Jodoh Tak Pernah Salah

Part 357 ~ Hukuman Zico ( 1 )



Part 357 ~ Hukuman Zico ( 1 )

0"Kenapa kau datang lagi setelah lama kau pergi?" Tanya G dengan wajah masam dan garang.     

"Apa urusanmu menanyakan itu padaku?" Zico meradang. Seandainya ikatannya dilepas Zico ingin menghantam dan menghajar G. Mereka berduel secara jantan dan adil. Meski alat vitalnya masih sakit Zico menahannya agar bisa melawan si brengsek G.     

Darah Zico menggelegak melihat ulah G. Rivalnya itu telah melewati batasannya. Tak seharusnya G ikut campur dalam masalahnya. Jika G mencintai Dian maka rebut saja hati ibu dari anaknya, bukan menculiknya lalu sok menjadi Tuhan memberikan hukuman telah memperkosa Dian.     

Mata Zico berapi-api menatap G. Seringai serigala terlihat di wajahnya. Siapa pun bisa lihat bagaimana geramnya Zico dengan G.     

"Kau pikir setelah menculikku dan membunuhku kau bisa mendapatkan Dian? Jangan pernah mimpi. Setidaknya Alvin akan membenci kamu jika dia tahu kamu yang telah menbunuh ayahnya. Alvin bisa saja mempengaruhi Dian untuk membencimu. Aku mati tapi kau tidak mendapatkan Dian. Jika kau ingin Dian seharusnya kau bertindak dalam batasanmu. Apa perlu aku ajari?" Zico tersenyum mengejek bahkan dia meludah di depan G.     

"Tubuh boleh kekar tapi nyali hello kitty. Beraninya keroyokan, menyerang lawan ketika lengah." Zico mendecih, mentertawakan lalu membuang muka.     

Telinga G panas mendengar hinaan Zico. Ucapannya tajam melebihi pedang. G merasa tersinggung dan terhina.     

"Ekspresi wajahmu tidak terima?" Zico tertawa terbahak-bahak. Dia tertawa seperti sedang menonton stand up komedi.     

"Zico," panggil G garang menarik kerah baju dan mencengkram leher Zico.     

"Kenapa? Tersinggung? Orang sepertimu akan berteman dengan orang yang setipe. Anak buahmu banci sama denganmu. Beraninya keroyokan."     

"Aku tahu kau memancingku. Aku tidak akan termakan pancinganmu. Aku punya satu penawaran untukmu."     

"Apa yang akan kau tawarkan?" Pekik Zico memberontak.     

"Kau penasaran kayaknya." G tersenyum evil menatap Zico tanpa belas kasihan.     

"Menghilanglah dari kehidupan Dian dan Alvin. Anggap saja kau tidak pernah tahu jika Alvin ada. Tinggalkan negara ini. Aku akan merawat dan mencintai Alvin seperti anakku sendiri. Aku mencintai Dian maka aku akan mencintai anaknya, walau aku tahu ayah anak itu KAU!"     

"Sampai mati pun aku tidak akan menerima penawaranmu. Lebih baik kau bunuh aku daripada pisahkan aku dengan Alvin."     

"Baiklah jika begitu." G menyeringai dari balik wajah tampannya.     

"Jangan pernah bermain-main denganku G. Kau tahu bagaimana aku. Jika kau lakukan itu maka aku akan melenyapkan orang-orang terdekatmu. Zico tidak pernah main-main dengan ucapannya. Orang-orangku akan bertindak."     

"Hahahahaha." G tertawa nyaring. "Jika orang-orangmu pintar maka dia akan tahu jika bos mereka diculik."     

"Muslihat apa yang kau lakukan hingga orang-orangku lengah?"     

"Lagi dan lagi analisamu tajam sekali Zico. Susah berdebat denganmu."     

"Jangan senang dulu G. Aku pastikan Dian akan membencimu setelah kejadian ini."     

"Apa maksudmu membenciku?"     

"Aku tahu jika penculik pertama adalah Dian, lalu kau menculikku. Kau tidak ingin wanita yang kau cintai mengotori tangannya untuk membunuhku. Apa aku benar lagi?" Zico masih bisa bersikap sombong dan tak mengenal rasa sakit. Zico mentertawakan G atas kebodohannya.     

G menyugar rambutnya lalu meremasnya. Zico bisa menebak jalan pikirannya. Zico selalu tahu apa yang diinginkannya dan dia mau. G tersenyum meringis atas kekalahannya. Sekali lagi dia kalah dari Zico.     

