THE RICHMAN

The Richman - Hospital



The Richman - Hospital

2Setelah makan malam, Javier menawarkan untuk mengatar pulang Adrianna. "Kau ingin kuantarkan pulang?" Tanyanya. Sempat mempertimbangkan, tapi dengan kondisinya saat ini, tetap tinggal di perkemahan hanya akan membuat orang-orang disekitarnya menjari repot. Dalam hati Adrianna dia masih sangat ingin menikmati moment bersama dengan Javier dibawah gelapnya langit malam itu yang dipenuhi dengan bintang-bintang. Syukurlah malam itu udara tidak begitu dingin dan langit tidak mendung.     

"Ini sudah sangat larut." Adrianna mempertimbangkan perjalanan pulang mereka yang masih harus memakan waktu dua jam.     

Jav meraih tangan Adrianna, "Aku takut lukamu akan mengalami infeksi. Setidaknya kita bisa mampir ke rumahsakit sebelum pulang ke rumah." Ujar Javier. Setelah dibiarkan selama dua jam, lutut Adrianna membengkak hingga kakinya tidak bisa ditekuk dan kulit di sekitar lukanya berubah membiru.     

Adriann mengigit bibirnya, "Jika menurutmu itu pilihan yang baik." Jawabnya ragu. Javier segera menyambangi para guru yang sedang duduk di dalam tenda dan membahas banyak hal, dia meminta ijin untuk mengantar Adrianna pulang.     

"Apa kondisinya memburuk?" Tanya Mss. Catherine.     

"Aku menghawatirkannya." Jawab Javier.     

Mr. Oswald bangkit dari tempatnya duduk, "Biar kuantar Adrianna pulang."     

"Tidak Sir, aku bisa melakukannya." Tolak Javier cepat, dan itu membuat Mr. Oswald mengurungkan niatnya, "Ok jika kau bersikeras."     

Para guru menyambangi Adrianna yang sedari tadi tidak beranjak dari kursi yang ditempatinya karena kakinya tak lagi bisa di tekuk.     

"Oh lukanya tampak memburuk." Mss. Emily merunduk untuk melihat lukanya. "Segera kita larikan saja kerumahsakit." Ujarnya.     

"Aku akan membawanya kerumahsakit, tolong berikan nomor ponsel ayahnya padaku." Ujar Javier, dan Mr. Oswald segera mengirimkan nomor ponsel ayah Adrianna pada Javier. Setelah menerima persetujuan dari para gurunya, dibantu dengan Mr. Oswald, Adrianna dibawa ke mobil Javier.     

Javier menutup pintu mobilnya, sebelum memutar dia menitipkan pesan pada Mr. Oswald untuk tidak menghubungi keluarga Adrianna, aku tidak ingin mereka panic Sir." Ujar Javier, "Aku akan menghubungi mereka setelah Adrianna mendapatkan perawatan dan memastikan kondisinya baik-baik saja."     

Mr. Oswald mengkerutkan alisnya. "Apa kau yakin tidak butuh bantuan kami?" Tanyanya penuh kekhawatiran. Javier menggeleng, sejurus kemudian dia memutari mobil dan masuk kemudian duduk di kursi belakang kemudi.     

Saat menoleh Javier melihat Adrianna berlinangan air mata sambil memegangi kakinya, rahang Jav mengeras sekilas.     

"Kau akan baik-baik saja." Wajah kepanikan Javier Walton tampak nyata di mata Adrianna. Dia meraih tangan Adrianna dan mengecupnya. Sementara gadis itu berlinangan air mata menahan rasa sakit karena begitu masuk kedalam mobil, terpaksa kakinya sedikit tertekuk, meskipun Javier sudah memundurkan jok mobilnya tapi tetap saja, mobil dua penumpang itu tetap tidak bisa membuat kaki Adrianna benar-benar lurus.     

Jav segera menyalakan mesin dan memutar kemudi hingga mobil berbelok ke arah berlawanan. Kakinya menginjak pedal gas semakin dalam dan mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Satu tangan Javier memegang erat kendali dari stir mobilnya sementara satu tangan lainnya memegangi tangan Adrianna. Gadis itu bersandar di sandaran kursi dan mulai terpejam. Waktu dua setengah jam bukanlah waktu yang sebentar dalam kondisi darurat seperti ini.     

