INDIGO

#Memasuki Sebuah Gerbang (Awan)



#Memasuki Sebuah Gerbang (Awan)

3Sebuah Wejangan Yang Di Wangsitkan     

----------------------     

Dibilang masih kagum pasti, sangat menakjubkan iya. Dan masih banyak lagi kalimat atau kata yang sulit terucap untuk menggambarkan Temuran Abdi ini.      

Setelah mereka para Roh yang masih diam dan berdiri setelah penaikkan tangga itu, mereka tak henti-hentinya untuk bilang "Wow" dan lainnya.      

Pintu gerbang telah di buka, Jigawaratur Wansang Galing Kupu-kupu yang baru saja membukakan gerbang itu dua diantaranya langsung terbang perlahan menuju ke arah para Roh dan Sekar yang berdiri di hadapan dari pintu masuk Temuran Abdi.      

Mereka berdua mendarat dengan sempurna di hadapan para Roh.      

"Selamat datang yang mulia Sekartaji Purwaningsih dan juga para Roh yang telah berhasil menuju ke Temuran Abdi. Silahkan sekarang anda semuanya bisa masuk karena Jigawaratur Abdi Gohlem sudah menunggu anda semuanya dan dialah yang akan menemani seterusnya" ujar Jigawaratur Kupu-kupu itu secara bersamaan, mereka berwarna merah dan biru, Yang setelah itu mempersilahkan semua untuk para Roh dan Sekar untuk bisa memasuki Temuran Abdi.      

Jigawaratur kupu-kupu itu berjalan bersama dengan para Roh dan Sekar menuju ke arah gerbang. Gerbang berukiran emas ini berukuran raksasa dan setiap ukirannya adalah menceritakan asal mula Kerajaan Alas Purwa bisa berdiri sampai sekarang ini.      

Pada saat masuk melewati gerbang, hawanya langsung dingin seperti akan hendak turun salju.      

Hampir semuanya yang berada disini adalah berwarna hijau lumut yang hijau muda banget yang kalau di pandang udah pasti segernya, dan warna emas ini meliputi di setiap dekorasi yang di tempatkan di beberapa tempat.      

"Kami berdua undur diri" Jigawaratur itu pamit dan membungkukkan tubuhnya di hadapan kami semuanya dan setelah itu terbang pergi.      

Jigawaratur Kupu-kupu tadi memberikan informasi agar setelah masuk kita bisa berjalan lurus saja dan tanpa memegang apapun yang berada di samping kanan dan kiri kami.      

Dan di ujung dari jalan lurus ini sudah terpampang sebuah pintu juga berukuran raksasa yang sudah menyambut mata kami.      

Semua para Roh berjalan perlahan menuju ke pintu raksasa yang menanti mereka semuanya untuk setelah itu akan menikmati sesuatu yang mereka tunggu-tunggu di balik dari pintu raksasa itu.     

"Sekar apakah ini benar-benar kita rasakan sekarang? Soalnya aku masih merasa ini adalah sebuah ilusi atau hayalanku semata!" ujar Albert dengan melihat sekeliling mengabsen seluruh isi dari ruangan yang tak beratap ini.     

"Ini sungguhan ini nyata, memang rasanya seperti itu agar menunjukkan bahwa niat atau tidaknya seseorang dalam menggapai apa yang mereka inginkan, karena untuk menggapai semua itu di butuhkan sebuah iman yang kuat juga!" ujar Sekar menjelaskan.      

Di sepanjang perjalanan Gilbert tidak henti-hentinya untuk membuka mulutnya sambil melihat kearah semua sisi dari ruangan terbuka tak beratap ini. Dia berlarian kesana dan kemari untuk mengamati satu persatu dekorasi yang berada di area sekeliling tempat ini.      

Mulai dari ada patung, air mancur, taman bunga, kumpulan para kupu-kupu kecil, gumpalan-gumpalan awan rendah yang hendak di pegang langsung terbang dengan cepat dan masih banyak lagi.      

Sedangkan yang lainnya berjalan secara perlahan untuk menikmati di setiap perjalanan dari mereka.      

Awan diam, namun banyak sekali yang dia pikirkan setelah dia sadar kembali dari ketidaksadarannya. Banyak sekali yang harus ia tanyakan namun, tidak bisa secara langsung disini. Tidak mungkin juga merusak mood para Roh yang lain, secara baru tiba di tempat yang ditunggu-tunggu.      

Tak lama setelah mereka semuanya berjalan, mereka sudah berada di depan pintu besar yang siap untuk mereka lewati,  namun mereka semua bingung karena belum ada yang mengarahkan untuk bisa melewati pintu tersebut.      

"Bagaiman selanjutnya?" ujar Guike sambil melihat sekeliling, mungkin dia bisa menemukan cara untuk membuka pintu besar di hadapannya sekarang.      

"Kita tunggu sebentar, tadi Jigawaratur Wansang Galing Kupu-kupu berpesan bahwa kita sudah di tunggu oleh Jigawaratur Adbi Gohlem, jadi kalau beliaunya belum ada kita tunggu sebentar!" ujar Awan mengingatkan kembali pesan dari Jigawaratur Wansang Galing Kupu-kupu.      

