THE RICHMAN

The Richman - Dinner



The Richman - Dinner

3Adrianna baru saja masuk ruangan setelah meeting bersama top management bersama dengan sang bos, tapi tampaknya Aldric tidak kembali ke ruangannya, dia pergi entah kemana. Bahkan Al tidak meninggalkan pesan pada Adrianna sang personal asisten. Sudah pukul tujuh malam dan Adrianna masih berada di ruangan, dia masih sibuk menyelesaikan laporannya.     

Saat tersadar dia ingat pada pesan singkat dari Javier, "Aku akan menunggumu di restoran pukul tujuh malam." Pesan itu dikirim bersama dengan map lokasi restoran tempat Javier mempersiapkan makan malam untuk mereka.     

Adrianna menghela nafas dalam, dia mempertimbangkan sekali lagi apakah akan datang ke restoran itu dan menemui Javier atau tidak. Jika bertemu dengan Jav, mungkin saja seluruh dunianya akan kembali jungkir balik setelah sekian lama dia bisa hidup normal tanpa ada beban. Sedikit konyol memang, Adrianna meraih tangkai bunga mawar yang ada di mejanya dan memetik kelopaknya sambil menghitung, "Datang, tidak, datang, tidak, datang, tidak, …datang…" Sekali lagi hembusan nafasnya berat. Kelopak terakhir jatuh saat dia mengatakan kata "datang." Setelah mempertimbangkan beberapa menit, Adrianna akhirnya memutuskan untuk menemui Javier.     

Dia mengemasi pekerjaannya, setelah itu bergegas menuju basement gedung untuk mengambil mobilnya. Dengan kendaraan yang dia tumpangi sendiri, sebuah sedan keluaran Volvo, Adrianna berkendara menuju restoran yang disebutkan Javier dalam pesan singkatnya. Setibanya di lokasi, Adrianna memilih tempat parkir yang tepat. Sebelum turun dari mobil dia mengambil peralatan make up dari dalam tasnya dan memoleskan gincunya kembali, juga menyapukan bedak. Adrianna bahkan memastikan penampilannya sekali lagi melalui cermin kotak di tangannya.     

Gadis itu keluar dari dalam mobilnya dan sepatu hak tingginya mulai terdengar mengetuk-ngetuk lantai menuju ke arah lift. Didalam lift dia melirik pada arlojinya, sudah terlambat satu jam. Jika Javier benar-benar ingin menemuinya, tentu pria itu akan menunggu meskipun satu jam lamanya. "Aku bisa menunggumu hingga lebih dari empat tahun, dan jika satu jam saja kau tidak bisa menunggu, maka tidak ada lagi tempat untukmu di sini." Gumamnya dalam hati.     

Setibanya di restoran yang dimaksud, Adrianna masuk dan meihat ke sekeliling. Restoran mewah itu cukup ramai, mungkin karena ini weekend, banyak pasangan yang memilih untuk menghabiskan waktu bersama untuk makan malam.     

Gadis itu menyapukan pandangan ke segala sudut, dan seorang pramu saji menghampirinya.     

"Selamat malam nona, mohon maaf, apakah anda sudah membuat reservasi sebelumnya?" Tanya pramu saji itu ramah.     

"Oh, ya." Angguk Adrianna. "Atas nama Javier Walton." Jawabnya.     

"Mr. Javier Walton ada di meja nomor sembilan, mari saya antar." Pramu saji itu memimpin langkah Adrianna hingga tiba di ruangan yang bersekat kaca, semacam balkon yang lebih privat.     

"Silahkan." Pramu saji itu meninggalkan Adrianna dan gadis itu membeku beberapa saat. Pria yang duduk di hadapannya benar-benar berbeda dengan remaja yang dia kenal di saat SMA. Garis wajahnya masih sama, hanya saja Javier seolah tumbuh jauh lebih cepat, dia terlihat begitu dewasa dengan penampilannya saat ini.     

"Hai." Javier bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Adrianna, mereka bertatapan dalam diam.     

"Hai." Akhirnya Adrianna menemukan kembali suaranya. Javier mengulurkan tangannya dan mereka berjabatan sekilas sebelum akhirnya Jav menarik kursi untuk Adrianna dan membiarkan gadis itu duduk, sebelum dia kembali ke kursinya.     

"Kupikir kau sudah pergi." Ujar Adrianna berbasa-basi.     

Javier tersenyum sekilas, "Aku bisa menunggu selama empat tahun, jadi waktu satu jam bukan masalah besar bagiku." Ujarnya.     

Alis Adrianna berkerut, "Apa yang kau tunggu selama empat tahun?" Jelas sekali Adrianna adalah pihak yang digantungkan cintanya, bukannya Javier, lalu mengapa pria ini bisa mengatakan hal yang sebaliknya.     

"Waktu." Jawab Javier singkat. "Aku akan mengatakan semuanya, semua yang perlu kau tahu. Tapi sebelum itu, bisakah kita makan malam dulu, aku yakin kau baru saja pulang dari kantormu dan belum sempat makan."     

Adrianna mengangguk setuju, "Ok."     

Javier mengangkat tangannya dan sinyal itu langsung di tangkap oleh manager restoran. Tak butuh waktu lama untuk semua hidangan finedining terhidang di hadapan mereka. Mulai dari appetizer, main course, hingga hidangan penutup.     