Tidak ada yang diinginkan Javier selain cepat sampai di rumahsakit terdekat dan memastikan Adrianna mendapatkan perawatan yang tepat. Dengan bantuan dari piranti google map, Javier menemukan rumahsakit terdekat dan segera berbelok menuju ke arah rumahsakit itu. Tidak terlalu besar rumahsakitnya.     

Begitu tiba, Javier segera turun dari mobil dan meminta petugas yang berjaga untuk membantu membawa Adrianna. Dua orang perawat membantu Javier dan segera memindahkan Adrianna ke bed pasien sebelum dibawa masuk ke ruang IGD.     

Suhu tubuh Adrianna di check begitu juga dengan lukanya. Adrianna langsung menerima beberapa suntikan juga infus yang dipasang di tangan kirinya karena tangan kanannya terluka. Rupanya untuk kula di tangan kanan cukup dalam hingga harus kembali dibersihkan, setelah itu dijahit untuk membuat lukanya lebih mudah menutup. Selain itu luka di lutut juga cukup lebar hingga harus dibersihkan ulang dan di lakukan rontgn untuk memastikan kondisi tulang didalamnya.     

Javier terus memegangi tangan Adrianna sementara gadis itu meringis kesakitan saat harus menerima jahitan. Dokter tidak memberikan anastesi karena suhu tubuh Adrianna diatas suhu normal. Mungkins aja terjadi infeksi pada lukanya saat ini.     

"Suhu tubuhnya naik, terjadi sepsis pada lukanya dan kami sedang mencoba melokalisirnya." Ujar sang dokter.     

Javier menelan ludah, kenyataan itu cukup mengguncang dirinya. Sepsis adalah infeksi yang terjadi pada luka yang dialami seseorang, dan itu sangat berbahaya bagi keselamatan jiwa si penderita. "Apa dia akan baik-baik saja?"     

"Mudah-mudahan." Dokter menepuk pundak Javier. Dua orang perawat yang tadi membantu menangani luka Adrianna mendorong gadis itu keluar dari IGD untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. Sementara Javier terus mengikuti kemanapun Adrianna di bawa.     

Hampir dinihari saat Adrianna selesai dengan penanganan dan masuk ke ruangan perawatan. Dia jatuh tertidur setelah diberikan suntikan pereda rasa nyeri. Javier menatap ke layar ponselnya, nomor Richard Anthony, ayah dari Adrianna terpampang di layar telepon pintarnya. Tapi Javier masih mempertimbangkan apakah akan memberikabar selarut ini atau menunggu esok hari.     

Perawat yang berjaga baru saja memeriksa suhu tubuh Adrianna dua jam lalu dan mengatakan jika suhunya mulai turun, itu pertanda baik, imunitas Adrianna cukup kuat untuk melawan infeksi yang terjadi.     

Berbekal informasi itu akhirnya Javier menyimpan kembali ponselnya di saku celana. Dia terus mengusap lembut tangan Adrianna. Sementara gadis itu tertidur pulas setelah rasa sakitnya cukup membaik.     

Javier bahkan jatuh tertidur di sisi ranjang tempat Adrianna berbaring hingga pagi datang. Adrianna yang pagi itu merasa lebih baik tampak sudah membuka mata. Seulas senyum mengembang di wajahnya tatkala dilihatnya Javier tertidur di sisinya. Adrianna bahkan sempat mengusap-usap lembut rambut Javier.     

Tak berapa lama Javier tampak bergerak, dia mulai terbangun, dan langsung terkesiap saat menatap Adrianna sudah bisa tersenyum.     

"Bagaimanan keadaanmu?" Tanya Javier cemas.     

Adrianna tersneyum sekali lagi, "Jauh lebih baik, terimakasih sudah membawaku kerumahsakit."     

Jav menghembuskan nafas lega. "Aku akan menghubungi orang tuamu." Ujar Jav, dia merogoh ponsel di saku celananya dan Adrianna meraih tangannya.     

"Don't." Ujarnya singkat, Javier tertegun menatap Adrianna, sementara gadis itu mengigit bibirnya, "Can we enjoy this time, just the two of us?" Ucapnya ragu. Javier mempertimbangkan beberapa saat kemudian menjawab. "Aku sangat ingin menikmati waktu bersamamu, berdua saja. Tapi orang tuamu akan cemas jika menghubungimu dan tidak mendapatkan balasan, kau bahkan kehilangan ponselmu bukan?"     

