THE RICHMAN

The Richman - End Up Relationship



The Richman - End Up Relationship

2Adrianna bangun pukul sebelas siang dengan kepala berdenyut hebat. Dia terhuyung dari kasur dan hampir jatuh saat berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Saat dia lihat jam, "Shit" Umpatnya, dia jelas terlambat pergi ke kantor. Sekembalinya dari kamar mandi, Adrianna melihat segelas juice jeruk dengan sebutir aspirin dengan dua potong sandwich di sebelahnya.     

"Minum ini untuk membuatmu lebih baik." Tulisnya dan jelas sekali itu tulisan Aldric Bloom sang bos. Adrianna tersenyum sekilas sebelum akhirnya menenggak juice itu untuk menelan aspirin dan kembali ke tempat tidur. Dia benar-benar seperti beruang hibernasi karena hampir sepanjang hari sisanya dia habiskan berbaring di ranjang. Sejak dulu dia memang jarang sekali menyentuh alkohol hingga ketika meminum berlebihan dia akan sangat mabuk dan sulit pulih.     

Menjelang petang, Adrianna bangun, dan menyeret langkahnya menuju dapur. Dia membuka lemari pendingin dan tak menemukan apapun selain buah-buahan kaleng. Akhirnya dia mengeluarkan buah kaleng itu dan mengudapnya dengan sepotong roti gandum. Itu saja yang dia temukan untuk mengganjal perut. Saat dia tengah asik menikmati makanannya yang rasanya tidak jelas itu tiba-tiba Aldric masuk dengan kantong penuh makanan siap santap dari restoran yang sengaja dia pesan untuk Adrianna.     

"Apa yang kau makan?" Tanya Aldric sembari meletakkan bungkusan itu di atas meja. Kemudian dia mengambil alih mangkuk berisi buah-buahan kaleng dan roti gandum yang tinggal separuh setelah dimakan separuh olehnya.     

"Makan ini." Aldric mengambil piring, lalu menuangkan pasta dan membuka bungkusan lainnya yang berisi tumisan daging dengan bawang bombai.     

"Kau membeli semua ini untukku?" Tanya Adrianna dengan mata berbinar. "Aku sangat kelaparan seharian."     

Aldric melipat tangannya di dada sambil menikmati menatap Adrianna yang kalap memenuhi mulutnya dengan makanan. "Ini enak, kau mau?" Dia baru ingat menawari Aldric setelah menghabiskan hampir separuh porsi.     

"Aku sudah makan, habiskan semuanya." Jawab Aldric. Dia bangkit dari tempatnya duduk dan mengambil air mineral dingin dari dalam lemari pendingin lalu menuangnya kedalam gelas dan menyodorkannya pada Adrianna. "Makan perlahan dan ini minum untukmu." Ujarnya.     

"Kau benar tidak ingin makan?" Tanya Adrianna.     

"Tidak." Geleng Aldric. "Malam ini aku tidak akan menginap, apa kau baik-baik saja?" Tanyanya memastikan. Adrianna yang semula asik menikmati kelezatan makanan dalam mulutnya mendadak diam.     

"Kau ada janji dengan seseorang?" Tanya Adrianna ragu.     

Aldric tersenyum, "Ya." Angguknya.     

"Oh, ok." Adrianna mengangguk paham, Aldric tersenyum kemudian kembali berujar. "Aku pergi, makanlah yang kenyang dan kembali tidur." Dia berjalan meninggalkan ruang makan Adrianna dan tampaknya bergegas pergi.     

Selera makan Adrianna yang semula menggebu-gebu mendadak terbang, menguap hilang entah kemana. Dia tak lagi ingin menyantap makanan itu. Adrianna mengambil gelas berisi air mineral lalu meneguknya dan duduk diam. Aldric tidak pernah seperti ini sebelumnya. Seolah tak peduli dengan keadaan Adrianna dia bisa berpamitan pergi begitu saja dengan seseorang, apakah orang itu begitu spesial baginya? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu yang timbul di benak Adrianna hingga membuatnya begitu gelisah.     

Yang dia ingat tentang kejadian semalam adalah Aldric lebih memilih menenggak alkohol dibandingkan mengatakan apakah dia memiliki perasaan pada seseorang, atau tengah menjalin hubungan dengan seorang wanita. Adrianna merasa mungkin saja firasatnya itu benar.     