Tak lama setelah itu, tiba-tiba terdengar sebuah retakan ranting berada di sekitar mereka. Dan dengan sekejap mereka semuanya yang terkejut langsung berdempetan  membuat lingkaran kecil, dimana punggung mereka saling bersentuhan.      

Retakan ranting itu semakin lama semakin keras, dan tidak lama setelah itu di susul sebuah getaran yang muncul dari tempat yang mereka pijaki.      

Getaran itu semakin lama semakin kuat, dan itu juga bukan hanya sebuh getaran saja melainkan muncul sebuah lubang yang terbelah di depan dari pintu besar itu.      

Semuanya terdiam terpaku melihat kejadian itu.      

Aku rasa setelah ini ada yang datang, karena kurasakan ada sebuah sinyal yang aku tangkap yang membuat telingaku bergetar dan derdengung kecil. Ujar Awan sambil melihat dengan pasti ke arah lubang itu.      

Suara retakan itu terdengar lagi berserta sebuah getaran sesaat yang mirip gempa berhasil menjatuhkan mereka bertujuh ke lantai yang beralaskan rumput hijau pendek.      

Dan dari lubang yang terbelah itu tiba-tiba terlihat sebuah ranting berdaun, daunnya warna hijau kecil-kecil itu... Lama-kelamaan muncul menyeruak keluar dari belahan lubang tersebut.     

Kami semua melihatnya dengan tatapan bengong, karena tidak bisa berucap pada waktu melihat sosok pohon keluar dari belahan lubang besar di depan itu.      

Sosok pohon ini tidak biasa, karena pohon ini sangatlah Indah, dan mirip dengan Jigawaratur Rumpal, namun yang ini lebih Indah dan cantik.. Bentuk tubuhnya lebih mirip dengan manusia biasa, namun tangan dan rambutnya yang mirip Mahkota itu tertata dengan rapi dan apik sehingga pas dengan dia.      

Setelah dia sepenuhnya muncul ke permukaan, belahan lubang besar itu sudah tertutup kembali, dan  tidak meninggalkan bekas sedikitpun.      

"Halo semuanya, aku adalah Jigawaratur Abdi Gohlem Purwaningsih, apakah kalian semuany sudah siap untuk masuk kedalam Temuran Abdi?"     

Semuanya masih diam terpaku dengan kecantikan dan keindahan dari Jigawaratur Abdi Gohlem yang sekarang sedang berdiri di hadapan mereka semuanya.      

"Kami sudah siap" ujar Sekar sambil membungkukkan sedikit tubuhnya.      

"Wah, selamat datang yang mulia Sekartaji Purwaningsih, sebuah kehormatan bisa bertemu langsung dengan anda!" serunya sopan dan langsung membungkukkan diri dengan perlahan.      

Wah ternyata Sekar sangat terkenal sekali di Alas Purwa ini, hampi semua Jigawaratur yang bertemu dengannya selalu merasa mendapatkan sebuah keberuntungan  sampai bisa dekat atau bertemu dengannya.      

Apakah sampai sepesial itu Sekar bagi mereka? Namun memang jikalau dia akan menjadi Ratu di kerajaan Alas Purwa ini maka dia benar-benar sangat di segani dan di hormati.      

Namun ada yang masih mengganjal sejak dari Awal yang di rasakan oleh Awan, namun dia tidak dengan langsung bertanya kepada Sekar mengenai yang mengganjal di hatinya.      

Yang selalu di tanya-tanyakan oleh Awan adalah, mengapa dia berniat sekali dalam membantu semua para Roh bisa lolos dan keluar dari tempat ini. Sedangkan yang menculik para Roh pun juga bagian dari sini juga. Itulah pertanyaan yang masih belum terjawab dan belum di tanyakan oleh Awan kepada Sekar.      

"Ah sudah jangan terlalu yang berlebihan!" seru Sekar sambil memegangi pundak dari Jigawaratur Abdi Gohlem yang sedang menundukkan diri menghormat kepada Sekar.     

Sekar tersenyum dan langsung menepuk pundak dari Jigawaratur Abdi Gohlem...      

"Kalau begitu mari aku akan temani kalian semuanya untuk bisa memasuki Temuran Abdi!" ujarnya sambil membalikkan badan dan menggerakkan tangannya di depan pintu, dimana setelah tangannya bergerak seperti memutar dan melukis di udara, tiba-tiba pintu itu terbuka perlahan...      

Silauan cahaya putih langsung menyeruak keluar dari bilik pintu. Dan kami pun yang berada di depan pintu, menutupi silaunya cahaya itu menggunakan jemari kami.     

Dan terpaan udara yang keluar dari celah pintu itu menyusul layaknya seperti udara yang sangat sejuk sekali dipagi hari.      

Semakin lama pintu itu semakin terbuka lebar, dan silauan itu juga semakin lama semakin redup. Jadi kami pun mula melepaskan jemari kami yang berada didepan mata kami, untuk bisa melihat atau mengintip sekilas pemandangan yang berada dibalik pintu tersebut.      

"Wooaaahhhh!!!"     

-----------------------     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.