Cinta seorang gadis psycopath(21+)

KE PANTAI ASUHAN



KE PANTAI ASUHAN

0Tanpa terasa, Axel dan Chaliya sudah tiba di tempat tujuan, di sebuah bangunan bertingkat, sederhana dengan halaman yang cukup luas di depan dan sisi kiri kanannya. Di mana, tiap halaman ada banyak anak kecil-kecil yang tengah bermain di sana, berlarian dengan beberapa orang dewasa yang mengawasi mereka.     

"Kita sudah sampai. Ayo, turun!" ucap Axel saat Chaliya melamun memperhatikan banyak anak kecil berlarian di ahalaman. Beberapa di antaranya ada yang ada di atas kereta bayi, dan juga di gendong.     

"Kau mengajakku ke sini, Pak?" ucap Chaliya dengan pandangan masih tetap lurus ke depan.     

"Ya, ayo turunlah.l kita temui pemilik panti dulu, ya?" ajak Axel.     

"kenapa harus denganku? Aku ingin bersama anak-anak ini dulu. Apakah boleh aku menggendongnya?" tanya Chaliya meminta izin.     

"Tentu saja boleh. Tapi, nanti. Karena tujuan utama kita di sini bukan membantu jaga bayi dan balita. Tapi, memberikan donasi," ucap Axel.     

Chaliya pun diam. Dengan berat hati ia menuruti ajakkan bosnya sambil meruntuk dalam hati, "Ah, kau ini dasar! Bilang saja ingin tahu seperti apa reaksiku jika bertemu dengan kedua orangtuaku, kan? Berlagak melarang-larang kesenanganku saja," umpat Chaliya lirih sambil berjalan mengekor di eblakang Axel.     

"Nak Axel? Masuklah Nak. Apakah kau ke sini bersama istrimu? Di mana Wulan?" sambut Yulita, yang sebenarnya mamanya Alea, dan Chaliya adalah Alea.     

"tidak, Tante. Aku bersama salah satu staf kantor. Kebetulan dia tidak ada acara, jadi saya mengajaknya ke sini," ucap Axel santun.     

"Oh, itu? Mari, Mbak. Silahkan duduk," ucap tante Yulita. Yang takt ahu, bahwa di dalam jiwa gadis di depannya itu adalah Alea putrinya.     

"Terimakasih, Tante," jawab Chaliya santun. ia sadar, kalau Axel terus memperhatikan setiap gelagatnya. Namun, sampai akhir, ternyata nihil. Tidak ada yang mencurigakan. Bahkan, Chaliya juga sangat menikmati Ketika bermain dengan beberapa anak balita di bawah lima tahun. Dia menjadi idola bagi anak-anak. Axel juga baru tahu, kalau Chaliya yang seksi itu ternyata suka anak kecil. Biasanya, cewek seperti itu tidak suka anak kecil dengan alasan tidak mau ribet.     

"Apakah kau menyukai anak kecil?" tanya Axel saat perjalanan pulang dari panti asuhan, menuju ke perusahaan.     

"Ya, aku suka sekali. Sebenarnya, aku sangat ingin memiliki seorang adik. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tapi, karena ayahku katanya meninggal saat aku masih bayi, dan mama tidak mau menikah, tidak ada harapan buat aku memiliki seorang adik. Jadi, di Thailand dulu, aku sering membantu tetanggaku menjaga anak balitanya," cerita Chaliya dengan muka sedikit melamun. Seolah ia tengah mengenang sesuatu.     

"Oh, benarkah?" tanya Axel, ikut terhanyut dalam cerita Chaliya, dan melupakan misinya.     

"Ya, aku bahkan berfikir untuk menikah cepat jika saja tidak ada ikatan dengan perusahaan baru boleh menikah setelah bekerja selama dua tahun. Dengan menikah, aku bisa memiliki anak sendiri. Pasti itu akan sangat menyenangkan. Aku bisa menggunakan sebagian besar waktuku bersama anak-anakku."     

Axel terdiam. Tanpa sadar, ia mulai membandingkan antara Chaliya dan Wulan. "Andai saja Wulan juga berfikir demikian. Menyukai anak-anak dan tidak takut bodynya rusak setelah melahirkan. Chaliya yang perfack saja sepertinya tak pedulikan dirinya seperti apa jika nanti sudah memiliki banyak anak.     

