Teror Rumah Hantu

Pria yang Membunuhku



Pria yang Membunuhku

2Kaki Chen Ge yang terangkat pun diturunkan. Tindakannya sangat sederhana, tapi cukup melelahkan. Ia merasa pusing, seperti banyak hal menekan tubuhnya, dan terdapat kekuatan yang mencoba menariknya kembali. Ia tidak tahu apa yang bersembunyi di kegelapan, dan ia tidak tahu apakah ada hantu di sekitarnya. Namun, kadang-kadang, tidak melihat lebih baik karena hal-hal di sekitarnya tidak akan memengaruhi emosinya. Butuh beberapa menit baginya untuk bergerak dari lantai tujuh belas ke lantai delapan belas. Ketika berhasil mencapai lantai delapan belas, ia hampir tersandung.     

Aku merasa sangat kedinginan dan pusing.     

Chen Ge sangat lelah, dan yang dirasakannya adalah kelelahan mental, seperti ia baru saja melakukan pekerjaan yang penuh tekanan selama lebih dari sepuluh jam.     

Aku seharusnya sudah berada di lantai paling atas.     

Jari-jari Chen Ge memegang dinding. Ia belum membuka mata. Demi keamanan, ia membungkuk dan menggunakan tangan untuk meraba dinding dan lantai, tanpa melewatkan petunjuk sekecil apapun. Setelah mengalami begitu banyak hal, ia tidak ingin gagal pada rintangan terakhir. Ketika Chen Ge sedang mencari-cari, terdengar suara pintu tiba-tiba terbuka dari bawah, dan keributan itu terdengar cukup jelas di tangga yang tenang. Pintu besi perlahan terbuka, dan dua langkah kaki terdengar menaiki tangga.     

Apakah ada yang datang? Chen Ge langsung menjadi gugup.      

Suara pintu ini sepertinya berasal dari lantai empat belas atau lima belas. Mungkinkah mereka adalah tetangga?      

Kedua langkah kaki terdengar buru-buru saat berjalan mendekati tangga. Seolah-olah, mereka memaksa Chen Ge untuk membuka matanya untuk mengakhiri misi.     

Suaranya terdengar di lantai keenam belas.     

Dahi Chen Ge berkeringat dingin. Ia bersandar di dinding dan sedikit panik.     

Haruskah aku membuka mata? Secara teoritis, aku telah mencapai lantai teratas, dan aku tidak dapat menemukan tangga untuk membawaku lebih jauh lagi.     

Sementara Chen Ge ragu-ragu, langkah kaki yang berjalan ke atas sudah mencapai lantai tujuh belas. Ia berdiri di sudut, menghadap ke tangga, dan matanya tertutup. Langkah kaki itu bergerak dengan cepat. Kedua orang tersebut sudah berada di lantai antara lantai tujuh belas dan delapan belas, jadi mereka pasti sudah melihat Chen Ge.     

Aku telah ditemukan, tapi langkah kakinya tidak berhenti, jadi aku mungkin bukan target mereka.     

Tawa yang tak asing terdengar di telinga Chen Ge, dan tak lama setelahnya, langkah kaki itu melewati Chen Ge, dan salah satu pintu di lantai kedelapan belas terbuka!     

Angin membelai wajah Chen Ge, dan kelelahan yang dirasakannya perlahan menghilang, seolah semua yang tergantung padanya telah pergi.     

Apakah sudah selesai?     

Chen Ge ingin membuka mata, tapi suara langkah kaki dan tawa anak-anak masih terdengar. Suara tawa ini memberinya perasaan yang tak terlukiskan. Ia tidak bisa merasakan kegembiraan dari tawa tersebut, bahkan terasa sangat hampa. Ia mencari jalan menuju pintu yang terbuka secara membabi buta. Ia berdiri di pintu, dan suara seorang anak terdengar dari sisi lain pintu.     

"Paman, aku baru saja bermimpi. Dalam mimpiku, ada sebuah kota merah yang mengambang di laut hitam. Semua orang di kota itu berjalan sambil membawa pedang untuk memotong tubuh mereka sendiri dan mengubur ingatan mereka."     

"Paman, manusia ada karena ingatan mereka, tapi jika manusia melupakan ingatan mereka, akankah ingatan mereka akan marah?"     

"Paman, apakah kau mendengarkan perkataanku?"     

Suara anak itu terdengar berada di dekat Chen Ge. Chen Ge bahkan merasa bahwa anak tersebut sedang berbicara dengannya. Ia baru akan menjawab ketika suara asing seorang pria menjawab.     

"Aku mendengarkanmu." Suara pria itu tidak menunjukkan emosi apapun. Suaranya sangat asing dan dingin seperti suara robot. "Ingatanmu tidak akan marah. Ketika muncul, mereka ditakdirkan untuk dilupakan. Itulah akhir dari ingatan."     

"Ditakdirkan untuk dilupakan?"     

"Ya, sama sepertimu." Setelah berkata demikian, anak itu kembali tertawa.     

