THE RICHMAN

The Richman - Truth or Drink!



The Richman - Truth or Drink!

1Malam ini Aldric datang sedikit terlambat, meskipun mereka berdua biasa pulang dan pergi besama ke kantor, tapi hari ini sedikit berbeda. Aldric tampak keluar dari kantor lebih dulu dan Adrianna bahkan harus pulang dengan taksi. Seperti biasa, saat pergi Aldric selalu meninggalkan teka-teki, tak jelas rimbanya.     

Sudah cukup larut, sekitar pukul sebelas malam, Adrianna sudah hampir memutuskan untuk tidur, tapi karena matanya enggan terpejam akhrinya dia menonton TV di sofa ruang tengah sambil membawa selimut dan bantal. Dia berpikir jika dia jatuh tertidur di sofa tidak akan jadi masalah karena dia sudah mempersiapkan diri.     

Tapi tiba-tiba seseorang masuk ke dalam apartmentnya, dan satu-satunya orang yang bisa bebas masuk ke apartmentnya adalah Aldric. Pria itu tahu kode pintu dan juga memegang keycard, jadi dia bisa masuk kapan saja. Bahkan saat Adrianna sudah jatuh tertidur dan terbangun keesokan harinya Aldric sudah berbaring di sofanya. Tak hanya Aldirc yang memiliki akses penuh di apartment Adrianna, begitupun sebaliknya. Adrianna juga memiliki akses penuh ke apartment Aldric hingga dia bebas berkunjung kapan saja.     

Aldric masuk ke ruang tengah dan menyapa Adrianna dengan sangat ramah. "Hei."     

Adrianna menoleh dan tampak surprise dengan apa yang dibawa oleh Aldric dalam pelukannya, "Wow, kau ingin mabuk malam ini tampaknya." Seloroh Adrianna begitu menoleh ke arah Aldric. Senyum mengembang di wajah Aldric, kita mengaku sebagai teman, dan teman harus saling mengenal satu dengan yang lain." Jawabnya.     

"Dengan cara minum bersama?" Alis Adrianna bertaut dalam. "Ini konyol." Imbuhnya.     

Aldric menuang minuman ke dalam dua gelas kecil itu. "Kita akan membuatnya lebih seru dengan bermain Truth or Drink." Seru Aldric.     

"Kau gila, besok kita kerja."Protes Adrianna.     

"Aku akan memberikan dispensasi pada anak buahku yang menemaniku melakukan permainan ini dan kalah hingga dia harus mabuk." Ujar Aldric.     

"Oh no…." Gelengnya.     

"Demi persahabatan kita." Aldric menyerahkan satu sloki untuk Adrianna dan satu untuknya.     

Adrianna menatapnya dan mengangkat gelas, "Ok, tapi sebelum aku minum biar kupastikan. Kau tidak akan membuatku mabuk dan menghamiliku bukan?" Tanyanya dan itu membuat Aldric terbahak-bahak.     

"Aku tidak suka bercinta dengan gadis mabuk, aku lebih suka dengan yang memberi perlawanan."     

"Are you sure?" Adrianna masih belum percaya.     

"I swear you, walaupun kau mabuk aku tidak akan menyentuhmu sedikitpun."     

"Ok, let's do it." Sloki pertama mereka minum bersama. Setelah itu Adrianna mengajukan pertanyaan pada Aldric. "First kiss."     

"Em…. Audrey, junior high school, dibawah pohon di belakang kelas." Ujar Aldric. "Giliranku." Aldric memikirkan pertanyaan untuk Adrianna.     

"You love me or not?" Aldric langsung menembak dengan pertanyaan yang sulit di jawab oleh Adrianna hingga membuat wajah gadis itu bersemu merah dan memilih untuk menenggak isi slokinya.     

"Wow, kau memilih untuk menyakitimu dibanding memberikan jawaban." Geleng Aldric. "Sekarang giliranmu." Ujarnya.     

Adrianna mengerucutkan bibirnya, "First sex."     

Aldric membasahi bibirnya sekilas, "Em… aku lupa nama gadis itu. Kami melakukannya setelah prom di mobilku." Jawab Aldric.     

"Ohhh…." Adrianna menyeringai lebar. "You maniac." Umpatnya dan Aldric tersenyum lebar.     

"Ini waktuku untuk menanyakan pertanyaan yang sama, First Kiss." Ujar Aldric, dan itu langsung membuat ekspresi wajah Adrianna berubah. Dia teringat pada ciuman Javier yang bisa melumpuhkan seluruh indranya dan membuatnya jatuh cinta untuk pertama kali, tapi Adrianna memilih menyimpan rahasia itu untu dirinya sendiri.     

"Em… em…" Dia menggeleng, dan lebih rela untuk menenggak minuman itu sekali lagi.     

"Begitu pentingnya sampai kau tidak ingin berbagi cerita denganku."     

"Better not." Tolak Adrianna dengan seringai lebar di wajahnya. "Sekarang giliranku." Ujar Adrianna, "Gadis yang tidak bisa kau lupakan sampai sekarang?" Adrianna menatap dalam pada mata Aldric dan dilihatnya rahang Aldric mengeras sekilas. Dia tidak menjawab pertanyaan itu dan memilih untuk minum.     

"Oh…kau menyimpan perasaan untuk seseorang rupanya." Adrianna meraih bantal sofa dan mendekapnya.     