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Javier, setelah empat tahun berlalu pertanyaan itu seolah muncul tanpa ada luka yang menganga dan butuh waktu untuk menyembuhkannya.     

Adrianna tersenyum kecut, "Seperti yang kau lihat."     

Javier mengangguk, "Aku tahu kau sangat marah padaku." Ujarnya singkat, "Aku tidak menyalahkanmu untuk itu."     

"Mr. Walton." Adrianna menunjukan keformalannya, itu berarti dia sudah menemukan jawaban dari kebingungannya sendiri soal Javier Walton. Tidak ada lagi getaran, desiran di dadanya saat menatap pria itu. Yang terasa hanyalah sebuah sensasi asing dengannya. "Mungkin sebaiknya kita mengakhiri kisah yang sudah begitu lama terbengkalai. Saat itu kita masih sama-sama remaja, dan sangat emosional. Dan sekarang, kita sudah memiliki kehidupan kita masing-masing." Adrianna menatap Javier dengan tegas saat mengungkapkan semuanya. Tidak ada lagi yang perlu disesali. Tidak ada lagi yang perlu di tangisi, semua sudah berlalu dan sudah waktunya bagi mereka untuk menjalani hidup masing-masing. Seperti kata orang, kita mungkin akan jatuh hati berkali-kali dengan orang yang salah sebelum akhirnya menemukan orang yang tepat.     

"Ok, jika kau merasa itu hanyalah gejolak kaulamuda dan sudah berakhir. Setidaknya kita masih bisa menjaga hubungan baik." Javierpun mengatakannya dengan tegas tanpa ada yang dia sembunyikan. Tampaknya perasaan diantara dua anak manusia itu benar-benar sudah sirna sekarang.     

Dan kebetulan atau tidak, saat Adrianna tengah menebar pandangan ke sisi lain untuk mengalihkan pandangannya dari tatapan Javier, terlihat Aldric Bloom masuk ke dalam restoran. Seorang pramusaji menghampirinya dan mengarahkannya ke sudut lain restoran. Perhatian Adrianna justru beralih, rasa penasarannya begitu besar pada sang bos yang ternyata memiliki janji makan malam dengan seseorang di restoran berkonsep romantic ini. Siapa gadis itu?     

"Kau ada janji lain?" Tanya Javier, karena mendadak Adrianna terlihat gelisah.     

"Em, tidak." Gelengnya. "Terimakasih sudah mengundangku untuk makan malam, setidaknya semuanya menjadi lebih nyaman sekarang."     

"Ya." Angguk Javier. Bagaikan kopi yang sudah kehilangan kehangatannya, rasanyapun menjadi kurang nikmat, itu pula yang terjadi pada Adrianna dan Javier. Mereka hanya makan malam bersama dengan formal, tidak banyak yang dibicarakan, bahkan Adrianna tak mempertanyakan apapun soal alasan Javier menghilang selama ini dan baru muncul kembali.     

"Em… aku akan ke toilet sebentar." Ujar Adrianna sebelum mereka menyantap hidangan penutup. Bukan karena dia ingin melakukan apapun, dia hanya ingin melihat siapa wanita yang tengah makan malam bersama bosnya itu. Dengan mengendap-endap Adrianna melewati beberapa menja, mencari keberadaan Aldirc dan tidak ditemukan.     

"Anda sedang mencari seseorang?" tanya seorang pramusaji yang berhasil membuatnya terlonjak.     

"Oh….Apakah Mr. Aldric Bloom memesan meja di sini?" Tanya Adrianna lirih. Sang pramusaji tampak mengingat sesuatu, "Oh, beliau makan di ruang VVIP room."     

Adrianna mengkerutkan alisnya, dia berpikir tempatnya makan bersama dengan Javier merupakan tempat yang paling mewah, ternyata masih ada ruang VVIP room. Adrianna tersenyum kikuk, "Bolehkah aku tahu dimana ruangan itu?"     

"Di sebelah sana." Sang pramusaji menunjuk ke sebuah pintu, rupanya ruangan itu berada terpisah dengan ruangan besar berisi beberapa meja itu. Adrianna tersenyum, mengucapkan terimakasih lalu berbalik dengan tangan kosong. Dia jelas tidak bisa menerobos masuk begitu saja sementara pintunya ditutup rapat.     

Saat dia kembali Javier tampak sudah selesai dengan hidangan penutupnya. "Aku tidak akan mengganggu waktumu lagi." Ujar Jav.     

"Oh, ya." Adrianna mengangguk. "Kebetulan aku juga tidak suka coklat." Bohong Adrianna. "Bisakah kita pergi sekarang?" Tanya Adrianna, pria di hadapannya mengangguk. Dia memanggil pramusaji dan menyerahkan kartu kreditnya untuk membayar. Beberapa saat kemudian sang pramusaji kembali dan mereka bersiap untuk pergi.     

"Aku ingin mengatarmu jika kau tidak keberatan." Jav menawarkan diri, namun Adrianna menolak. "Aku menyetir sendiri." Jawabnya. Akhirnya mereka berpisah dan mengambil jalan masing-masing. Kekecewaan terlihat jelas di mata Javier. Semua rencananya yang sudah dia persiapkan untuk pertemuan malam ini dengan Adrianna tampaknya sia-sia.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.