INDIGO

#Waktunya Berakhir



#Waktunya Berakhir

3Bukan Niat, Bukan Muslihat     

-------------------     

Aku memalingkan wajahku dengan cepat, menghindari kontak mata darinya. Aku rasa dia masih melihatku.     

Ku mencoba melihatnya lagi dengan perlahan. Hmmm namun dimana dia? Rani tidak ada ditempatnya!. Aku melihat sekeliling untuk memastikan.     

"Kenapa e Ejh!?" Tanya kak Lipa bingung.     

Bingung karena melihat tingkahku yang aneh dan gak jelas...     

"AAAAAAA!!!" Aku terkejut bukan main di saat aku memalingkan wajah kembali ke posisi semula. Aku melihat wajah buruk Rani berada pas di depan kaca mobil bagian depan. Dia melihatku dengan tatapan tajam dan rambut yang berantakan membuat ku semakin ngeri melihatnya.     

"HEI... Ejh Kenapa!!!" Tanya kak Werdhi lantang kepadaku. Dia terbangun karena teriakkanku barusan.     

"Gak tahu dari tadi dia aneh!" kak Lipa menambahkan.     

Aku hanya diam tidak menjawab mereka berdua. Aku terlalu fokus dengan sosok gadis murka di hadapanku sekarang.     

Aduh aku harus bagaimana ini, apakah aku harus diam saja?.     

Rasa dingin yang berbeda tiba-tiba datang kurasakan. Aku langsung membelalakkan mataku pada saat aku teringat akan sesuatu...     

Hawa ini mirip sekali dengan hawa yang aku rasakan di lantau tiga asrama. Pada waktu aku bertemu dengan 'mereka'...     

Ya, 'Para Pencari'     

Aku hanya diam, mencoba mengatur nafasku dengan lebih rileks...     

Kumelihat Rani perlahan mengangkat tangan kanannya ke atas tinggi-tinggi, dan dengan cepat dia mengayunkannya ke arahku.     

Ku tutupi wajahku cepat dengan kedua tanganku. Aku gemetar saat inu menunggu apa yang akan terjadi setelah ini.     

Ku tunggu namun tidak ada reaksi apapun yang ku rasakan.     

Ku buka sedikit celah dari jemariku. Dan sudah terpampang dengan sangat jelas ada dua sosok 'Para Pencari' yang sekarang memegangi Rani.     

Sosok yang berada di sebelah kanan memegangi tangan kanan Rani dengan rantai berwarna perunggu yang terlilit di tangannya. Yang sebelah kiri memegangi tangan Rani dengan tongkat kayu yang ujungnya elastis sehingga bisa melilit tangan kiri rani.     

Rani meronta-ronta dengan keras. Namun 'Para Pencari' tidak bergeming sedikit pun. Mereka berdua tidak menyakiti Rani. Namun hanya memegangi tangan Rani dengan sangat erat...     

Tak lama setelah Rani meronta-ronta, datanglah lagi satu dari 'Para Pencari' muncul dari belakangnya Rani.     

'Para Pencari' yang baru saja tiba langsung menusukkan tongkat yang dia bawa ke punggungnya Rani. Dan detik itu pula Rani menggeliat tanpa ampun, keluar kobaran api dari tongkat itu dan menyulut merambat ke punggungnya Rani.     

Rani meronta-ronta dengan rasa sakit mungkin, yang dia rasakan. Karena aku yang melihatnya sekarang hanya bisa diam. Memilih diam, karena itu berurusan dengan 'Para Pencari' tidak mungkin aku mau coba-coba lagi dengannya. Sudah cukup aku kehilangan Awan sekali, dan jangan pernah ada lagi hal itu terjadi.     

Setelah seutuhnya tubuh rani terbakar. Api itu mengecil dan menghilang, Rani kembali ke sosok semula.     

Matanya yang sebelumnya putih semua, sekarang sudah menjadi normal kembali.     

Lilitan rantai dan tongkat di tangan kanan dan kirinya itu dilepas. Dan kedua sosok 'Para Pencari' yang berada di sampingnya itu sekarang memegang Rani dengan tangan kosong. Setelah itu, 'Para Pencari' yang berada di belakang Rani, mencabut tongkat yang dia bawa dan kemudian dia terbang menuju ke depan Rani.     

"Tolong aku, aku tidak tahu apa-apa!" eluh Rani pada saat sosok itu berada di hadapannya.     

Dan ini yang paling tidak bisa aku lihat.     

Aku memalingkan wajahku di saat 'Para Pencari' yang berada di hadapannya Rani menusukan tongkatnya ke perut Rani.     

Sudah dengan sangat jelas, Rani akan di adili di tempatnya.     

Saat ku menoleh ke arahnya, Rani memberikan sebuah senyuman ke arahku sebelum dia benar-benar memudar dan hilang.     

