Penyihir kegelapan di dunia magus

Ritual



Ritual

0"Siapkan sebuah kapal dan para awaknya. Aku akan segera berangkat!" Karena Leylin telah memastikan lokasinya, dia jelas akan segera pergi untuk melakukan sebuah misi penyelamatan. Robin Hood dan Ronald mendengarkan perintah itu dengan hormat. Tidak lama kemudian, mereka telah menyiapkan semuanya...     

Keesokan harinya. Di dalam hutan hujan, Isabel baru saja bertemu dengan masalah terbesar dalam hidupnya.     

"Apa... Apa-apaan ini?" Sebuah aura jahat yang kuat menyebar, dan beberapa monster berwarna hitam dibakar hingga berubah menjadi abu.     

Para monster berwarna hitam ini diselimuti oleh kabut berwarna merah gelap yang kuat. Bentuk monster-monster itu terlihat aneh, seolah-olah mereka terbuat dari tanah.     

*Wuss... Wuss...* Meskipun monster-monster itu dibakar oleh api, namun kabut berwarna merah gelap itu kembali berkumpul untuk mengeluarkan lebih banyak monster.     

"Sial! Mereka tidak bisa mati?" Karen menggunakan belatinya dan menikam seekor monster dengan tiga kepala manusia, yang masing-masing berwujud wajah orang tua, seorang pria paruh baya, dan seorang pemuda. Namun, luka-luka di tubuh monster tersebut pulih dengan cepat dan bahkan menelan belati itu. Karen hanya bisa meninggalkan senjatanya tersebut dan pergi setelah merasakan datangnya bahaya besar.     

"Hanya mantra-mantra serangan yang kuat atau ledakan kekuatan spiritual dari seorang Profesional berperingkat tinggi saja yang benar-benar bisa melukai mereka!" Pada saat ini Isabel telah berada dalam wujud manusia setengah naganya. Makhluk-makhluk kabut itu bergegas menghindari serangan Napas Naga yang kuat, dan akhirnya memberi sebuah jalan bagi kedua bajak laut tersebut untuk mundur.     

"Aku tidak pernah menyangka akan ada hal-hal yang begitu aneh di dalam hutan ini!" Isabel menatap bulan di cakrawala. Cahaya bulan yang seharusnya terlihat cerah itu sekarang ternodai oleh sebuah lapisan berwarna merah keunguan dan tampak sangat menyeramkan.     

Pada awalnya segalanya berjalan dengan lancar. Setelah menarik diri dari hutan hujan tersebut, serangan dan upaya pencarian yang dilakukan oleh para penduduk asli semakin menurun. Isabel bahkan sedang mempertimbangkan rute-rute pelarian. Tetapi malam hari memberikan sebuah kejutan besar bagi mereka.     

"Sepertinya seluruh hutan itu berubah menjadi sebuah wilayah berhantu!" Isabel tampak waspada. Bahaya yang ada di dalam hutan ini sangat jauh melebihi perkiraannya.     

"Hehe... Bermainlah denganku!" Hutan tersebut sepertinya berubah ketika berada di bawah sinar bulan yang berwarna merah keunguan itu dan kabut berwarna merah gelap memenuhi wilayah tersebut. Sebuah pohon beringin besar tiba-tiba menggeliat, dan sejumlah besar sulur-sulur berubah menjadi lengan-lengan lentur yang meraih tubuh Isabel. Sebuah wajah bayi muncul di batang utama pohon beringin tersebut.     

"Bahkan aura nagaku tidak berguna? Makhluk apa ini?" Pedang Naga Merah yang berwarna merah tua itu membuat ledakan kekuatan spiritual berbentuk kobaran api. Semburan api dari teknik Napas Naga terus ditembakkan tanpa henti dan membuat tangan raksasa yang membentuk jaring-jaring tersebut terbakar dan jatuh. Akhirnya serangan ini membuat Isabel bisa mengosongkan sebuah wilayah untuk dia lewati.     

"Hehe... Tidak sakit sama sekali!" Pohon beringin besar itu telah menarik tubuhnya hingga keluar dari tanah, sejumlah besar akar berubah menjadi sulur-sulur yang tak terhitung jumlahnya. Kabut berwarna merah gelap masih menyelimutinya, dan sulur-sulur yang telah dipotong dan dibakar itu kini tumbuh kembali.     

"Aku tidak akan bisa bertahan dengan kondisi seperti ini..." Isabel hanya bisa berusaha untuk tersenyum ketika melihat ke sisi lain, di mana para bawahannya telah terluka parah.     

...     

Banyak penduduk asli yang berkumpul di luar hutan hujan tersebut, mereka terlihat khusyuk. Di tengah mereka terdapat sebuah altar yang ukurannya luar biasa besar.     

