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.