Cinta seorang gadis psycopath(21+)

SURPRISE



SURPRISE

1Karena berangkat lebih awal dari biasanya, tepat pukul delapan Andra sudah tiba di kantor pusat. Tapi, karena konversi pers dimulainya masih pukul sembilan nanti, maka dia tidak langsung masuk ke gedung besar tersebut. Sengaja ia lakukan agar tidak bertemu dengan Chaliya. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Andra memasuki geding dan langsung menuju ke auka pertemuan. Beruntung, Alea hanya sebagai staf marketing biasa, bukan bagian eksekutif yang akan mengikuti kegiatan rapat. Jadi, untuk ketahuan olehnya juga pasti akan kecil, besar kemungkinan untuk memberinya kejutan nanti.     

Keadaan berjalan seperti bagaimana semestinya, sampai acara konversi pers selesai, Andra selamat tidak ketahuan oleh Chaliya. Waktu juga sudah menunjukkan pukul dua belas, para karyawan juga sudah waktunya istirahat.     

"Apakah ada pertanyaan?" ucap Axel sebagai pengisi acara.     

"Tidak, Pak."     

"Sudah paham, ya? Ya sudah, kalian bisa istirahat dulu," ucap pria itu dengan penuh wibawa.     

Awalnya Andra juga akan ke cafetaria. Tapi, ia urungkan saat ia merasakan benda pipih dari dalam sakunya bergetar. Pria itu tersenyum tipis penuh arti. Pasti, dia sudah bisa menebak siapa orang yang menghubunginya.     

'Benar, kan dugaanku?' batinya sambil tersenyum tipis. Tanpa ragu-ragu, pria itu langsung menjawab panggilan video tersebut.     

"Aku masih ada acara sayang. Belum selesai," jawab Andra to the poin saat muncul sosok wanita cantik dengan rambut indahnya yang dibiarkan terurai begitu saja.     

"Apakah sampai malam?" tanya gadis cantik itu sambil menatap obyek di belakang Andra. Memang, Andra nampak si sebuah ruangan besar di mana ada banyak orang berpakaian formal di belakangnya.     

"Iya, kan aku sudah katakana. Kangennya ditunda dulu saja, ya?" jawab pria itu sambil tersenyum genit sesekali mengedipkan sebelah matanya. Membuat wanita mana pun pasti akan gemes padanya.     

"Ah, kamu… " ucap Chaliya tidak meneruskan kembali kalimatnya.     

"Ayo, Pak Andra kita makan siang," sapa seorang wanita sambil berlalu.     

"Siapa dia?" tanya Chaliya dengan ekspresi menunjukkan aklau dirinya cemburu.     

"Rekan kerja. Ngajak makan siang. kamu sudah makan apa belum?"     

"Apakah dia juga masih muda? Cantik tidak? Kalian akrab?"     

"Tidak, Sayang. Dia juga seorang bos dari perusahaan lain. Jadi, sapaan kami tidak lebih dari sekedar say hello saja. kenapa? Cemburu?"     

"Ya sudah, kamu cepat makan siang, ya jaga Kesehatan. Aku juga sudah lapar," jawab Chaliya lalu mematikan ponselnya. Tapi, sedikitpun Andra tidak merasa kecewa dengan prilaku kekasihnya itu. justru ia malah senang. Jelas saja, dengan merajuk, pasti dia cemburu, hanya saja dia pasti gengsi untuk mengakuinya.     

Usai acara, Andra berfikir untuk langsung ke rumah Chaliya saja. toh, tante Thassane mamanya Chaliya juga sudah bisa banyak berbahasa Indonesia. Atau, jika tidak, mereka bisa berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris saja.     

"Ting tong!" dengan sedikit ragu dan deg-deg an pria itu memencet bel pintu. Sebelumnya, ia tidak pernah datang ke rumah itu tanpa ada Chaliya di rumah. Namun, karena ia ingin memberi kejutan, kenapa tidak? Lagipula mamanya juga tahu, kalau dia adalah pacar putrinya.     

"Sebentar," ucap seorang wanita dari dalam rumah tersbut. Cukup lama. Mungkin saja dia masih mengintip dari lensa bulat yang terpasang di pintu untuk melihat siapa yang tang. Setelah mengenal, siapa yang datang, barulah wanita berumur sekitar empat puluh tujuh tahun tersebut membuka pintu untuk dirinya.     