"Kalau kamu mau menikah, ya nikah saya, Ya. tidak ada yang melarang. Asal, jangan sampai teman-teman kantormu tahu saja. kalau Cuma aku, kan aku CEOnya," ucap Axel tanpa sadar.     

Chaliya pun tertawa. Tiba-tiba muncul sebuah ide untuk menggoda Axel. Sesekali mungkin tak masalah. itung-itung balas dendam dengan yang tadi, agar menjadi impas. "Sama siapa? Anda tidak sedang menawarkan diri menjadi suami saya, kan? Hahaha!"     

Axel langsung menolah. Ia yakin, Chaliya berkata demikian mungkin juga masih belum memiliki pacar. Gadis secantik dan secerdas dia, mana mungkin mau dengan pria biasa? "Jika kau mau saja jadi yang kedua, aku tidak masalah. aku akan bersikap adil dengan kalian."     

"Hahaha, aku takut nanti malah dibunuh sama Nyonya Wulan. Dia sudah membenciku dan memanggilku jalang, meskipun aku sudah berusaha menjaga jarak dengan anda," jawab gadis itu sambil melepaskan sabuk pengamannya karena mereka sudah tiba di tempat parkir perusahaan.     

"Baik jika kau taku, bagaimana kalau kita merahasiakannya saja?"     

"Haha, saya akan segera kembali bekerja, Pak. Terimakasih untuk hari ini dan makan siangnya yang enak," ucap gadis itu, kemudian keluar dari mobil begitu saja. di luar sana, Chaliya mengomel, kalaupun aku ingin menikah dan memiliki anak, kenapa harus dengan pria brengsek sepertimu? Hati saja dah mirip sama kos-kosan. Dari segi apapun, kau tidak jauh lebih baik dari Andra,' umpatnya dalam hati.     

****     

"Sudah pulang, kau?" ucap Wulan sambi duduk di atas ranjang sambil bersandar.     

"Bukannya aku tidak terlambat?" jawab Axel tanpa memandang ke arah Wulan. Beberapa hari di diamkan, pasti dia sudah ingin mengajak ribut lagi.     

"Sekarang, kau bahkan ke panti asuhan untuk memberikan donasi tidak lagi mengajakku. Melainkan si jalang itu!" ucap Wulan.     

" Siapa yang kau maksud?"     

"Memang kau ke panti tadi dengan siapa? Chaliya, si jalang itu, kan?"     

"Wulan, dia itu bukan wanita jalang seperti yang kau katakan. Berhentilah menghujat dia. Kalian ini sama-sama wanita. Kau harus sadar, bahwa kau belum tentu lebih baik dari dia."     

"Kau bilang apa, Xel? Bahkan kau sekarang mulai membelanya?" teriak Wulan tidak terima, dan langsung turun dari ranjang.     

"Aku tidak membelanya. Sekarang, kau berkemas-kemas lah, besok sore, kita akan terbang ke Bangkok. Kita selidiki Chaliya itu. apa benar, dia adalah Alea yang melakukan oprasi total, menambah tinggi badannya, dan membeli identitas baru, atau benar-benar Chaliya. Agar kau tahu."     

"Apa maksudmu?"     

"Aku sudah meminta tolong Levy untuk menyelidiki dia. Sudahlah, aku lelah. kau jangan marah-marah terus." Axel mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.     

"Kau tahu aku cemburu padanya, kenapa kau malah membawa dia pergi ke panti asuhannya kedua orangtuanya Alea?" ucap Wulan, Ketika mereka sudah berada di meja makan.     

"Karena aku ingin lihat, seperti apa reaksinya saat bertemu dengan tante Yulita dan om Rafi. Dia biasa saja. tidak ada tatapan rindu layaknya anak yang sudah lama tidak bertemu dengan kedua orangtuanya. Sekarang, bagaimana kalau kau memakai pin ini saja di bajumu. Di sini ada kamera kecil yang dapat merekam gambar dan suara dengan baik jika memang Chaliya pernah berkata seperti itu padamu," ucap Axel sambil memberikan sebuah pin Mutiara pada istrinya.     

"Ah, kenapa aku tidak kepikiran dari dulu, ya untuk memiliki benda seperti ini?"     

"Ya sudah, semoga itu bisa membantu. Apakah kau besok tetap bekerja? Atau ambil cuti saja?"     

"Aku akan bekerja seteengah hari, sama sepertimu," jawab Wulan antusias dan penuh semangat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.