Penyihir kegelapan di dunia magus

Penculikan



Penculikan

2"Alilux, Jar Specter, dan peramal Kalle sang penjaga klan mermaid..." Mata Snake Dowager terlihat sedih, "Seharusnya sejak awal kalian memilihku..."     

Meskipun Snake Dowager langsung berjalan menuju ke dalam kastil kuno tersebut, tetapi para penjaga keamanan yang sedang tertidur itu benar-benar tidak menyadari kehadirannya. Karena dia sangat mengenal segala sesuatu yang terdapat di dalam kastil tersebut, dia melanjutkan perjalanannya dan berjalan masuk ke dalam ruangan bawah tanah hingga akhirnya tiba di depan sebuah dinding.     

Dinding batu manson berwarna kuning kecoklatan itu diselimuti oleh bintik-bintik yang merupakan jejak-jejak bersejarah. Bintik-bintik itu terlihat seperti sebuah guci bertelinga dua yang dahulu pernah terukir di dinding batu tersebut.     

"Atas nama Allsnake..." Snake Dowager menggigit bibirnya. Bibirnya sedikit berdarah dan darah itu mengalir masuk ke dalam dinding tersebut. Seluruh dinding itu runtuh dan memperlihatkan sebuah lorong gelap gulita.     

Pada akhirnya, Snake Dowager tiba di depan sebuah altar sederhana. Di altar itu dia melihat pecahan-pecahan keramik yang memancarkan sebuah aura mengerikan yang dipenuhi dengan kebencian yang sangat mendalam. Dendam tersebut masih tersisa bahkan setelah waktu berlalu selama ribuan tahun.     

"Jar Specter, jadi ini yang terjadi pada tubuhmu?" Snake Dowager mengambil sebuah pecahan guci yang berwarna kuning kecoklatan tersebut, jejak-jejak dari pola berwarna hitam meliuk-liuk di permukaan guci itu sambil mengeluarkan suara mendesis. Sepertinya seribu ekor ular sedang bergerak dan saling tumpang tindih antara satu sama lain.     

Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Snake Dowager bergegas meninggalkan lorong tersebut. Beberapa waktu kemudian, lorong itu ditemukan oleh petugas kebersihan dan berubah menjadi sebuah tujuan wisata yang terkenal.     

...     

Hari yang cerah dan indah kembali hadir di Kota Seribu Beruang.     

"Ah..." Xavier meregangkan badannya dengan malas dan duduk di atas tempat tidur.     

"Ya ampun, aku tidak berhasil mendapatkan lisensi lagi. Aku masih harus meminta uang dari orang tuaku pada usiaku seperti sekarang ini... Bukankah aku harus bergegas dan mencari pekerjaan sambilan?" Xavier menepuk pelipisnya dengan perasaan khawatir sambil mengenakan pakaiannya.     

Universitas kekaisaran cukup mahal untuk dimasuki dan keluarga-keluarga biasa tidak akan mampu menjangkaunya. Xavier telah memiliki sedikit harga diri dan dia tidak ingin menggunakan uang orang tuanya setelah dia tumbuh dewasa.     

'Pekerjaan melelahkan seperti menjadi pelayan restoran tidak memberikan bayaran yang tinggi. Aku harus menjadi seorang pengawal! Tubuhku sudah dibentuk dengan baik oleh teknik Tinju Taring Ular sehingga memberiku kekuatan serangan yang hebat. Setiap bulan aku bisa mendapatkan bayaran lebih dari sepuluh ribu Seres...' Rasa percaya diri Xavier sangat didukung oleh tubuhnya yang kokoh dan kemauan kuat yang dia dapatkan dari latihan seni bela diri itu.     

Beberapa menit kemudian, Xavier berjalan ke ruang tamu dengan sikat gigi di mulutnya. Dia melihat telur goreng, roti, dan susu di atas meja dengan sebuah catatan yang terselip di bawah piring.     

"Jill sudah pergi ke sekolah?" Xavier tersenyum ketika membayangkan pemandangan seorang gadis kecil yang sedang memasak sarapan dari atas sebuah bangku. Dia membersihkan wajahnya dan berkumur, kemudian duduk untuk sarapan sambil menyalakan televisi.     

Layar televisi yang diproyeksikan di udara itu sedang menayangkan siaran dari seorang penyiar perempuan yang suaranya terdengar jelas dan lugas, "Selamat datang di berita pagi. Mari kita mulai dengan berita ekonomi. Beberapa hari yang lalu Imperial Corporation menyatakan bahwa..."     

Tiba-tiba, ekspresi wajah penyiar perempuan itu berubah.     

"Kabar terkini! Pagi ini Sekolah Dasar Golden Flower yang ada di Kota Seribu Beruang telah diserang oleh pihak yang tidak dikenal. Pada saat ini, jumlah korban masih belum diketahui, dan departemen kepolisian serta petugas pemadam kebakaran telah bergegas menuju ke tempat kejadian. Pada saat ini ada lima organisasi berbeda yang mengaku bertanggung jawab atas serangan ini..."     