Aldric tersenyum sekilas, "Ini bukan waktumu bertanya, tunggu giliranmu, jangan curang." Aldric mengerucutkan bibirnya sekilas, dia tampak menghela nafas dalam, "Your very first sex?" Matanya terkunci pada mata Adrianna, meski bertanya tapi Aldric tak benar-bena ingin mendengarkan jawaban dari Adrianna. Gadis itu menggeleng, sebagai jawaban.     

"What?" Alis Aldric berkerut. "Itu berarti kau belum pernah melakukannya?"     

Adrianna menyipitkan matanya, "Simpan pertanyaanmu nanti Mr. curang. Kau juga tidak boleh bertanya lebih dari satu pertanyaan." Ujarnya sambil menimpul Aldric dengan bantalnya. Setelah pertanyaan itu cara Aldric menatap Adrianna menjadi berubah. Seperti begitu mengagumi tapi sekaligus takut untuk menyentuh meski dalam hatinya begitu ingin menyentuh.     

Adrianna memikirkan pertanyaan selanjutnya. "Menikah atau tidak menikah?" Tanya Adrianna, Dan Aldric menjawba. "I have no idea." Dia mengambil botol lalu menuang isinya ke dalam sloki dan menenggaknya, Aldric tampak tak menyia-nyiakan kesempatan untuk melanjutkan pertanyaanya yang tadi.     

"Jadi kau masih virgin?" Tanyanya, Adrianna mengangguk cepat, kemudian membuang muka. "Aku akan segera kembali." Pamitnya. Setelah memberikan jawaban itu hati Adrianna bergemuruh tak menentu, bergejolak tanpa alasan yang jelas hingga dia harus mengambil jeda untuk menghirup udara dan memberi jarak antara dirinya dan Aldric. Beberapa saat kemudian dia kembali.     

"Kau punya kekasih atau tidak sekarang?" Adrianna kembali dengan pertanyaan yang pada akhirnya membuat Aldric memilih untuk meminum minuman beralkohol itu dibandingkan menjawab. Dia mengambil gilirannya setelah menenggak minuman itu, "Kau masih menyimpan perasaan pada mantanmu?" Tanya Aldric, dan sama seperti Al, Adrianna juga memilih menenggak minuman itu daripada menjawab tentang perasaannya pada Javier.     

Adrianna mengambil botol itu dan menenggak langsung dari botol, "Bisakah kita berhenti untuk saling bertanya dan mari kita minum saja." Ujarnya, dia tampak mulai teler.     

Aldric mengangguk, dia menuangkan kedalam slokinya dan menenggaknya. Malam itu berakhir dengan Adrianna yang mabuk berat hingga meracau membicarakan segala hal, semua termasuk hal yang sempat ditanyakan oleh Aldric tapi dia memilih untuk merahasiakannya, setelah mabuk semua yang dia simpan dia keluarkan tanpa terkecuali.     

"Aldric Bloom, katakan apa kau menyukaiku?" Tanya Adrianna saat dia sudah mulai sangat teler. Aldric tersenyum melihatnya.     

"Hei, jawab!" Teriak Adrianna dan Aldric mengangguk.     

"Berapa usiamu pia tua?" Ketika alkohol sudah mempengaruhi otak, tidak lagi ada sopan santun diantara mereka. Tapi Aldric masih tampak sabar dan menjawab. "Tiga puluh enam tahun." Ujarnya.     

"Mengapa kau menyukaiku?" Adrianna bergelayut di dada Aldric diluar kesadarannya, tapi Aldric tidak menjawab. "Biar kuantar ke kamarmu, kau sudah sangat mabuk." Bujuknya.     

"Apa kau berpikir dadaku kecil?" Pertanyaan lainnya yang lebih seperti meracau dibandingkan bertanya serius diutarakan Adrianna.     

"Aku tidak tahu." Jawab Aldric.     

"Kau pasti sering memperhatikan dada perempuan bukan, dasar pria hidung belang."     

"Tidak, aku tidak seperti itu." Geleng Aldric.     

Adrianna menatapnya nanar, "Apa kau berpikir untuk bercinta denganku sekarang?"     

"Tidak saat kau bau alkohol, aku tidak suka." Geleng Aldric.     

"KENAPA!!! APA AKU TIDAK MENARIK BAGIMU?" Tiba-tiba emosi Adrianna meledak meski dia masih terlihat sangat teler saat mengatakannya, mendadak dia menangis sesenggukan.     

"Pria tua yang jahat." Ujarnya berulang-ulang sambil memukul dada Aldric hingga pukulannya semakin lemah dan tiba-tiba dia jatuh tertidur. Aldric mengangkat wajahnya dan dan membuat Adrianna berbaring di sofa dengan posisi yang lebih nyaman.     

Untuk beberapa saat dia menikmati menatap gadis itu, dia begitu lucu ketika mabuk. Banyak hal yang sebelumnya coba dia rahasiakan akhirnya terbuka dan bagi Aldric si pria berpengalaman, Adrianna benar-benar gadis polos yang masih sangat naif. Setelah beberapa saat akhirnya Aldric memutuskan untuk membawanya masuk ke dalam kamar. Karena begitu mabuk, Aldric bahkan harus menggendongnya masuk kedalam kamar dan menyelimutinya, tapi sesuai janjinya, dia tidak menyentuhnya dalam keadaaan mabuk berat seperti itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.