Rune-rune berbentuk bengkok dan mengerikan yang berwarna merah tua terlihat mengelilingi altar tersebut. Plasma darah dioleskan di atas altar itu, dan tetesan darah yang mengalir ke bawah di sepanjang celah-celah batu tersebut membuat altar itu terlihat sangat mengerikan.     

Terdapat banyak penduduk asli yang sekarang sedang mengenakan pakaian kulit dan bulu-bulu yang indah. Mereka terus merapalkan mantra dan berdoa kepada altar tersebut. Di atas altar itu terdapat wajah seorang wanita muda dari penduduk asli yang tampak murni dan suci. Namun matanya telah kehilangan semua tanda kehidupan, dan di pergelangan tangannya terdapat sebuah luka besar.     

Ternyata, sebuah pengorbanan yang sangat jahat sedang dilakukan di altar ini, dan targetnya bukanlah para dewa, monster, atau iblis yang terkenal.     

Sang kepala suku tersebut tampak seperti orang tidak berharga yang mengenakan pakaian yang mengesankan di depan Utusan Khusus Agigikro. Dia melihat ke arah pria itu dan tiba-tiba bertanya, "Aku tidak pernah menyangka jika musuh akan memasuki hutan ini, itu sangat membantu kita. Aku ingin tahu apakah hal ini akan mempengaruhi tawaran yang akan kami dapatkan?"     

"Jangan perlu khawatir! Nenek moyang kami sudah sangat sering melakukan pengorbanan. Tidak akan ada kesalahan yang akan terjadi..." Kepala suku tersebut bisa berbuat sesuka hati terhadap sukunya itu, tetapi dia tidak berani menunjukkan tanda-tanda kelalaian kepada utusan kekaisaran tersebut. Bahkan tetesan keringat muncul di dahinya.     

"Aku bahkan sudah mengundang pendeta agung dari suku kami demi keberhasilan ritual ini. Dengan sekelompok pengikut kepercayaan lain yang kuat sebagai korban, maka efeknya akan jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahkan mungkin jumlah hasil persembahannya akan beberapa kali lebih banyak dari biasanya!"     

Kepala suku tersebut tersenyum lebar, "Ketika saatnya tiba, aku bisa memberimu beberapa hadiah tambahan!"     

"Kalau begitu terima kasih banyak!" Agigikro langsung tersenyum ketika memikirkan efek ajaib dari hasil persembahan tersebut.     

Namun pada saat yang bersamaan, Agigikro sedang mencemooh di dalam hatinya, 'Para babi terkutuk ini hanya berguling-guling di lumpur sepanjang hari! Jika bukan karena persembahan yang muncul di sini dan perlu diekstraksi dengan kemampuan-kemampuan khusus yang hanya dimiliki oleh suku mereka, maka kekaisaran pasti sudah lama menduduki tempat ini!'     

"Sudah dimulai!" Seru kepala suku tersebut. Tentu saja dia tidak mengetahui bahwa utusan kekaisaran itu sedang mencemooh mereka.     

"Hm?" Agigikro memusatkan perhatiannya pada altar tersebut.     

Sebuah lapisan kabut berwarna merah gelap menyelimuti bagian atas hutan tersebut dan menembus beberapa batas kematian para bajak laut itu. Kabut tersebut mulai meluas ke arah altar, dan membuat kepala suku itu terlihat senang ketika suara doa yang dipanjatkan terdengar semakin keras.     

Kabut berwarna merah gelap itu terus menyebar, seperti seekor binatang buas besar yang telah membuka mulutnya yang ganas. Sejumlah besar kabut memadat dan membentuk seekor laba-laba besar berkaki delapan.     

"Segera tinggalkan tempat ini!" Pendeta agung itu adalah orang yang pertama berlari dengan cepat dan gesti setelah melihat laba-laba kabut ini muncul. Kemudian para pendeta lainnya melakukan hal yang sama.     

"Ah..." "Tolong–..."     

Beberapa penduduk asli yang berprofesi sebagai penjaga berlari terlalu lambat sehingga mereka ditelan oleh kabut itu. Mereka bahkan sudah pingsan dan mati sebelum menyelesaikan kalimat tersebut. Tubuh mereka layu dalam sekejap seolah-olah mereka telah kehilangan semua energi kehidupan yang mereka miliki.     

Laba-laba kabut itu terlihat semakin jelas setelah dia menelan semua kehidupan ini. Kemudian makhluk tersebut mendatangi altar, mulutnya yang terlihat menakutkan, ganas, dan jelek itu bersentuhan dengan gadis yang ada di atas altar.     