Saat tengah sibuk memikirkan Aldric, mendadak ponselnya berbunyi dan itu adalah panggilan dari ibunya.     

"Hi mom." Sapa Adrianna, kecemasannya soal Adrianna sedikit teralihkan dengan panggilan dari ibunya itu.     

"Hai sayang, bagaimana kabarmu? Apa kau baru saja kembali dari kantor?" Tanya Christabell di seberang, ekspresi wajah Adrianna berubah, dia tersenyum kecut karena terpaksa membohongi ibunya. Dia tidak bisa membayangkan reaksi ibunya jika tahu bahwa dia tidur sepanjang hari setelah semalam mabuk berat.     

"Ya, aku baru saja pulang." Bohongnya.     

"Daddy mulai berpikir untuk menyudahi magangmu di perusahaan Aldric dan memintamu untuk mulai datang ke kantor membantu daddy."     

"Tidak." Jawab Adrianna cepat, dan itu membuat alis Christabell bertaut. Dia memastikan sekali lagi dengan menatap ke layar ponselnya. "Kau masih ingin magang?" Tanyanya bingung.     

"Em, maksudku beri aku beberapa hari lagi mom. Setidaknya biarkan selama sebulan ini aku belajar banyak sebelum bergabung di perusahaan daddy."     

"Oh, begitu." Christabell mengangkat alisnya. "Akan kusampaikan pada daddy saat dia pulang."     

"Ya, mungkin daddy bisa mengerti. Tanggung jawab memimpin perusahaan itu sangat berat, aku butuh waktu belajar lebih lama. "Adrianna mulai berbelit-belit, sementara ibunya mulai menerka-nerka mengapa anaknya bersikap demikian saat dihubungi melalui telepon. Andai saja Christabell melihat langsung ekspresi wajah puterinya itu dia pasti akan langsung tahu apa alasan puterinya itu menunda mengakhiri masa magangnya di perusahaan Aldric Bloom.     

"Apa kau menyukai pekerjaanmu?" Christabell mencoba mengorek informasi secara tersembunyi.     

"Em... ya tidak terlalu, tapi aku sedang menyesuaikan diri." Adrianna tahu betul jika ibunya berbakat dalam hal menggali informasi jadi dia harus memberikan jawaban yang senetral mungkin agar tujuan utamanya tidak diketahui sang ibu.     

"Baiklah, aku hanya menelepon untuk itu. Berkunjunglah saat weekend, aku merindukanmu."     

"I miss you too mom." jawab Adrianna. Panggilan mereka berakhir dan Adrianna memutuskan untuk menyingkirkan makanan di hadapannya dan mencuci semua piring kotor di wastafel. Dia menyibukkan diri dengan mengerjakan pekerjaan rumah yang tak pernah dia kerjakan sebelumnya. Dia bahkan membersihkan rumah dengan vacum cleaner agar pikirannya teralihkan dari Aldric Bloom.     

Dua jam berlalu dan Adrianna sudah bercucuran keringat setelah mengerjakan semuanya. Dia bahkan menata ulang buku-buku dikamarnya dan kini duduk kepayahan di lantai, menunggu keringatnya mengering dan dia berencana untuk berendam di bathup.     

Adrianna bangkit berdiri dan menyeret langkahnya yang kepayahan menuju bathup. Dia mulai mengisi bathup dengan air hangat dan menuangkan cairan susu khusus untuk mandi dari brand ternama yang aromanya langsung memenuhi ruangan. Dia segera melucuti pakaiannya dan merendam dirinya dalam kolam susu itu sambil menikmati kehangatan airnya. Namun tetap saja, otaknya berpusat pada si pria bernama Aldric Bloom.     

"Apa dia benar-benar berkencan dengan seorang gadis?" Gumamnya untuk dirinya sendiri. "Jika begitu mengapa dia sok perhatian padaku?" Adrianna menyipitkan matanya, dia benar-benar terlihat seperti orang gila karena berdialog dengan dirinya sendiri.     

"Si brengsek itu bahkan bertingkah seolah memberi harapan pada ayahku, apa maksudnya?!"     

"Dasar pria hidung belang sialan!" Umpat Adrianna. "Aku akan menyelesaikan mandi dan segera mengganti sandi pintu agar dia tidak bisa seenaknya masuk kedalam rumahku, dia pikir aku wanita seperti apa yang bisa dia permainkan seenak perutnya." Gumamnya panjang lebar penuh dengan emosi.     