Akhirnya Adrianna mengalah, Jav menelepon ayah Adrianna.     

"Halo" Javier sebenarnya gugup, tapi di depan gadis yang disukainya dia jelas menyembunyikannya.     

"Siapa ini?" Jawab Richard di seberang. Memang benar, suara ayah Adrianna begitu berwibawa dengan timbre berat dan intimidatif.     

"Javier Walton." Jawab Jav.     

Di seberang sana alis Richard bertaut dalam mendengar anak itu menghubungi dirinya, seingat Richard dia tidak melihat si Walton muda saat melepas puterinya untuk berkemping. "Mengapa kau menghubungiku?"     

"Aku bersama Adrianna." Jawab Jav.     

Rahang Richard mengeras, "Apa maksudmu kau bersama puteriku sekarang?" Tanyanya tegas.     

"Adrianna mengalami kecelakaan kecil saat kemping semalam. Aku membawanya kerumahsakit karena beberapa guru harus tetap stand by di lokasi untuk menjaga anak-anak lain." Jawab Javier.     

Richard menghela nafas dalam, seperti sudah diperkirakan sebelumnya. Kekhawatiran Richard kini terbukti, puterinya mengalami celaka saat mengikuti perkemahan itu, seharusnya Rich lebih gigih untuk bergabung dengan perkemahan anak-anak sekolah itu demi menjaga puterinya.     

"Berikan aku alamat rumahsakitnya." Jawab Richard.     

"Akan kukirim melalui pesan singkat."     

Pembicaraan itu berakhir dengan begitu kaku. Richard segera memberitahu Christabell dan mereka bergegas untuk bersiap dan menuju rumahsakit tempat puteri mereka dirawat.     

***     

Setibanya dirumah sakit, Javier langsung keluar dari kamar perawatan karena Richard dan Christabel langsung menemui puterinya.     

"Kita akan pindah rumahsakit dan melakukan general check up." Ujar Richard.     

Christabell menoleh, "Tidak perlu sayang. Kita akan menunggu dokternya datang dan berkonsultasi sebelum menentukan langkah selanjutnya." Sementara sang isteri menghawatirkan puterinya, Richard keluar dari ruangan dan duduk di kuri luar. Richard menghubungi dokter keluarga untuk berkonsultasi meski itu belum terlalu perlu, toh puterinya juga berada di tangan orang yang tepat. Namun setelah mendengar penjelasan dari dokter keluarga bahwa mereka harus menunggu dokter yang bertanggungjawab merawat Adrianna dan melihat hasil rontgn sebelum mengambil langkah selanjutnya.     

Richard duduk diam di luar ruangan rawat, tiba-tiba Javier muncul dengan dua cup kopi.     

"Sir." Ujarnya sambil menyodorkan cup kopi itu pada ayah Adrianna. Richard awalnya tampak tak bersahabat dan sulit di dekati, tapi kemudian dia melunak. Setidaknya dia harus mencari tahu kronologis kejadian yang menyebabkan puterinya seperti itu.     

"Apa yang terjadi semalam?" Tanya Rich setelah menyesap kopi dari gelas ramah lingkungan yang dibawa oleh Jav.     

Javier menghela nafas dalam. "Aku datang terlambat ke acara perkemahan, dan saat aku tiba di sana semua orang tengah panic mencari Adrianna. Temannya Betty mengatakan jika Adrianna tidak kembali ke tenda setelah mencari ranting kayu untuk api unggun."     

Rahang Richard mengeras. "Lalu?" Tuntutnya tanpa menatap ke arah lawan bicaranya.     

"Beberapa orang terutama anak laki-laki masuk ke dalam hutan untuk mencari, dan aku menemukannya. Dia terluka saat kami bertemu, dia bahkan kehilangn ponselnya."     

Richard menoleh, "Kau yakin tidak ada yang berusaha menyakiti puteriku?"     

Jav menggeleng, "Tidak, kurasa tidak. Dia hanya melihat sesuatu lalu panik dan berlari hingga tersesat dan jatuh tersandung akar kayu. Javier tidak menceritakan detailnya, meskipun semalam saat makan malam Adrianna sempar membisikkan padanya apa yang sebenarnya dilihat olehnya hingga membuat gadis itu lari terbirit-birit dan jatuh. Jav dan Adrianna sepakat untuk menjadikan itu sebagai rahasia mereka berdua saja. Dan tampaknya Jav memegang rahasia itu.     