*Ka-chak! Ka-chak!* Laba-laba kabut itu membuat tubuh gadis muda dari suku penduduk asli tersebut melakukan beberapa gerakan aneh, seperti sebuah boneka yang dikendalikan dengan tali.     

Setelah menyadari hal ini, pendeta agung itu berhenti berlari dan memusatkan perhatiannya pada altar tersebut tanpa berkedip, "Baiklah. Balulukulu yang perkasa telah mengambil cukup banyak nyawa. Makhluk itu sudah tidak berbahaya lagi."     

Bulan berwarna merah keunguan berada dalam kondisi yang paling menyilaukan, dan terlihat seperti sebuah matahari kecil. Sepertinya laba-laba kabut itu telah mencapai tujuannya, dan dia masuk ke dalam lubang hidung, mulut dan telinga gadis dari suku penduduk asli tersebut.     

*Gulu! Gulu!* Perut rata dan halus gadis itu mulai membesar, dan sejumlah besar kutil mulai bergerak-gerak, seolah terdapat sebuah koloni tikus yang tinggal di bawah lapisan kulitnya.     

"Ritualnya berhasil!" Pendeta agung itu bersorak, dan membawa para pendeta lainnya ke samping altar. Mereka membalik tubuh gadis tersebut untuk memperlihatkan perutnya. Gadis itu tampak seperti seorang wanita yang sedang hamil sepuluh bulan, di punggungnya terdapat sebuah tato berbentuk laba-laba berwarna merah gelap. Tato tersebut seperti sebuah gambar yang hidup, dan terlihat sangat jelas.     

"Berkah Balulukulu!" Pendeta agung itu terlihat khusuk ketika dia mengambil sebuah pisau batu obsidian dari seorang murid dan mulai merapalkan beberapa mantra. Setelah menyayat dahi dan jempolnya sendiri serta mengoleskan beberapa tanda dengan darah, dia menempatkan pisau berwarna hitam tersebut di perut gadis yang sudah membengkak itu. Mata pendeta itu memancarkan kilatan dingin ketika darah menyembur ke mana-mana.     

"Apakah ini upacara pengorbanan yang dilakukan di tempat ini? Seperti yang kudengar dari kabar yang beredar, upacara ini sangat tidak biasa!" Setelah melihat pemandangan yang berdarah-darah tersebut, Agigikro masih bisa bercakap-cakap dengan nyaman bersama kepala suku yang ada di sampingnya itu.     

"Hehe... Ini adalah metode terbaik yang ditemukan oleh leluhurku setelah melakukan ribuan percobaan!" Sekarang kepala suku tersebut memperlihatkan ekspresi bangga di wajahnya, "Baiklah, utusan! Terimalah hadiah dariku!"     

Bersama anggukan kepala suku tersebut, seorang pendeta mengambil sebuah piring bundar yang terbuat dari emas dan membawanya ke hadapan Agigikro. Di atas piring tersebut terdapat beberapa kristal berwarna merah darah yang ukurannya sebesar telur ayam. Di permukaan kristal-kristal tersebut masih terdapat noda darah dan nanah.     

"Kristal Balulukulu!" Mata Agigikro tertuju pada benda yang ada di atas piring tersebut, dan dia tampak mabuk.     

Kristal ini adalah sebuah ciri khas penduduk asli tersebut, dan hanya bisa ditemukan di pulau ini. Jika seseorang yang kuat menelan kristal ini dan berhasil selamat dari efek samping yang ditimbulkan, dia akan mendapatkan kekuatan yang luar biasa.     

Bukan itu saja. Kalangan kelas atas di kekaisaran penduduk asli bahkan menemukan bahwa pembakaran kristal-kristal ini akan menghasilkan sebuah gas yang unik. Gas tersebut akan menimbulkan perasaan gembira yang tak tertandingi, dan merupakan sebuah barang mewah yang dinikmati oleh kalangan kelas atas. Kristal itu harganya sangat mahal.     

"Mampu mendapatkan benda ini membuat perjalanan ini menjadi layak untuk dilakukan!" Agigikro terlihat tidak sabar dan dia mengangguk kepada seorang prajurit agar mengambil piring emas tersebut.     

Namun pada saat ini, tiba-tiba ada sebuah suara yang mengganggu mereka.     

"Ini benar-benar barang yang bagus. Bolehkan aku melihatnya?" Seolah-olah ada sebuah kekuatan yang tak terlihat sedang menarik benda-benda di udara. Kristal berwarna merah darah itu melayang dari atas piring emas tersebut, dan memasuki genggaman seorang bangsawan muda.     

"Hm? Siapa itu? Tangkap dia!" Agigikro berteriak histeris setelah barang yang begitu penting itu dicuri. Tak lama kemudian, banyak prajurit penduduk asli yang menerjang ke depan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.