"Kenapa kau diam saja? Aku ingin mendengar mulut besarmu." Zico kembali memantik amarah G.     

"Hari ini kau menang. Aku akui kehebatanmu Zico. Kau terlalu pintar untuk mengetahui isi hatiku," ucap G memuji walau ia berat mengucapkannya.     

"Kemana saja kamu selama ini? Bukankah kau sudah tahu betapa liciknya aku. Betapa mematikannya seorang Arzico Aditia. Masalah aku dan Dian kau tidak perlu ikut campur. Apa yang terjadi di masa lalu hanya aku dan Dian yang akan menyelesaikannya. Dan kau hanya orang asing yang tak sepantasnya ikut campur. Kau mencintai ibu dari anakku, tapi sekali lagi aku menang darimu. Aku lebih membanggakan daripada kamu. Aku memiliki anak dari wanita yang kamu cintai sementara kamu apa? Aku berani bertaruh jika Dian tidak pernah menyukaimu. Jangankan menyukaimu, melirikmu saja mungkin dia tidak." Zico tertawa terbahak-bahak. Penghinaan barusan pasti akan melukai perasaan G.     

"Apa kau bilang? Hentikan omong kosongmu itu Zico!" G tidak terima dengan ucapan Zico karena telah meremehkan dan menghinanya.     

"Aku tidak bicara omong kosong G. Itu Kenyataan. Kau pikir aku tidak tahu jika selama ini ini kalau menutupi keberadaan anakku hingga orang-orangku tidak tahu ketika menyelidiki Dian, tapi sayangnya usahamu gagal." Zico membuang ludah. Air ludahnya bercampur darah karena dipukul tadi.     

"Aku tahu tentang anakku dan bisa kupastikan jika anak itu adalah darah dagingku. Jika kau ingin mendapatkan ibunya kau harus merebut hati anakku. Menyakitiku sama saja kau menyakiti anakku. Jika anakku telah tersakiti, jangan harap kau bisa mendapatkan ibunya. Apa pun yang akan kau lakukan padaku tetap saja kau tidak akan mendapatkan Dian. Kau merusak semuanya. Kau bunuh aku, tapi kau tidak akan mendapatkan apa apa. Usahamu sia-sia. Seandainya kau biarkan Dian yang membunuhku mungkin kau masih bisa menjalin hubungan dengan dia. Kau tidak punya pilihan G. Kau menyedihkan," maki Zico semakin sengit.     

G meradang tak terima dengan semua kata-kata yang keluar dari mulut Zico. Amarah pria itu memuncak. Rasa sakitnya sampai ke ubun-ubun. Ucapan Zico bak bom waktu yang akan meledak. G tak dapat menahan amarahnya, pria itu melepaskan ikatan ditangan dan kaki Zico lalu mencekiknya.     

"Sampai kapanpun kau tidak akan pernah menang dariku." Bentak G mendorong Zico hingga membentur dinding.     

"Sepertinya hari ini adalah pertarungan hidup dan mati kita G. Apa kau mau bertarung denganku?" Zico mengajak berduel.     

"Kenapa kau begitu percaya diri Zico? Kau lihatlah kondisimu." G menunjuk keadaan Zico yang babak belur. Untuk jalan saja dia masih merasa ngilu.     

"Kau sangat menyedihkan dan lemah. Apa kau tidak sakit? Alat vitalmu ditarik anak buahku? Apa kau yakin sekuat itu?" G mencemooh memperhatikan Zico dari atas sampai bawah.     

Sebenarnya Zico masih merasakan sakit pada alat vital, namun pria itu enggan menunjukkan kelemahannya. Kesombongan sudah identik dengan seorang Zico. Sangat memalukan dan menjatuhkan harga dirinya jika Zico harus mengakui kelemahannya di depan musuh. Seorang Arzico Aditia sudah ditakdirkan sedari lahir untuk menjadi pria arogan, mengintimidasi orang lain dan tak terkalahkan. Zico harus mempertahankan predikat itu, tak boleh memperlihatkannya kepada orang lain terutama G. Apa kata dunia jika dia harus merendahkan harga dirinya memohon pada G untuk melepaskannya dan membiarkannya hidup. Sebagai seorang muslim Zico percaya pada takdir. Apapun yang terjadi pada hari ini Tuhan telah menentukan takdir itu padanya. Zico tidak akan pernah menggugat Tuhan atas apa yang terjadi padanya hari ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.