"Aku akan menyelidiki kasus ini sampai tuntas." Ujar Richard.     

Javier tersenyum sekilas. "Adrianna tidak memiliki musuh di sekolah, dia anak yang baik." Ujar Jav, pria muda itu tampak lima tahun lebih tua dari usianya saat mengatakannya. Dia terlihat begitu matang, sungguh pemikiran yang terbalik dengan Richard Anthony sang ayah.     

"Tanyakan saja pada puterimu, dan belajarlah percaya padanya." Javier bangkit dari tempatnya duduk. "Saya permisi." Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan untuk Adrianna setelah kedua orangtuanya datang. Meskipun Javier dan Adrianna saling menyukai, tapi Adrianna pernah mengatakan jika dia juga harus tetap memegang komitment dengan ayahnya soal tidak berpacaran hingga usianya tujuhbelas tahun. Dan Javier menghormati keputusan gadis itu. Meskipun sesungguhnya Jav yang terpaut satu tahun diatas usia Adrianna sudah sangat ingin menjadikan Adrianna miliknya tapi dia tetap harus menundanya sampai Adrianna menerimanya sebagai kekasih.     

Richard menatap sekilas kepergian Javier, tidak ada ucapan terimakasih. Entah mengapa Richard tampak tidak siap menerima kehadiran orang lain di hati puterinya. Biasanya dia yang selalu menjadi idola dan panutan bagi Adrianna. Bahkan hingga berusia sepuluh tahun Adrianna masih senang bergelayut di pelukan ayahnya. Namun setelah beranjak dewasa Adrianna mulai menarik diri dan tampak sering sekali berbeda pendapat dengannya. Richard lupa bahwa cara memperlakukan balita, anak usia sepuluh tahun dan remaja harusnya berbeda, tapi Richard selalu menganggap Adrianna adalah puteri kecilnya yang selalu dia gendong dan harus dia lindungi dari siapapun yang berpotensi menyakitinya, termasuk remaja yang mungkin bermain hati dengan puterinya itu.     

Richard menghela nafas dalam, dia berjalan masuk dengan gelas cup yang di berikan Javier padanya lalu meletakkannya di atas meja. Jav memilih duduk di sofa tak jauh dari tempat Adrianna dibaringkan sementara Christabell terus memegangi tangan puterinya dan duduk di sisi tempat tidurnya.     

"Ceritakan pada daddy apa yang terjadi?" Richard tidak bisa menunda mencari tahu, baginya mencari tahu fakta tentang satu hal adalah sebuah hoby tampaknya.     

"Em, aku dan Betty sedang mencari ranting dengan teman-teman lain. Kebetulan kami berpencar dan tidak sengaja aku melihat sesuatu, tapi aku juga tidak yakin apa itu." Ujar Adrianna, dia tidak pandai berbohong sama seperti ibunya.     

"Beruang?" Tanya Richard, jelas sekali tidak ada beruang di sana.     

"Entahlah, aku tidak berpikir untuk melihat lebih dekat, aku hanya panic dan langung berlari. Sampai aku tidak tahu jika sudah terlalu jauh. Saat aku terjatuh dan kakiku terluka aku baru sadar ponselku hilang dan aku tidak tahu jalan kembali."     

Richard mencoba mensinkronisasi cerita versi Javier dan versi puterinya. Dan tampaknya keduanya match.     

"Lain kali kau harus lebih hati-hati." Ujar Richard, dan itu membuat Christabell menoleh kea rah suaminya. Richard tidak pernah semudah itu melepaskan anak-anaknya, biasanya Rich akan mencecar hingga menemukan fakta tapi Richard merasa bahwa kata-kata Javier ada benarnya. Sudah selayaknya sebagai seorang ayah, dia harus percaya pada puterinya.     

"Ok, daddy akan menemui dokter yang menanganimu dan berkonsultasi." Richard meninggalkan Adrianna dan ibunya di ruang perawatan.     

"Ayahmu tampak berubah." Puji Christabell.     

"Ya." Angguk Adrianna dan mereka berdua saling pandang dan tersenyum lebar. Perubahan ini adalah perubahan terbaik yang pernah dirasakan oleh Adrianna dan Christabell sepanjang tahun ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.