THE RICHMAN

The Richman - Mother In Law



The Richman - Mother In Law

2Christabell dan Richard tampak sudah bersiap untuk tidur malam itu, tapi tak seperti biasanya, Bell justru terlihat gelisah dan Richard menyadari hal itu. "Apa yang kau pikirkan?" Tanya Richard sembari menatap isterinya, sementara Bell masih terus menekan-nekan pangkal hidungnya.     

"Apa kau tidak mencium keanehan Rich?" Tanya Bell pada suaminya itu. Alis Richard dibuat mengkerut dengan pertanyaan aneh yang tiba-tiba terlontar dari bibir isterinya.     

Richard mengerucutkan bibirnya sekilas, "Apa yang aneh?" Dia justru balik bertanya.     

Christabell menatap dalam suaminya itu dan mulai berbisik, "Adrianna memutuskan pindah ke apartment secara mendadak, kemudian dia tinggal dekat dengan Aldric. Dan baru dua minggu dia tinggal di apartment, sekarang dia ingin menikah. Apa kau berpikir jika puteri kita mungkin…" Christabell tak sanggup menyelesaikan kalimatnya.     

"Mungkin apa?" Benar jika ada yang bilang bahwa pria itu tidak peka, dan itu terbukti pada Richard Anthony juga, dia bahkan tidak bisa menyimpulkan akhir kalimatnya.     

"Hamil…" Christabell mengigit bibirnya, dia tampak tak sanggup membayangkan jika sampai itu menjadi kenyataan.     

"Apa masalahnya jika dia hamil? Aldric akan menikahinya." Jawab Richard logis dan santai.     

Christabell membulatkan matanya pada suaminya, "Ini jelas masalah besar."     

Richard tersenyum, "Kupikir mereka cukup dewasa dan paham bahwa meskipun mereka berhubungan, tidak seharusnya Adrianna hamil saat dia tidak siap."     

"Ini bukan soal Adrianna saja." Christabell menutupi wajahnya dengan kedua tangan.     

"Jadi ini soal siapa?" Tanya Richard.     

"Soal aku." Tukas Christabell, Richard mengangkat alisnya, "Apa masalahnya denganmu jika Christabell hamil?"     

"Aku tidak siap memiliki cucu sekarang." Tolak Bell, dan itu membuat Richard justru tertawa terbahak-bahak. "Oh, jadi ini tentangmu yang merasa selalu muda hingga belum pantas memiliki cucu?" Alis Richard berkerut.     

"Salah satunya itu, tapi yang ku pikirkan lebih dari itu adalah Adrianna seolah tak siap menghadapi pernikahannya."     

Richard menatap isterinya itu, "Mengapa kau berpikir seperti itu?"     

"Dia tidak pernah membahasnya denganku, dia juga tidak mengutarakan keinginannya tentang pesta pernikahannya. Aku merasa dia tidak benar-benar menginginkan pernikahan ini."     

Richard mengangkat satu alisnya, "Apa kau lupa bagaimana dia mengatakan pada kita jika dia benar-benar ingin menikah dengan Aldric?"     

Christabell menarik guling lalu memeluknya, "Ini sangat membingungkan, tapi aku tetap tidak percaya padanya."     

"Jadi apa yang kau inginkan?" Tanya Richard.     

"Aku benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya sedang mereka berdua rencanakan dibelakang kita."     

"Maksudmu Aldric dan Adrianna?"     

"Ya, siapa lagi?"     

Richard memilih untuk membalik badan dan mulai tidur, "Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, sebaiknya aku tidur." Richard menarik selimut lalu mulai memejamkan mata, Christabell menoleh ke arahnya dan terlihat sangat kesal.     