Sebuah pemandangan dari ledakan besar tiba-tiba muncul di belakang penyiar tersebut dan menunjukkan bangunan dari sebuah sekolah dasar. Polisi telah memasang sebuah garis pembatas menggunakan pita peringatan dan samar-samar terdengar suara tangisan dari dalam gedung sekolah itu.     

*Bang!* Ekspresi wajah Xavier terlihat kebingungan, cangkir susu di tangannya jatuh dan pecah di atas lantai.     

'Itu sekolah Jill!' Xavier segera bergegas keluar, dia menarik gagang pintu dengan kekuatan yang sangat besar sehingga sebuah lubang sebesar kepalan tangan terbentuk di tempat yang tadinya merupakan tempat gagang pintu tersebut berada.     

"Mm, apakah sudah dimulai?" Di samping rumah Xavier, Leylin juga sedang berjalan keluar dari kediamannya. Dia melihat Xavier yang berlari panik ke arah Sekolah Dasar Golden Flower dan berjalan tenang di belakangnya sambil memegang sarapan di tangannya.     

'Jill! Jill! Kamu pasti baik-baik saja!' Xavier memandang ke cakrawala yang sangat jauh. Dia sudah bisa melihat asap berwarna hitam pekat yang membubung di atas gedung sekolah tersebut, itu adalah sebuah pertanda buruk dan suara sirine terdengar di kejauhan.     

Semakin dekat Xavier dengan sekolah, semakin parah kemacetan lalu lintas yang terjadi. Tampaknya ada sebuah antrian panjang dari kereta-kereta maglev yang berbaris di atas rel dan ada sejumlah besar polisi lalu lintas yang menjaga ketertiban.     

"Sialan!" Xavier dengan kasar membuka pintu taksinya dan melarikan diri. Dia meninggalkan uang di kursi dan dalam waktu singkat dia sudah menghilang ke ujung jalan. Mulut pengemudi itu menganga seolah dia telah melihat hantu.     

Karena kelincahan yang Xavier miliki dan karena lokasi tempatnya berada tidak jauh dari sekolah dasar tersebut, dia dapat dengan cepat mencapai sekolah itu.     

"Berhenti! Apa yang kamu lakukan?" Seorang polisi berbaju pelindung menghalangi Xavier agar tidak mendekati sekolah itu dan memeriksanya dengan cermat.     

"Aku... Aku adalah kakak dari seorang murid di sekolah ini, namanya Jill. Bagaimana keadaannya?!" Tanya Xavier dengan suara panik.     

"Para perampok telah menyandera orang-orang dan saat ini kami sedang bekerja keras untuk menyelamatkan mereka," Tatapan mata polisi itu berubah menjadi tatapan mata prihatin, "Saya berjanji kepada anda bahwa kami akan benar-benar bekerja keras untuk menyelamatkan mereka. Sekarang silahkan pergi ke sana untuk mendaftar dan menunggu..."     

Polisi itu menunjuk sebuah ruangan kosong yang menjadi tempat berkumpul sekelompok orang tua murid. Banyak ibu yang sedang menangis tersedu-sedu.     

"Sial... Aku ingin masuk!" Wajah Xavier memerah karena marah.     

"Maaf, tapi itu tidak mungkin!" Ekspresi wajah polisi itu berubah, "Jangan membuat kami kesulitan..."     

Xavier memutar matanya ketika melihat moncong dari sebuah pistol berwarna hitam, "Baiklah, aku akan pergi. Aku akan pergi..." Perlahan Xavier meninggalkan tempat itu dan berjalan di sekitar sekolah tersebut, hingga akhirnya tiba di luar sebuah dinding yang mengelilingi sekolah itu. Meskipun di tempat ini juga dijaga oleh polisi, tapi jumlah mereka tidak sebanyak di wilayah yang sebelumnya.     

"Oke, sekarang!" Xavier menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkan suara desisan ular, tiba-tiba dia berubah menjadi sebuah bayangan yang segera bergerak ke depan.     

"Jangan bergerak!" "Tembak!"     

Terdengar suara keributan yang diiringi dengan suara tembakan berbahaya. Namun pada saat ini Xavier menunjukkan kekuatan luar biasa, dia meliuk-liuk menjadi sebuah huruf S, seolah dia adalah seekor ular yang sedang menghindari semua tembakan tersebut. Dia hanya perlu melompati dinding itu untuk masuk ke dalam sekolah dan suara teriakan marah terdengar di belakangnya.     

"Jill! Jill!" Meskipun di dalam hatinya Xavier merasa sangat panik, tetapi pikirannya sangat tenang. Dia mulai berjalan menuju ruang kelas Jill tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.     

Tempat yang sebelumnya merupakan sekolah yang menyenangkan itu kini telah berubah menjadi neraka. Mayat-mayat dari beberapa murid dan guru bertebaran di lorong, darah segar berwarna merah menjadi pemandangan yang tidak sedap dipandang mata.     

"Tidak mungkin, Jill tidak akan mati di tempat ini..." Xavier menyemangati dirinya sendiri agar terus bergerak maju dan diam-diam sudah semakin dekat dengan kelas Jill.     