"Mengapa kau sangat suka tertawa?" jejak kekesalan terdengar dalam suara sang pria.     

"Karena aku senang. Ayahku mengatakan padaku bahwa semua yang kulihat adalah mimpi buruk, dan semua hal menakutkan berada dalam mimpiku. Semua hal menakutkan itu akan menghilang saat aku terbangun. Bukankah aku seharusnya senang tentangnya?" suara anak itu terdengar polos.     

"Mimpi buruk?" nada bicara pria tersebut menjadi semakin dingin. "Suatu hari, saat kau menyadari bahwa apa yang kau lihat bukan mimpi buruk melainkan kenyataan, apakah kau masih bisa tertawa seperti ini?"     

"Aku tidak tahu, mungkin saja."     

"Jika suatu hari kau menyadari bahwa kau telah ditinggalkan di kota merah itu dan tidak memiliki jalan untuk kembali, apakah kau masih bisa tertawa seperti ini?"     

"Aku…"     

"Kau tidak akan pernah tertawa lagi. Kau akan mengutuk dunia dengan gila, seperti ingatan yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya, diselimuti oleh emosi negatif, tenggelam lebih dalam di dalam lautan hitam itu," Kegembiraan terdengar dalam suara pria tersebut. Di balik nadanya yang acuh, tersembunyi jiwa yang gila.     

"Tidak, aku akan terus tertawa." Suara polos anak itu sangat bertentangan dengan kedewasaan yang melebihi usianya. Ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berpikir sebelum berkata, "Jika aku benar-benar dilupakan dalam mimpi burukku suatu hari nanti, aku akan melukis jendela di laut hitam dan membuka semua pintu di kota merah, sehingga semua mata yang sudah terbiasa kegelapan akan mendapatkan kesempatan untuk melihat cahaya."     

Ketika anak itu mengakhiri kalimatnya, Chen Ge terkejut dengan perasaan déjà vu, seolah ia pernah mengatakan hal yang sama. Kelopak matanya berkedut. Ia mengambil satu langkah kedepan. Ia secara naluriah ingin meraih asal suara.     

"Dengan terang, datanglah kegelapan. Jika kau menginginkan kegelapan untuk melihat cahaya, cahaya akan berubah menjadi kegelapan." Sang pria tampaknya telah meraih anak tersebut.     

"Lepaskan aku!"     

"Kaulah yang harus melepaskannya. Jangan kembali lagi!"     

"Lepas! Tolong! Tolong!"     

"Kau pada akhirnya akan terlupakan, jadi kau tidak perlu merasa khawatir dan matilah!"     

Ketika pria itu mengatakannya, tubuh Chen Ge membeku. Sebuah suara memanggil dari lubuk hatinya. "Tolong!"     

Matanya terbuka, dan Chen Ge melihat ke ujung atap, seorang dokter berjas putih sedang mendorong sosok kecilnya ke ujung gedung!     

Chen Ge bergegas ke tepi gedung, tapi ketika ia mengulurkan tangannya, semuanya menghilang. Energinya langsung terkuras, dan ia jatuh ke lantai. Pakaiannya basah oleh keringat dingin.     

"Ketika aku melakukan misi nightmare di terowongan, aku juga melihat sosok kecilku terbunuh. Ini sudah kedua kalinya aku melihat hal seperti ini. Pembunuhnya memiliki penampilan yang sama dari belakang, jadi mereka pasti adalah orang yang sama. Dia mengenakan pakaian dokter, jadi dia pasti seorang dokter dari Xin Hai. Tapi, mengapa dia membunuhku? Apa arti dari percakapan mereka?"     

Sakit kepala membunuhnya. Setelah menutup matanya begitu lama, ia masih mencoba membiasakan diri dengan cahaya.     

Chen Ge meringkuk di dinding dan mengusap mata. Ketika penglihatannya kembali normal, ia berbalik dan mencoba meraih kucing putih. Namun, kepalanya hanya setengah berbalik ketika tubuhnya membeku. Dua tangan kering menyentuh wajahnya, dan kemeja merah darah hampir menyentuh ujung hidungnya. Sosok Arwah Merah memegangi bahu Chen Ge, tergantung di belakang punggungnya!     

"Kaulah yang meninggalkan pintu setengah terbuka di Apartemen Jiang Yuan, kan?" suara seorang anak muncul dari belakang tubuh Chen Ge.     

"Aku tidak ingat." Hanya pada saat itulah Chen Ge melihat kucing putih hampir menangis di bahunya. Kucing itu tidak berani bergerak. Seseorang yang tidak mengetahui apa-apa akan berpikir bahwa kucing putih adalah spesimen sains. Kucing putih selalu berada di sana, tapi tidak memperingatkannya. Situasi ini hanya bisa berarti bahwa Arwah Merah muncul ketika ia pertama kali menutup mata.     

Kucing putih berada di bahu kirinya, jadi Arwah Merah tergantung di bahu kanannya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.