THE RICHMAN

The Richman - Camping Part II



The Richman - Camping Part II

2"AAAAAA!!!" Adrianna merunduk dengan memegangi wajahnya saat dia merasa seseorang menariknya. "Don't touch me" Teriaknya.     

"Hei…" Suara orang yang menarik tangan Adrianna itu terdengar begitu familiar hingga Adrianna berani membuka matanya dan yang dilihatnya adalah Javier Walton. Itu membuat Adrianna menghambur ke pelukan pria mudah itu, dia menangis sejadinya begitu Jav memeluknya erat.     

"Jangan takut, aku disini." Bisik Jav sambil mengusap-usap punggung Adrianna. Jav menuntun gadis itu keluar dari hutan dan kembali ke perkemahan. Sementara Noura yang melihat mereka datang berlari ke arah Javier.     

"Javier, apa kau baik-baik saja?" Tanya Noura sok perhatian. Sudah jelas Noura menaruh hati pada Jav tapi tak dibalas oleh Javier. Dia tampak mengacuhkan Noura hingga membuat gadis itu menghentakkan kaki kesal. Sementara itu Javier berlalu dan langsung menghampiri para guru sambil menuntun Adrianna di belakangnya.     

Mss. Emily tampak begitu prihatin. "Oh sayang, bagaimana bisa kau tersesat?" Tanyanya.     

"Em…" Adrianna menggeleng, dia tampak sulit menjelaskan. "Aku berjalan terlalu jauh kedalam hutan dan saat sedang membawa tumpuakn kayu aku tersandung akar pohon hingga jatuh dan tanganku terkena ranting kayu." Adrianna menunjukan tangannya yang berdarah.     

"Aku akan mengobatinya." Ujar Jav sambil berjalan ke arah bis sekolah tempat semua peralatan termasuk peralatan medis untuk pertolongan pertama pada kecelakaan.     

"Kau yakin tidak perlu bantuanku Jav?" Tanya Mss. Catherine. Beberapa guru yang semula cemas mulai bisa bernafas lega, namun meski mereka menawarkan semua bantuan Javier menolaknya.     

"Aku bisa menanganinya Miss." Jawabnya sembari menuntun Adrianna masuk kedalam bis. Lampu didalam bis menyala terang meski cukup jauh dari tempat anak-anak membangun tenda.     

Javier membantu Adrianna naik ke atas bis dan membuatnya bisa duduk dengan nyaman dan meluruskan kakinya. "Aku akan menggunting jeans mahalmu nanti." Ujar Jav. "Tapi sebelum itu, kita lihat dulu luka di tanganmu."     

Adrianna terdiam, sementara Jav mengambil kotak obat and mulai membersihkan lukanya. Tidak ada rintihan atau rengekan manja karena kesakitan. Adrianna benar-benar bukan gadis cengeng meski dari tampilan luarnya orang-orang mungkin menganggapnya begitu.     

Jav menempelkan plester setelah membersihkan dan memberikan obat luka. Kemudian dia mengambil gunting dan mulai memotong vertikal skiny jeans yang dikenakan Adrianna.     

"Darimana saja kau?" Tanya Adrianna lirih, meski dia tidak berani menatap Javier sama sekali.     

"Aku ada urusan." Jawab Jav.     

"Mengapa kau tidak membalas pesanku?" Desak Adrianna.     

Javier selesai memotong celana Adrianna hingga cukup ruang untuknya memeriksa lutut Adrianna yang mengalami luka pada lapisan kulitnya cukup lebar hingga membuat kulit mulusnya memerah karena bergesekan keras dengan tanah dan kerikil.     

"Aku membalas pesanmu." Jawab Javier dan Adrianna tampak terdiam. "Ponselku hilang." Ujarnya,     

Javier menghela nafas dalam. "Aku tidak bisa membayangkan jika yang hilang adalah pemilik ponselnya." Ujarnya dengan nada datar.     

"Kau marah?" Alis Adrianna bertaut. "Bagaimana bisa kau malah marah sementara aku terluka seperti ini, bukannya dikasihani…" Gerutu Adrianna.     

Javier selesai membersihkan luka di lutut Adrianna dan meneteskan obat luka, membiarkan luka itu tetap terbuka agar bisa cepat mongering. "Bisakah kau menjaga dirimu sementara aku tidak ada di dekatmu untuk menjagamu?" Jav terlihat kesal saat mengatakannya.     

"Aku hampir mati memikirkanmu saat baru sampai di perkemahan dan beberapa orang sibuk membicarakan bahwa kau hilang di dalam hutan." Imbuhnya masih dengan ekspresi yang sama. Kepanikan, kecemasan bercampur kemarahan, sama persis yang sering dia lihat di wajah ayahnya saat menghawatirkan dirinya.     

"Sorry…" Adrianna tertunduk, dia bahkan mengucapkan itu setengah berbisik. Javier segera meraih gadis itu dalam pelukannya. "Jangan terluka lagi." Bisiknya.     

***     

Dengan terpincang-pincang Adrianna berjalan mengimbangi langkah Jav, setelah dibuka dan diobat ternyata rasa perihnya justru semakin berat. Javier menoleh ke arah Adrianna dan melihat gadis itu begitu bersusah payah untuk berjalan. Jav berhenti dan segera membopongnya.     