Mendadak ekspresinya berubah. "Jika dia tidak peduli padaku dia tidak akan datang menyelamatkanku malam itu. Dia juga tidak akan merelakan diri tidur di sofa beberapa malam untuk berjaga. Oh sial...!" Adrianna meremas wajahnya.     

Dia meraih ponsel di sisi bathup dan berniat mengirim pesan singkat pada Aldric.     

"Semoga malammu menyenangkan." Tulisnya, tapi sebelum mengirimkan pesan konyol itu Adrianna membacanya sekali lagi dan memilih untuk menghapusnya. Dia mengetik lagi huruf "K..." dan membiarkannya begitu lama hingga akhirnya menghapusnya kembali. Dia bahkan tak tahu akan menulis kalimat apa dengan huruf depan K.     

"Oh sial...!!!" Umpatnya sekali lagi, kali ini si misterius Aldric Bloom benar-benar hampir membuatnya gila. "Ok, pria di dunia ini tidak hanya Aldric Bloom, jangan gila Adrianna, kau masih punya banyak peluang untuk menakhlukan pria-pria yang lebih keren darinya." Adrianna menasehati dirinya sendiri dan kembali meletakkan ponselnya.     

"Kau bisa menghubungi Javier dan mengajaknya keluar di depan mata Aldric, buatlah dia cmeburu." Adrianna bicara pada sisi lain dirinya. "Oh tapi itu tidak akan berhasil sama sekali jika Aldric Boom benar-benar tidak tertarik padaku."     

Adrianna menenggelamkan tubuhnya semakin dalam dan membiarkan sebatas wajahnya yang terlihat di permukaan. "Apa penampilanku terlalu biasa saja?" Tanyanya pada diri sendiri. Setelah bertanya demikian Adrianna memutuskan untuk bangkit dari tempatnya berendam dan mandi di bawah shower, kemudian bercukur, merapikan dirinya. Setelah keramas dia memblow rambutnya dan membuatnya benar-benar indah, lalu menyemprotkan parfum yang sangat jarang dia pakai. Kado dari ibunya saat traveling ke paris. Aroma segar yang elegan.     

Setelah memastikan dirinya cukup menarik lengkap dengan pakaian santai yang sebenarnya berbandrol sangat mahal itu dia menunggu kira-kira tengah malam untuk datang ke apartment Aldric. Adrianna memutuskan untuk mencari tahu bagaimana perasaan Aldric padanya, apakah ada ketertarikan seperti yang dia harapakan atau semua perhatian Aldric selama ini palsu belaka.     

Menunggu dua jam dengan gelisah dan sesekali berjalan ke kamarnya untuk memastikan penampilannya masih segar. Setelah pukul dua belas lewat lima menit, Adrianna berpikir bahwa Aldric mungkin sudah kembali ke apartmentnya setelah hang out.     

Adrianna sempat menyemprotkan parfum itu sekali lagi dan aromanya langsung memenuhi ruangan. Dia menarik nafas dalam-dalam sambil mengumpulkan keberaniannya untuk masuk diam-diam ke dalam apartment Aldric untuk pertama kalinya.     

***     

Adrianna masuk kedalam apartment Aldric tapi pria itu belum tampak ada di rumah. Adrianna memutuskan untuk menunggu, tapi setelah setengah jam dan tak kembali, dia memilih untuk memupus harapannya dan berniat kembali ke apartmentnya sendiri. Baru saja keluar dari apartment Aldric dan berjalan menuju unit miliknya Adrianna berpapasan dengan Aldric dan seorang wanita yang tampak berjalan sambil berbincang.     

Tatapan mereka membeku beberapa detik saat Adrianna menatap ke arah Aldric dan Aldric menatap ke arahnya. Aldric tahu betul dari mana Adrianna, karena satu-satunya tempat yang mungkin di tuju gadis itu adalah unit apartment milik Aldric. Tapi si wanita berambut coklat yang berjalan di depannya tak memberikan kesempatan hingga mereka terus melaju dan masuk ke apartment Aldric. Adrianna sempat menoleh sesaat setelah si wanita masuk lebih dulu dan Aldric juga sempat menatapnya dari kejauhan sebelum akhirnya menyusul si wanita berambut coklat itu masuk kedalam unit apartmentnya. Aldric bahkan tampak mengabaikan Adrianna dan menatapnya seperti orang asing saat bersama wanita itu.     

