INDIGO

#Pertemuan



#Pertemuan

3KEPERCAYAAN ADALAH HARGA MATI     

-------------------     

"Awan!"...     

Aku tertegun dan tidak bisa berbicara sama sekali saat aku melihatnya di sini. Ya, aku melihatnya sekarang benar-benar sekarang di depanku.     

"Ejh, mengapa kamu bisa ada disini?"     

Dia bertanya kepadaku dengan ekspresi seperti biasa ala dia.     

"A.a. ini beneran kaam.mu?"     

Bibirku bergetar dan rasanya seluruh badanku berkeringat dingin semua. Aku membalasnya dengan terbata-bata.     

"Iya ini aku!"     

Sambil memutarkan badannya dan tersenyum ke arahku.     

Tanpa banyak omong lagi, aku langsung berdiri dan meraihnya. Aku memeluknya dengan sangat erat, rasanya kini aku benar-benar bisa merasakan bahwa aku memeluknya kali ini. Karena kalau di saat aku berada di tubuhku dan aku bersentuhan dengan dia maka akan ada rasa setruman atau sengatan kecil diantara aku dan dia.     

Namun kali ini aku tidak berada di dalam tubuhku, dan kita sekarang dalam keadaan yang sama. Maka aku benar-benar merasakan sebuah pelukan dari kakakku yang sudah lama aku nantikan sejak dari dulu.     

Mataku yang sudah mulai buram karena terbendung air mata yang menggenang dan terjatuh di pipiku dengan deras.     

Aku tidak bisa berucap apapun saat ini. Yang aku tahu adalah bahwa aku telah menemukannya kembali, dia yang menemukanku disini. Aku ingin teriak sekeras mungkin saat ini, teriak bahwa aku sekarang sudah menemukan kembali kakakku yang sudah lama menghilang.     

"Eh jangan nangis napa!"     

Dia mengusap rambutku kasar.     

"Hei, lihat aku!"     

Ku lepaskan pelukan itu dan aku melihatnya.     

"Aku disini sekarang"     

Sambil memegangi pundakku.     

Aku hanya menganggukkan kepala perlahan. Baru kali ini setelah sekian tahun air mataku pecah.     

Air mata yang ku simpan dan tidak pernah ku keluarkan sebelumnya.     

Maaf bukan bermaksud lebay, namun ya inilah aku si saat aku benar-benar merasakan senang yang terlalu senang.     

Aku harap bisa seperti ini bersama seluruh keluarga.     

"Kemana aja kamu selama ini?"     

Aku bertanya sambil mengatur nafasku yang tersengal-sengal.     

Dia diam, kemudian menundukkan kepalanya.     

"Aku kesini Lo cuma sebentar, hanya untuk mencari dia"     

Menarik nafas dalam-dalam dan di keluarkan perlahan.     

"Aku mencari Tri Santhi"     

Aku langsung menundukkan kepalaku saat aku mendengar nama itu. Seolah memori pada malam itu langsung terkuak keluar dari kepalaku.     

"Aku minta maaf"     

Ucapku perlahan     

"Hmm hei tidak salahmu kali, ngapain harus minta maaf"     

Sambil memberikan senyuman khasnya dia.     

"Ya karena aku dia menghilang, dan setelah itu kamu menghilang juga bukan untuk waktu yang sebentar namun waktu yang sangat lama!"     

Ku menjelaskan sambil mengelap air mataku yang jatuh tak tertahankan.     

"Aku datang kesini untuk mencari dia, namun aku tidak menemukan dia disini. Memangnya berapa lama aku menghilang"     

Tanya Awan.     

"Bukan hari, Minggu, dan Bulan. Melainkan Tahun!"     

Dia langsung memundurkan badannya setelah aku mengatakan itu.     

"Masa?"     

Jawabnya seolah tidak percaya.     

"Ahh aku minta maaf, aku lupa bahwa di tempat ini tidak ada aturan waktu dan tidak ada keraguan yang lainnya yang harus di pikirkan. Karena tempat ini adalah tempat Harapan yang dimana kita tidak akan tahu berapa lama kita disini kalau kita tidak segera keluar dari tempat ini dan mengingatnya bahwa kita butuh untuk keluar. Karena setiap harinya disini semuanya sama dan apapun yang di lakukan seolah sama dan tidak berujung"     

Jelas Awan.     

"Mungkin itu sebabnya mengapa aku tidak ingat untuk kembali. Karena yang aku harapkan cuma satu. Hanya untuk bertemu dengan dia!"     

Tambahnya.     

"Hmmm ya sudah ayo pulang sekarang...!"     

Ku lihat dia langsung melepaskan tangannya dari pundakku dan kemudian duduk di kursi yang berada di belakangku.     

