THE RICHMAN

The Richman - Juliene Bloom



The Richman - Juliene Bloom

0Aldric masih tidur saat begitu pagi sang ibu datang untuk menemuinya. Kabar yang dia sampaikan semalam benar-benar membuat Juliene kesulitan tidur karena membayangkan akan seperti apa pernikahan puteranya itu.     

"Aldric..." Teriaknya sambil berjalan masuk ke kamar sang putera, padahal Aldric masih tampak tertidur pulas. "Bangun." Juliene menarik selimut puteranya itu dan memaksa Aldric untuk membuka matanya.     

"Oh mom, ini masih sangat pagi." Erang Aldric, dia memutar tubuhnya hingga menjadi tengkurap dan memejamkan matanya lagi.     

Juliene duduk di tepi ranjang dan mengusap punggung puteranya itu, "Bangun anak malas, mommy tidak bisa menunggu lagi. Kau harus mengatakan siapa gadis itu."     

"Emmm..." Aldric hanya bergumam.     

"Aldric, sebutkan saja namanya dan mommy akan menemukan dimanapun gadis itu berada." Ujar Juliene, Aldric terpaksa bangun, jika tidak ibunya sangat berpotensi untuk membuat keributan dengan tiba-tiba mendatangi Adrianna tanpa tahu bagaimana sebenarnya hubungan mereka.     

Aldric mengusap matanya, setelah menemukan kesadarannya dia menatap sang ibu, "Mom, kami sudah menyerahkan semua persiapan pada wedding organizer." Ujarnya untuk menenangkan sang ibu yang tampak menggebu-gebu.     

Alis Juliene bertaut dalam, "Tidak bisa seperti itu, kau harus melibatkan mommy dalam semua persiapannya. Mommy mau pernikahanmu menjadi pernikahan yang sempurna sayang."     

"Dimana gadis itu tinggal?" Tanya Juliene, sementara Aldric berniat untuk kembali tidur tanpa menjawab pertanyaan ibunya itu. "Aldric." Sang ibu menarik tangannya dan membuat Aldric mengurungkan niatnya.     

"Dia puteri Mr. Anthony." Jawab Aldric.     

Alis Juliene bertaut, "Adrianna Anthony?" Tanyanya bingung.     

"Ya." Angguk Aldric mengiyakan.     

Juliene tersenyum lebar, "Akhirnya kau menyetujui perjodohan diantara kalian? Ini kabar baik untuk ayahmu."     

"E'hem." Aldric kembali berbaring dan menarik selimut.     

"Kau tidak ingin melakukan persiapan? Mengapa kau kembali tidur?"     

"Mom, semalam sudah kujelaskan kalau kita akan makan malam dengan keluarga calon isteriku, dan sekarang baru pukul enam pagi, itu berarti masih ada waktu lebih dari duabelas jam untuk mempersiapkan diri." Jawab Aldric dari balik sleimutnya.     

"Dasar kau benar-benar pemalas, bangun dan bersiaplah untuk bekerja." Juliene menepuk tubuh Aldric yang berada di balik selimut kemudian meninggalkan puteranya itu. Dia keluar dari unit apartment puteranya dan segera menghubungi Christabell Anthony.     

"Mrs. Anthony." Sapanya ramah.     

"Oh selamat pagi Mrs. Bloom." Christabell menjawab sapaan calon besannya itu dengan ramah, meski dalam hati Bell jelas masih bersarang tandatanya besar mengapa puterinya mengambil berbagai keputusan penting yang begitu mendadak akhir-akhir ini.     

"Aku sangat bahagia setelah mendengar kabar dari puteraku semalam, dan baru pagi ini bisa menghubungimu secara langsung."     

"Ya, aku juga sangat bahagia." Jawab Christabell demi alasan sopan santun.     

"Aku akan menemui puterimu, apakah dia masih ada di rumah?" Tanya Juliene.     

Christabell terdiam beberapa saat, "Puteriku tinggal di apartmentnya sendiri sekarang." Jawab Christabell, dan benar saja saat sedang menunggu lift, tiba-tiba pintu lift terbuka dan yang keluar dari dalam lift adalah Adrianna, entah dari mana dia sepagi ini.     

"Oh, tampaknya aku sudah bertemu dengan puterimu." Ujar Juliene sebelum akhirnya menutup panggilannya.     