"Andra? Masuklah. Apakah kau dari Bandung?" sambut wanita itu dengan ramah.     

"Tidak, Tante. Aku dari Jakarta," jawab pria itu sedikit grogi.     

"Chaliya masih belum kembali. Mungkin sebentar lagi. Biasanya, di hari Sabtu dia akan pulang sekitar pukul dua lewat limabelas menit," ucap wanita itu. kemudian ngeloyong menuju kitchen set yang letaknya tidak jauh dari ruang tamu. Masih bisa terlihat dari tempat duduk Andra meskipun ada single sofa untuk menonton tv dan juga meja makan.     

"Iya, tidak apa-apa, Tante. Jangan hubungi dia. Takut nanti dia buru-buru dan malah tidak baik juga," timpal pria itu dengan santun.     

"Iya. Apakah kau sudah makan siang?"     

"Sudah Tante. Jika tante belum makan siang, makan siang saja dulu tidak masalah. saya akan menunggu Chaliya. Mungkin saja juga setengah jam lagi dia sudah tiba."     

"Tante juga sudah makan siang. baru saja selesai. Kamu mau minum apa, Ndra?"     

"Apa saja. terserah Tante, deh!"     

Wanita itu kembali dengan segelas besar berisi jus jambu merah dan satu piring kecil berisi sepotong blacforest. "Minumlah smabil menunggu Chaliya," ucap wanita itu dan meletakkan dua bend aitu di depan meja.     

"Terimakasih, Tnate. Anda terlalu repot."     

"Tidak, tante tinggal nuang dan ambil saja. itu jus masih fresh kok. Baru tadi pagi tante membikin," jawab Thassane.     

Andra tersenyum tipis, sambil mengangguk pelan. Kemudian, meraih segelas jus jambu merah di hadapannya dan menyeruputnya sedikit. Rasanya segar dan kental. 'Pantas saja, Chaliya dan mamanya memiliki kulit yang bagus. Mereka berdua tidak bisa lepas dari mengkonsumsi buah-buahan,' batin Andra. Ia juga ingat kalau kekasihnya dan juga ibunya itu sangat hobi makan rujak. Sepertinya idak hanya mereka berdua. Tapi, semua gadis dan para wanita di negeri gajah putih juga demikian. Bahkan, rujaknya yang khas juga terkenal sampai di negeri ini.     

"Ceklek!" dua orang itu langsung menolek kea rah pintu yang terbuka dari luar. Mereka sudah bisa menebak, siapa yang datang. Yang jelas adalah Chaliya. Karena, tak mungkin tamu memiliki kunci rumah.     

"Kau sudah pulang, Cha? Lihat, siapa yang datang," ucap mamanya sambil tersenyum melihat kea rah Andra yang nampak malu-malu.     

"Siapa memang?" tanya Chaliya sambil melihat pria yang duduk membelakangi dirinya. Tapi, gadis itu sudah tahu siapa yang datang meskipun dia tidak menoleh dan hanya melihat punggungnya saja. "Andra!" teriaknya kemudian berlari menghampiri pria itu.     

"Kau sudah pulang?" ucap Andra sambil berdiri dan memeluk sedikit Chaliya. Ia juga menyempatkan mencium kening gadis itu, kemdian segera mengambil jarak karena tak nyaman dengan calon mama mertuanya.     

"Kenapa kau tidak katakana jika akan datang? Bukankah kamu…. " tanya Chaliya, menggantung.     

"Iya, ada pertemuan. Kau tahu di mana?"     

"Tidak. Memangnya di mana?"     

"Di kantormu. Aku juga bertemu dengan Jevin tadi."     

"Jevin, ya? Aku tadi juga lihat dia. Gak sengaja aku enabraknya saat kami saling berpapasan."     

"Oh, iya kah?"     

"Sudahlah aman, hahaha," jawab Chaliya seolah tahu apa yang Andra pikirkan.     

Andra ikut tertawa. Namun tetap saja kikuk. Ia kawatir pria itu akan marah dan menutut gadis di hadapannya, memang lucu sekali, bagaimana bisa pria itu menuntut. Toh, Alea sekarang juga sudah berubah menjadi Chaliya. Harusnya dia kawatir kalau sampai pria berdarah timur tengah itu sampai jatuh cinta pada Chaliya dan mengejarnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.