Rupanya para perampok itu berkumpul bersama di tempat ini dan menjadikannya sebagai markas. Namun pakaian mereka terlihat sangat aneh. Mereka mengenakan jaket anti angin berwarna hitam dan kacamata hitam.     

'Mereka tidak terlihat seperti perampok...' Sebuah pikiran samar muncul di benak Xavier. Namun, pada titik ini dia sudah tidak punya pilihan lagi. Dia mulai merasa sedikit cemas setelah melihat sosok-sosok yang jumlahnya begitu banyak dan senjata api yang mereka miliki.     

'Oh ya, saluran ventilasi... Jika aku bisa menahan gelombang energiku, aku bisa bersembunyi.' Mata Xavier bersinar cerah. Dia menggunakan teknik Tinju Taring Ular untuk mengendalikan seluruh otot dan aliran darah di tubuhnya. Di bawah pengaruh kekuatan misterius tersebut, perlahan darahnya berubah menjadi dingin. Gelombang energinya juga menjadi semakin lemah, sampai gelombang energinya menyerupai sebongkah batu di atas tanah.     

*Bang!* Saluran ventilasi itu ditendang hingga terbuka, dan perlahan Xavier naik ke dalam gedung sekolah itu.     

"Bos, mengapa kita harus bertingkah seperti para perampok? Apakah kita tidak bisa bertindak secara langsung?" Tidak ada yang menyadari kehadiran Xavier dan pembicaraan mereka itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat.     

"Itu kesalahan wali kota, katanya tindakan semacam itu akan berdampak buruk. Tapi setelah ini orang lain akan mengambil alih posisinya, itulah harga yang harus dibayar karena telah memprovokasi Pasukan Khusus..."     

'Divisi Pasukan Khusus kekaisaran?' Hati Xavier menjadi dingin. Dia merasa seolah telah ikut campur dengan suatu masalah yang mengerikan.     

"Ah..." Tepat pada saat ini, terdengar suara dari seorang gadis yang berteriak ketakutan. Mata Xavier melebar ketika mendengar suara itu, 'Itu suara Jill!'     

Xavier merangkak dengan kecepatan kilat. Matanya hampir keluar dari rongganya ketika dia menyaksikan pemandangan yang dia lihat melalui celah di lubang ventilasi itu. Di dalam ruang kelas tersebut, terdapat tubuh seorang guru yang tergeletak di atas meja. Banyak gadis kecil yang berjongkok di lantai sambil menangis dan dengan seorang pria berbadan besar menyeret Jill.     

"Sangat menjengkelkan!" Pria itu mencubit urat saraf di belakang kepala Jill sehingga membuatnya langsung pingsan.     

"Lepaskan adikku!" Xavier sudah tidak bisa menahan diri lagi ketika melihat pemandangan ini. Dia langsung melompat turun dari lubang ventilasi.     

"Oh, jadi ada satu orang yang masih tersisa?" Pria yang mengenakan jaket anti angin itu melihat ke arah Xavier dan perangkat berwarna hitam di tangannya, "Sayangnya dia sudah terlalu tua. Tidak ada gunanya mendidik dan mencuci otaknya..."     

"Lepaskan adikku!" Xavier berteriak sambil menerjang ke depan. Namun dia dihalangi oleh seorang pemuda bermata sipit dan berwajah pucat.     

Lapisan riasan tebal memenuhi wajah pemuda tersebut dan dia mengusap lidahnya dengan menggunakan bibirnya yang berwarna cerah, "Serahkan yang ini padaku, sepertinya dia cukup menarik," Ujarnya dengan ekspresi wajah jahat.     

Sebuah jam tangan Rapid Shadow memancarkan cahaya dan sebuah dinding bayangan menghentikan langkah Xavier.     

"Baiklah, tapi perhatikan waktunya," Pria paruh baya itu mengangguk. Dia meletakkan Jill dan dua gadis lain di bahunya kemudian meninggalkan tempat itu.     

"Sialan, SIALAN!" Wajah Xavier menjadi berwarna merah padam. Tiba-tiba lengannya melunak dan seperti seekor ular bertaring tajam, kemudian dia menghancurkan dinding bayangan tersebut hingga hancur berkeping-keping.     

"Oh, seorang ahli beladiri? Aku suka ini!" Wajah pemuda bermata sipit itu bersinar cerah, "Aku tahu dari pengalaman bahwa sampah sepertimu bisa bertahan sedikit lebih lama, jadi jangan kecewakan aku...'     

"Jangan pernah berpikir untuk melawan. Aku sudah melampaui para mekanik berperingkat tinggi dan bisa langsung terhubung dengan lapisan tertinggi dari Shadow Weave. Kemampuan bela dirimu hanya sebuah lelucon jika dibandingkan dengan mantra-mantra tingkat tinggi."     

"Sss..." Sebuah bayangan berwarna hitam melesat ke depan. Xavier kembali muncul di depan pemuda bermata sipit itu dan jari-jarinya langsung menusuk ke tenggorokan pemuda tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.