"Hai." Sapa Juliene ramah, Adrianna belum mengenal wanita ini, tapi dia sudah sempat melihat foto-foto Adrianna saat mereka memulai rencana perjodohan antara Aldric dan Adrianna beberapa waktu lalu untuk alasan bisnis keluarga. Tapi ternyata sekarang Aldric memulai dengan inisiatifnya sendiri sebelum dipaksa oleh kedua orang tua masing-masing dan itu kabar yang sangat baik.     

Adrianna tersenyum kebingungan, "Apa kita pernah bertemu?" Tanya Adrianna.     

"Oh belum." Geleng Juliene, "Biar kueprkenalkan diri." Juliene mengulurkan tangannya, "Aku ibu dari calon suamimu, calon ibu mertuamu, Juliene Bloom."     

Adrianna tersenyum kikuk, "Oh hai Mrs. Bloom, maaf karena tidak mengenalimu."     

"Oh tidak masalah sayang. Kita bisa mulai saling mengenal dari sekarang. Kau tinggal di apartment yang sama atau kalian sudah tinggal bersama?" Mata Juliene menyipit ke arah Adrianna tapi senyum jelas mengembang di wajah wanita berambut coklat itu.     

"Oh tidak, kebetulan kami tinggal bersebelahan."     

Juliene mengangguk, "Baiklah, mari kita ke apartmenmu. Aku akan menunggumu bersiap, karena kita akan mempersiapkan pernikahan kalian, mulai dari memilih gaun, sepatu, buket bunga, undangan, venue, souvenir, kita juga harus menentukan tamu undangan dan semuanya itu membuatku tidak sabar." Juliene menggandeng Adrianna dan gadis itu terpaksa mengikuti keinginan sang calon mertua. Meskipun pernikahan ini hanyalah sebuah tipu daya dan rekayasa diantara anak-anak, tapi mereka juga tetap harus menjaga rahasia untuk menjaga perasaan kedua orangtua mereka.     

Adrianna tiba di depan unit apartmentnya diikuti oleh Juliene. Terpaksa Adrianna mempersilahkan Juliene untuk ikut masuk kedalam apartmentnya sambil terus mengoceh soal banyak hal.     

"Aku sudah memilih beberapa design undangan, dan baru saja memesan souvenir berupa parfume LV dari outletnya langsung. Kita akan mengundang sekitar dua ratus tamu undangan dan aku sudah memutuskan untuk memberikan seratus undangan untuk kerabat dan saudara dari pihakmu." Ujarnya sambil memegangi telepon pintarnya dan menggeser-geser layarnya.     

"Maaf, bisakah aku mandi?"     

"Tentu sayang, pergilah. Selagi kau mandi aku akan menghubungi beberapa vendor yang menyediakan berbagai kebutuhan pernikahanmu dan Aldric."     

Adrianna hanya bisa tersenyum mendengar ocehan calon ibu mertuanya itu. Dia bergegas masuk kedalam kamarnya dan langsung menguncinya dari dalam. Adrianna merosot ke lantai sambil memegangi dadanya. "Bencana apa lagi ini?" Gumamnya, sementara itu di ruang tamu, Juliene tampak sibuk menghubungi semua kenalannya untuk meminta rekomendasi untuk pernikahan puteranya. Bahkan sangking asyiknya, Juliene bahkan tak menyadari bahwa Adrianna sedang berusaha mengulur waktu agar dia bisa berpikir bagaimana harus menghadapi calon mertuanya itu.     

Setelah memakan waktu kurang lebih dua jam, Adrianna merasa tidak lagi bisa mengulur waktu lebih lama, akhirnya dia putuskan untuk menampakkan diri.     

"Maaf harus menunggu lama." Ujar Adrianna.     

"It's ok sayang, kau tahu ini bukan membuang waktu menunggu calon menantuku yang cantik, aku bisa mendapatkan banyak hal untuk persiapanmu. Sekarang kita akan pergi untuk fitting gaun pengantin."     

Adrianna membeku mendengar kata gaun pengantin. Sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan akan berakhir seperti ini, ternyata hampir terjadi. Adrianna selalu memimpikan dirinya menjadi seorang puteri sehari di hari pernikahannya dengan pangeran yang menjadi pujaan hatinya. Bukan dengan cara paksa seperti ini.     