Namun, entah mengapa perasaan seorang ibu itu hampir pasti selalu benar soal anak-anaknya. Dan dia melihat tidak ada persiapan yang berarti dari pihak Adrianna sebagai mempelai perempuan, malah calon mertuanya, Juliene yang repot mempersiapkan segalanya. Untuk menyelidiki semua itu Christabell sudah menyusun strategi yang akan dia jalankan, pengintaian.     

***     

(Keesokan Hari)     

Aldric pergi bekerja seperti biasa dan Adrianna sudah diculuk oleh Juliene pagi-pagi buta untuk melihat venue pernikahan mereka. Sementara Christabell tampak sedang bersiap menjalankan aksinya.     

Pengintaian dimulai sejak pukul tujuh petang, saat Adrianna dan Juliene sudah berpisah dan Adrianna sudah kembali ke apartmentnya. Saat itulah Christabell menghubungi puterinya.     

"Halo." Sapa Bell, meskipun terdengar santai, Christabell tampak sedang mengawasi beberapa layar monitor dari unit apartment sebelah Adrianna. Richard Anthony memiliki beberapa unit apartment dalam gedung itu. Yang lainya di sewakan sedangkan yang paling besar ditempati puterinya itu.     

"Hai mom." Adrianna menjawab dengan nada kelelahan, dia juga tak terdengar bersemangat.     

"Hal sayang, apa kau baik-baik saja?" Tanya Christabell.     

"Ya, hanya sedikit lelah." Jawab gadis itu jujur. Adrianna meletakkan tasnya di sofa dan duduk dengan meluruskan kaki. Dia menatap ke arah meja dan menemukan sebuah keanehan, di meja itu tidak pernah ada vas bunga, sampai dia pergi tadi pagi dan mengapa sekarang ada? "Siapa yang masuk dan merubah tatanan ruangan ini? Adrianna bergumam dalam hati. Selintas lagi dia melirik kea rah vas bunga tapi hanya sangat sebentar dan dia melihat semacam kamera kecil yang terselip diantara begitu banyak tangkai mawar.     

"Apa yang kau lakukan sampai kau kelelahan seperti itu?" Tanya Christabell, sementara matanya terus mengawasi monitor dan melihat gerak gerik puterinya.     

"Aku pergi ke venue pernikahan kami mom." Jawab Adrianna.     

Christabell memang terkadang begitu polos hingga sulit sekali baginya untuk membuat segala seuatu dibuat-buat, ekspresi, gesture, dan mimic muka juga nada bicaranya semua natural dan mengalir begitu saja, "Sayang, mommy ingin sekali bertanya padamu?"     

"Apa?" Alis Adrianna bertaut.     

"Apa kau benar-benar ingin menikahi Aldric?" Tanyanya lagi.     

Adrianna menghela nafas dalam, "Mom, apa yang membuat mommy menanyakan hal ini berulang-ulang padaku? Mommy ragu dengan keputusanku?"     

"Tidak, hanya saja semua terasa terburu-buru." Christabell cepat-cepat mengkoreksi. "Jangan berpikir bahwa mommy tidak menyukai rencana itu, mommy mendukung kalian, tapi jangan sampai kau terpaksa melakukannya, it's your life dear."     

Adrianna bangkit dari sofa, "Aku benar soal rencana pernikahan kami mom. Bahkan meski semua orang menentang aku tetap akan melakukannya." Adrianna membatin kalimat selanjutnya. "Demi daddy." Gumamnya dalam hati.     

"Ok, mommy hanya ingin kau tahu. Bahwa masih belum terlambat untuk berubah pikiran, jangan pernah melakukan apapun dengan terpaksa sayang." Sekali lagi Christabell tampak tak bisa menguasai dirinya. Sementara itu Adrianna berkeliling ke dalam kamarnya dan melihat semua tatanan di kamar masih sama. Tidak ada kamera di dalam kamar.     