Tak kusangka aku meneteskan air mata. Ku hapus air mata yant jatuh itu dengan tangan kananku. Dan berpura-pura seolah tidak ada kejadian apapun barusan.     

Ini semua tidak akan terjadi kalau saja tidak ada bapak-bapak yang memeras jeruk nipis itu di darah kering Rani.     

Semua karena ulah bapak-bapak itu.     

Apa sebenarnya hubungannya bapak itu dengan Rani. Apakah dia bapak dari Rani? Atau siapa?     

Lantas mengapa bapak itu menginginkan agar Rani membalas dendam ke orang yang telah menghabisi nyawanya.     

Itu menjadi pertanyaan besar bagiku sekarang.     

Sekarang belum waktunya untuk tenang. Karena setelah Rani benar-benar hilang, tinggalah 'Para Pencari' yang sekarang melayang pas di depan angkot yang ku tumpangi.     

Aku memilih untuk diam dan tidak bertingkah.     

"Ayo sudah masuk semuanya?"     

Ku menoleh seketika pada saat pak supir sudah datang.     

"Sudah pak, langsung tancap!" seru kak Lipa.     

Saat mobil di jalankan, kami semua melewati bawah dari ketiga 'Para Pencari' yang sedang melayang di atasku sekarang.     

Ku menahan nafasku saat melewatinya. Aku menahan nafas cukup lama pada waktu melewatinya.     

"Huhhhhh" ku hembuskan nafasku perlahan pada saat aku rasa sudah jauh dari mereka.     

Aku menoleh ke belakang dan saat ku lihat kebelakang sudah tidak ada 'mereka' di tempat tadi.     

Aku kembali pada posisi semula kumelihat ke arah jalan dengan tatapan kosong.     

"Ejh kamu gak papa?"     

"Awan, ngapain kamu keluar! Bukannya 'Mereka' masih di sekitar sini?"     

"Gak kok, mereka udah pergi!" jawab Awan yang mencoba menenangkanku.     

Aku tidak percaya dan masih bingung melihat sekeliling, untuk memastikan bahwa 'mereka' sudah tidak berada di sekitar sini.     

Angkot yang berjalan semakin lama semakin jauh, dan aku mulai merasa tenang di saat 'Para Pencari' memang benar-benar sudah tidak berada di sekitar kami. Aku sedikit tenang.     

Hmmm aku tidak bisa bayangkan kalau yang berada di posisi Rani tadi itu adalah Awan. Mau jadi seperti apa nanti cerita ini...     

Karena yang barusan tadi sedikit menguras energi, aku putuskan untuk istirahat di perjalanan. Perjalanan masih kurang satu jam-an lagi, ya lumayan lah buat nyicil tidur dulu.     

***     

Aku melihat 'Mereka'... Ya 'Para Pencari' itu terbang membawa dia pergi. Membawa Awan pergi dari hadapanku.     

Bagaimana, bisa 'Mereka' datang secara tiba-tiba dan aku tidak merasakan kehadiran dari 'Mereka'...     

"EJH!!! TOLONG AKU!!!"     

Awan meronta-ronta dengan gesit, namun semua rontaan itu tidak efek nya bagi 'Para Pencari'.     

"AWAN!!!"     

Aku berlari sekuat tenaga untuk mengejar mereka.     

Awan melihatku dengan Ekspresi yang tidak bisa aku jelaskan. Mereka terbang sangat cepat, terbang rendah melewati area perbatasan dari hutan ini.     

Aku masih mengejarnya dengan ngos-ngosan. Nafasku menyempit, tapi aku tidak boleh kalau berhenti disini. Aku harus tetap bisa mendapatkan Awan kembali.     

"AWAN!!! BERTAHANLAH!!!" aku berteriak sekuat tenaga untuk memanggilnya.     

Dia hanya diam, pasrah dan tidak berbuat apa-apa lagi.     

Mereka berhenti di sebuah tempat yang sangat tidak aku sukai.     

'Kuburan'     

Aku memasuki gapura yang usang, menandakan bahwa aku memasuki area pemakaman.     

Mereka berdiri di atas sebuah batu besar yang berada di tengah-tengah dari kuburan ini. Aku bergegas berlari kearah mereka berada.     

Saat ku berlari, aku melihat ada satu sosok dari 'Para Pencari' datang dengan membawa sebuah tongkat yang tidak asing bagiku.     

Jangan bilang...     

Tidak, jangan... Jangan...     

Ku percepat langkahku untuk mendekati mereka.     

Sosok ketiga yang baru saja tiba itu sekarang sudah berada di hadapan dimana Awan berdiri sekarang.     

Dia mengangkat tongkat yang berada di tangan kanannya tinggi-tinggi dan langsung pada detik itu juga menebaskan ke perut Awan.     

"TIDAKKK!!!"     

--------------------     

Tidak Mungkin...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.