"Apa yang kau pikirkan sayang, ayo kita pergi. Waktu semakin singkat dan kita masih harus mengurus banyak hal." Juliene mengaburkan lamunan Adrianna. Dia segera keluar dari apartment Adrianna dan diikuti oleh Adrianna. Sementara itu saat mereka masuk ke dalam lift tak sengaja Aldric juga masuk.     

"Mom...?" Mata Aldric membulat karena melihat ibunya ternyata berada ribuan langkah didepan soal pernikahannya. Dia bahkan bisa membuat Adrianna tidak berkutik sama sekali.     

"Oh, kebetulan sekali kau sudah siap. Kita akan fitting gaun pengantin untuk calon menantuku yang cantik dan tuxedo untukmu. Kau harus mengantar kami." Paksa Juliene.     

"Tapi aku harus ke kantor mom."     

Juliene tersenyum lebar, "Kantormu bisa menunggu, bagaimana dengan gadis cantik di sebelah mommy, dia tidak bisa menunggu lama. Bukan begitu sayang..." Goda Juliene pada sang calon menantu, dan itu membuat Adrianna tersenyum kikuk. Aldric menatap ke arah Adrianna seklias, sejurus kemudian dia mengangguk setuju. Baiklah, aku akan pergi bersama kalian. " Jawabnya.     

Mereka bertiga pergi dengan SUV milik Aldric, Adrianna duduk di depan di samping Aldric sementara itu sang ibu duduk di belakang sambil sibuk menelepon teman-temannya. Sementara Adrianna dan Aldric tampak diam tak saling bicara.     

***     

Sesampai di salah satu butik ternama di kota New York, pemiliknya adalah perancang busana kenamaan dunia yang ternyata mengenal Juliene Bloom dengan baik. Mereka langsung disambut oleh sang pemilik butik dan diajak ke koleksi premium yang masih sangat baru tentu saja nilainya fantastis. Sementara itu Aldric mencoba tuxedonya lebih dulu sebelum Adrianna mencoba gaun pengantinnya. Dia masih tampak bingung dengan begitu banyak pilian gaun pengantin di butik itu, karena kesemuanya terlihat begitu cantik.     

"Bagaimana?" Tanya Aldric saat dia keluar dari balik ruang ganti dengan tuxedo hitam yang begitu pas di tubuhnya. Tidak ada yang bisa menyangkal ketampanan Aldric yang sempurna itu, bahkan dengan mengenakan kaos oblong dan ripped jeans saja Aldric jelas terlihat begitu mempesona apalagi saat dia tampil dengan sangat formal seperti ini. Ketampanan sempurna yang elegan itu sempat membuat Adrianna melongo, tapi dia cepat-cepat mengkoreksi ekspresinya.     

"Kau begitu tampan." Juliene mendekati puterinya dan membelai wajah puterinya itu. "Bagaimana menurutmu? Apa kau merasa calon suamimu ini begitu tampan?" Juliene menatap ke arah Adiranna dan gadis itu mengangguk malu. Beberapa tindakan spontan sang calon ibu mertua sempat membuatnya kelabakan.     

"Sekarang giliranmu, kau sudah menentukan pilihanmu?" Tanya Juliene sembari menghampiri calon menantunya itu. Aldric yang sudah memilih pilihannya kini duduk menunggu ibu dan calon isterinya menyelesaikan masalah mereka sambil menelepon setelah kembali berganti dengan setelan miliknya sendiri.     

"Tunda semua rapat hari ini." Ujar Aldric pada sang sekretaris.     

"Tapi sir, beberapa sudah menunggu di ruangan."     

"Aku sedang ada urusan yang lebih penting." Ujar Aldric pada sang sekretaris di seberang telepon, tak sengaja Adrianna mendengarnya dan sebuah perasaan asing menjalari tubuhnya, mendengar Aldric mengatakan bahwa dia sedang melakukan hal yang lebih penting dari rapat dikantornya.     

"Aku memilih ini." Adrianna akhirnya menentukan pilihannya. Gaun pengantin dengan potongan yang elegan namun tidak terlalu berlebihan. Beberapa staf butik dan sang pemilik butik terjun langsung membantu Adrianna mengenakan gaun itu. Tirai tarik hingga ke ujung dan Adrianna bisa melihat dirinya sendiri dari cermin super lebar di hadapannya yang membuatnya berkaca-kaca. Adrianna sendiri tidak pernah membayangkan dirinya dalam balutan gaun pengantin. Sama halnya dengan Juliene, dia begitu kagum dengan kecantikan natural sang calon menantu, dia memegang tangan Aldric. "Dia begitu cantik." Puji Juliene dan Aldirc mengangguk setuju.     