"Aku juga begitu mom, jika ada yang mommy ingin tanyakan. Jangan sungkan bertanya padaku, karena aku tidak suka mommy mencari tahu dengan cara-cara yang bodoh dan membuat kesimpulan sendiri." Sindir Adrianna. Tangannya meraba bagian bawah ranjang dan dia menemukan sebuah alat, hingga akhirnya dia harus menungging untuk melihat alat itu. Kali ini bukan kamera melainkan perekam suara.     

"Iya sayang, mommy percaya padamu. Jika itu sudah menjadi keputusanmu, mommy pasti akan mendukung. Beritahu mommy jika kau butuh bantuan untuk persiapan pernikahanmu."     

"Tenang saja mom, semua sudah di handle oleh orang yang tepat."     

"Ok sayang, selamat beristirahat."     

"Bye mom."     

"Em…" Christabell tampak enggan mengakhiri panggilannya, "Apa malam ini Aldric menginap di apartmentmu?" Tanyanya penasaran, dan dari pertanyaan itu Adrianna menjadi sangat yakin bahwa semua kamera yang mungkin ada di rumah itu dan juga alat penyadap suara adalah ulah ibunya. Dia ingin memastikan apakah ada sandiwara antara Aldric dan puterinya soal pernikahan.     

"Ya…" Jawab Adrianna, "Sejak memutuskan untuk menikah, dia sering menginap." Bohongnya.     

"Oh, baguslah." Christabell mengigit jarinya, dia sebenarnya tidak siap mendengar jawaban dari pertanyaan yang akan dia lontarkan, tapi toh bibirnya sudah sangat gatal untuk mengungkapkan pertanyaan itu. "Sayang apa kau hamil?" Tanyanya.     

Adrianna menggeleng, dia tidak percaya ibunya melemparkan pertanyaan sebodoh itu. "No mom." Jawabnya.     

"Ok." Christabell bisa menghela nafas lega. Setidaknya dia tidak akan menjadi nenek dalam waktu dekat. "Baguslah." Imbuhnya.     

"Apa maksud mommy?"     

"Tidak, maksudku sebaiknya setelah menikah kalian menikmati banyak waktu bersama." Ujar Christabell mengkoreksi pernyataannya.     

"Oh, sudah kami pertimbangkan." Jawab Adrianna.     

"Baiklah, sampai jumpa sayang."     

"Bye mom." Adrianna mengakhiri panggilannya dan segera mengambil gambar alat penyadap itu kemudian mengirimkannya melalui pesan singkat pada Aldric dengan keterangan. "IBUKU MEMASANG ALAT PENYADAP SUARA, DIA CURIGA PADA KITA!" Tulisnya.     

Beberapa detik kemudian Aldric membuka pesan itu dan membacanya, "Dimana dia memasangnya?" Aldric tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat. Ini gila tapi sungguh-sungguh terjadi, calon mertuanya yang cantik itu ternyata begitu cerdik hingga tak bisa percaya begitu saja padanya dan puteri kandungnya.     

"Dikamarku." Balas Adrianna.     

"Apa lagi yang dia pasang?" Tanya Aldric melalui pesan singkat.     

"Kamera di vas bunga di ruang tamu."     

Aldric menggeleng, "Jadi apa rencanamu?" Tanya Aldric.     

"Kita harus melanjutkan penipuan ini dan melakukannya dengan totalitas." Jawab Adrianna.     

"TOTALITAS?" Aldric membalas pesannya.     

Adrianna memutar matanya, "Dasar pria, mengapa kalian begitu sulit mencerna kalimat." Gerutunya dalam hati sebelum akhirnya mengetik jawaban. "Kita berikan apa yang ingin ibuku lihat." Jawab Adrianna. "Menginaplah di apartmentku malam ini dan kita akan bersandiwara." Imbuhnya dalam pesan berikutnya.     

Adrianna menghla nafas dalam. "Selamat datang dalam dunia penuh sandiwara." Dia mentertawakan dirinya sendiri tampaknya.     

"Ok." Jawab Aldric singkat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.