Wajahnya nampak lesu setelah aku mengajaknya pulang.     

"Ada apa?"     

Ku tanyakan sambil duduk disebelahnya.     

"Aku tidak tahu bagaimana caranya keluar dari sini!"     

"Aku tahu dimana tempatnya, kita tinggal lewati jembatan di ujung sana!"     

Aku langsung menarik tangan Awan dan mengajaknya pergi dari taman ini.     

Di sepanjang perjalanan dia hanya diam dan diam. Entah apa yang sedang ia pikirkan saat ini. Aku juga rasa ada sesuatu yang berbeda dengannya. Apakah aku harus berpikir dua kali mengenai ini?     

Mengenai bahwa ini nyata atau bukan...     

Yang aku rasakan ini nyata atau bukan, aku masih belum memikirkan hal itu. Apakah memang benar apa yang di jelaskan oleh Awan barusan mengenai "Desa Harapan" atau hanya sebuah penjelasan semata.     

Jembatan sudah terlihat jelas di depan mataku saat ini...     

Awan tidak berbicara sama sekali, dia hanya diam dan diam di setiap perjalanan.     

Ada apa dengannya?     

Seseorang laki-laki berumur yang pertama kali bertemu denganku di pohon beringin dia masih di sana dan sekarang melihatku dengan senyuman lebar darinya yang mengiringi kepergian ku...     

Ku pijakan kakiku di jembatan yang sangat indah ini, pinggirannya yang di hiasi oleh bunga jalar berwarna kuning menghiasi setiap dinding dari jembatan ini.     

Air terjun yang terlihat dari jembatan ini pun kelihatan sangat indah sekali.     

Bedanya adalah jembatan ini tidak sependek yang sebelumnya...     

Jembatan ini sangat lah panjang, ujung dari jembatan ini pun belum bisa aku lihat...     

Aku berhenti di tengah-tengah jembatan.     

"Ada apa?"     

Tanyaku pada Awan yang hanya mematung diam di hadapanku.     

"Aku tidak yakin bahwa ini akan berhasil"     

Jawabnya pelan     

"Ayo kamu juga harus yakin akan hal ini, ayolah Awan kamu pasti bisa!"     

Balasku dengan penuh semangat.     

"Aku sudah pernah melewati jembatan ini!"     

"Terus!?"     

"Jembatan ini tidak ada ujungnya!"     

Aku langsung melihat ke ujung lagi dari jembatan ini. Memang tidak terlihat ujungnya, hmmm tunggu dulu  aku harus mencari solusi disini.     

Hmmm mengapa Awan tidak bisa kembali dari sini?     

Hmmm atau karena dia tidak memiliki inang yang harus dia tempati di dunia asli. Inang yang ku maksud adalah tubuh untuk kembali, kalau aku percaya bahwa aku pasti bisa kembali karena aku memiliki tubuh yang akan ku tempati.     

"Awan percaya padaku bahwa kamu akan pulang bersamaku!"     

"Dulu kamu tidak berhasil karena kamu sendirian, namun saat ini ada aku. Ada aku yang bisa membawamu kembali untuk pulang!"     

Tidak ekspresi apapun darinya.     

Tak lama setelah itu dia hanya menganggukkan kepalanya.     

Dan menegang tanganku kembali.     

Tak perlu menunggu waktu lama, aku langsung berlari bersamanya melewati jembatan ini. Tak lama di ujung dari jembatan ini aku melihat sebuah cahaya yang sangat terang.     

Langkah tidak terhenti aku dan Awan langsung berlari menerobos cahaya putih itu...     

Aku tidak bisa melihat apapun kali ini, hanya putih saja yang kulihat.     

"Kak ayo bangun, Kaka pulang pagi ini Lo!"     

Aku langsung terbangun karena silaunya cahaya matahari yang masuk dari celah jendela kamar ini, menerobos masuk mataku.     

Aku duduk dan mengucek mataku kasar.     

Ku buka perlahan dan ini di kamar...     

"Kak gak papa a? Kaka tidur sejak dari pulang mantai sampe pagi ini baru bangun. Pasti Kaka capek banget ya!"     

Jelas Zahid menambahkan.     

"Hah! Dari kemaren sore maksudmu!?"     

Tanyaku kaget.     

"Iya to kak, wong Kaka di bangunin juga malah gak gerak sama sekali. Terus katae bunda suruh biarin. Ya tak biarin!"     

Aku hanya diam dan tumben banget aku tidur lama sekaki. Mimpi apa ya aku barusan.     

Masa aku mimpi sih?     

Kalau iya mimpi apaan coba?     

Aku langsung mengambil handukku dan bergegas untuk mandi...     

---------------------     

Aku hanya lupa saja waktu itu, bahwa aku Baru saja "Astral Projection"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.