Adrianna memacu langkahnya menuju unit apartmentnya dan segera mengganti sandi pintunya. Setlah itu dia menghambur ke kamar dan memangis sesenggukan sambil memeluk bantal. Perasaan yang sama seperti yang pernah dia alami saat menatap Javier meninggalkannya di bandar bertahun-tahun lalu.     

Dalam hatinya dia menyesal sekali mengapa harus datang ke apartment Aldric dan membayangkan hal-hal yang sama sekali hanyalah omongkosong belaka. Adrianna mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat pada ayahnya.     

"Aku akan mulai bekerja di kantor daddy besok." Tulisnya dengan emosional. Tidak perlu lagi menunda untuk apa yang sama sekali tidak perlu di perjuangkan. Sudah jelas bahwa Aldric adalah pria hidung belang yang sudah kaya dengan pengalaman namun tega memberikan harapan palsu pada gadis sepolos dirinya.     

"Tidak perlu menangisi apa yang tidak benar-benar berharga, Adrianna." Gadis itu menyea airmatanya dan berjalan menuju wastafel untuk menghapus riasan yang sempat dia poleskan di wajahnya, selain itu dia juga mengganti pakaiannya dengan piyama tidur dan kembali ke kamar untuk berbaring. Sementara itu Aldric mencoba menghubunginya berkali-kali tapi Adrianna menolaknya. Bahkan dia segera memblokir nomor ponsel Aldric saat itu juga.     

Aldric merasa perlu memberikan penjelasan hingga dia memutuskan untuk datang langsung dan tak lagi memiliki akses masuk ke apartment Adrianna karena gadis itu sudah mengubah sandinya. Meskipun Aldric memiliki key card, tapi dia tidak lagi bisa masuk tanpa sandir baru yang hanya diketahui oleh Adrianna. Aldric mencoba beberapa kombinasi angka dan kesemuanya gagal hingga dia harus berjalan kembali ke unit apartmentnya dengan tangan kosong.     

Adrianna yang tidak sering terluka sangat rentan ketika menerima luka baru, hingga dia menjadi sangat defensif. Orang yang menyakitinya akan langsung dia blokir dari hati dan hidupnya. Kerentannya yang membatnya bersikap demikian. Trauma yang pernah di ukir oleh Javier masih membekas dan kini pria lain menorehkan trauma yang lain di hatinya.     

"Kau bisa bahagia tanpa makhluk yang disebut laki-laki, Adrianna." Ucapnya pada dirinya sendiri sebelum menarik selimut dan jatuh tertidur hingga pagi menjelang.     

***     

Adrianna sudah bersiap dan keluar dari unit apartmentnya, dia menuju lift dan di saat yang bersamaan Aldric masuk ke dalam lift. Tapi Adrianna memilih untuk keluar dan membiarkan lift turun hanya dengan Aldric di dalamnya dan tidak dengannya. Adrianna tidak memberikan kesempatan sedikitpun untuk Aldric menjelaskan apapun padanya. Bagi Adrianna apa yang dia lihat sudah jelas, tangan gadis berambut coklat itu melilit ketat di lengan Aldric, dres ketat dengan potongan dada rendah ketat membungkus tubuhnya sebatas paha, dan keakraban keduanya sudah menjelaskan semuanya tanpa perlu kata-kata panjang lebar lagi.     

Adrianna sudah bisa membuat kesimpulan yang jelas dari apa yang dilihatnya. Dan sekarang gadis itu mengemudi sendiri mobilnya menuju ke kantor ayahnya. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih empat puluh lima menit, Adrianna tiba di kantor ayahnya. Dia segera mendapatkan sambutan dari para staf dikantor itu termasuk top management. Rupanya setelah mendapat pesan singkat dari Adrianna, Richard langsung meminta staf ahli untuk menunggah berita di website resmi perusahaan soal puterinya yang akan bergabung untuk memimpin perusahaan sebagai bentuk persiapan regenerasi. Dan hal itu disambut baik oleh pasar saham dan membuat saham perusahaan Richard Anthony naik tajam karena para investor menganggap kabar ini sebagai berita baik karena bergabungnya profesional muda dalam perusahaan yang diharapkan dapat mendongkrak kinerja perusahaan, meroket lebih tinggi lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.