"Bisakah aku melepasnya sekarang?" Tanya Adrianna, dia sempat terpana dengan keanggunan yang terpancar dari dirinya sendiri, namun setelah mengingat kejadian dimana dirinya menandatangi surat kontrak untuk sepakat menikah, Adrianna merasa tidak perlu melibatkan perasaannya dalam pernikahan ini. Pernikahan ini akan berlangsung sebagai bentuk formalitas dari kelanjutan kesepakatan mereka untuk Aldric mengembalikan tiga puluh persen saham perusahaan ayahnya yang dibeli Aldric diam-diam.     

Setelah selesai dengan pakaian yang akan mereka gunakan di hari pernikahan, Aldric dan Adrianna diminta untuk memilih undangan, souvenir dan dekorasi venue tapi keduanya tampak tak antusias, dan itu sempat membuat Juliene bingung.     

"Kalian mengatakan bahwa kalian ingin menikah, tapi mengapa kalian malas memikirkan detailnya." Protes Juliene. "Mommy akan mengurus semuanya sendiri, sekarang kalian bisa pulang." Juliene mengusir Aldric dan Adrianna, mereka terpaksa pergi bersama dengan mobil Aldric setelah mereka tiba di salah satu kantor wedding organizer pilihan ibunya. Juliene memaksa untuk menentukan semuanya sendiri tanpa melibatkan Adrianna dan Aldric karena mereka tampak tak tertarik untuk membuat pesta pernikahan mereka menjadi spesial.     

Aldric dan Adrianna meninggalkan kantor wedding organiser itu dengan satu mobil. "Kau tidak perlu mengantarku." Ujar Adrianna.     

Aldric menoleh sekilas, "Kau mau pergi kemana, biar kuantar, lagipula hari ini aku sudah mengambil cuti untuk tidak ke kantor." Aldric menwarkan kemurahan hatinya.     

"Aku akan naik taksi." Tolak Adrianna.     

"Bisakah berhenti menjadi keras kepala, jika aku bisa mengantarmu mengapa kau harus berusah payah naik taksi."     

Adrianna mengkerutkan alisnya sembari menatap Aldric. "Kau tahu, Kau tidak perlu terlalu baik seperti itu, aku sudah tahu seperti apa dirimu sebenarnya." Adrianna berkata ketus.     

Aldric menggeleng pelan, "Kau tak tahu apapun tentangku." Gumamnya tapi Adrianna tampak enggan memperpanjang perdebatan diantara mereka. Dia memilih diam. "Turunkan aku di depan sana." Pinta Adrianna dan seperti yang dinginkannya, Aldric menghentikan mobilnya di tepi. Adrianna keluar dan Aldric kembali melaju tanpa mempedulikan Adrianna lagi.     

Gadis itu tampak mengumpat dengan sumpah serapah. "Dasar pria kejam, tidak berperasaan, awas saja kau. Aku akan menyiksamu setelah kita menikah. Jangan berpikir bisa terus menindasku, aku akan membalasnya!!" Adrianna berteriak keras hingga beberapa orang yang tengah berjalan kaki di sekitar trotoar menoleh padanya, seketika itu membuat Adrianna celingukan malu. Dia segera menstop taksi yang lewat untuk kembali ke apartmennya.     

***     

Di dalam mobilnya Aldric tampak mengendarai kendaraannya dengan kecepatan stabil. Dia tampaknya sudah menemukan cara untuk menaklukan gadis seperti Adrianna. Dia bukan gadis yang bisa terus di kejar, sesekali ditinggalkan justru akan membuat Adrianna kembali mengejar. Tapi jika terus dipaksa dan didekati, gadis dengan kepribadian seperti Adrianna justru akan lari semakin jauh.     

"Aku pasti akan mendapatkanmu, tak peduli dengan cara apapun." Gumam Aldric dalam hatinya.     

Di dalam taksi Adrianna menatap keluar jendela, wajah Aldric yang menyebalkan itu kembali terbayang dalam benaknya. "Aku tidak akan jatuh ke pelukanmu, dan kupastikan kau akan menderita karen mengharapkanku." Gumamnya dalam hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.