"Javier, semua orang akan melihat kita!" Pekik Adrianna lirih.     

"Apa masalahnya." Javier tetap berjalan sembari menggendong Adrianna, sementara itu di perkemahan semua tampak sibuk memanggang daging, sebagian lagi bernyanyi, bahkan Mss. Emily dan Mr. Oswald tampak berdansa.     

"See, tidak ada orang yang menyadari kehadiran kita." Javier menurunkan Adrianna di sebuah kursi santai yang tampaknya sengaja di bawa oleh Jav. "Aku akan kembali membawakanmu makanan."     

Javier ikut bergabung dan mulai memanggang beberapa slice daging dan juga sayuran. Sementara matanya sesekali tetap tertuju pada Adrianna seolah takut gadis itu tiba-tiba menghilang.     

Tak berapa lama Betty muncul dan menghampiri Adrianna.     

"Hei…" Sapa Adrianna, meskipun Betty tak berani menatapnya.     

"Kau pasti berubah pikiran sekarang." Ujar Betty.     

"Soal apa?" Tanya Adrianna.     

"Aku meninggalkanmu di tengah hutan dan berlari menyelamatkan diriku sendiri." Sesal Bett. Adrianna menggeleng. "Aku tahu posisi kita tadi memang sulit, kau hanya beruntung menemukan jalan keluar lebih cepat, jadi kau tak harus merasa bersalah seperti itu. Kita tetap berteman." Ujar Adrianna.     

"Benarkah?" Binar yang semula lenyap dari mata Betty kembali bermunculan, tapi tak cukup lama karena Javier datang dan Betty memilih pergi.     

"Makanlah." Ujar Jav. Namun karena telapak tangan kanan Adrianna terluka, dia tampak kesulitan untuk memegang garpu dengan benar, hingga beberapa kali daging yang ditusuknya jatuh kembali ke piring.     

Jav yang semula hanya menatap kemudian mengambil alih garpu dan mulai menyuapi Adrianna. Pria muda itu benar-benar terlihat begitu perhatian dan bertanggung jawab pada Adrianna, gadis yang disukainya.     

"Kau tidak makan?" Tanya Adrianna sambil mengunyah makanannya.     

"Setelah kau kenyang." Jawab Javier.     

Adrianna menghentikan aktifitas mengunyahnya dan terpaku menatap Javier.     

Jav mendekatkan wajahnya dan berbisik." Jangan menatapku seperti itu." Perintahnya. "Tatapanmu membuatku ingin sekali menciummu." Imbuhnya dan mendadak Adrianna terbatuk, solah baru saja tersedak daging yang di kunyahnya.     

Javier mengambil sayuran dengan garpu dan menyuapkannya lagi pada Adrianna. "Banyak makan sayur agar kau lebih kuat." Ujar Jave.     

"Bisakah aku minum lebih dulu?" Tanya Adrianna.     

Javier meletakkan garpu dan piringnya di pangkuan Adrianna dan berjalan ke arah box pendingin lainnya yang berisi minuman ringan kalengan. Dia kembali dengan dua kaleng minuman ringan dan menyodorkannya pada Adrianna setelah membuka segelnya.     

"Apa kau tidak ingin mengatakan padaku, darimana saja kau tadi?" Tanya Adrianna setelah meneguk minumannya dibantu dengan tangan Javier yang memegangi kalengnya.     

"Ada sedikit urusan dengan orangtuaku." Jawab Jav.     

"Oh." Adrianna mengangguk, Javier tampaknya tak ingin mengatakannya dengan lebih rinci apa yang dia lakukan hingga dia tertinggal bus sekolah.     

Javier mengerucutkan bibirnya sekilas sebelum kembali bicara, "Kau sempat berpikir aku tidak akan datang?" Tebaknya dan itu membuat wajah Adrianna merona. Meskipun cahaya malam itu cukup temaram, tapi dari kilat-kilat cahaya dari api unggun, Javier masih bisa melihat dengan jelas wajah salahtingkah Adrianna.     

"Tidak. "Sangkalnya. "Kau datang atau tidak, tak ada bedanya bagiku." Ujar Adrianna dengan jumawa, dan itu justru membuat Javier tersenyum lebar. Dia menenggak lagi minuman dari botol yang dia pegang.     

"Ya, jelas saja. Bagi gadis pemberani sepertimu, tersesat didalam hutan semalaman bukan hal yang sulit. Kau pasti bisa dengan mudah menemukan jalan keluar atau tidur di tengah hutan akan menjadi hal biasa saja bagimu bukan?" Ledek Javier dan itu membuat Adrianna memukulnya manja, sayangnya dia menggunakan tangannya yang terluka untuk memukul Jav. Bukannya Jav yang kesakitan, justru Adrianna lah yang meringis kesakitan.     

Jave segera meletakkan kaleng minuman di tangannya dan memeriksa tangan Adrianna. "Apa sangat sakit?" Tanya Javier khawatir, Adrianna justru terpaku menatapnya sambil menggeleng pelan.     

"Berjanjilah padaku untuk tidak terluka lagi, jangan sakit lagi." Javier mengecup sekilas tangan Adrianna yang terbungkus pleser dan tidak ada satu orangpun yang menyadarinya kecuali Betty. Dikejauhan dia tampak memperhatikan Adrianna dan Javier, sang idola dikelas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.