Cinta seorang gadis psycopath(21+)

RUJAK BANGKOK TANTE THASSANE



RUJAK BANGKOK TANTE THASSANE

0"Oh, Ya, maaf jika aku lancang. Ga sengaja membuka ponsel kamu," ucap Axel saat ia tersadar dan memeberikan benda pipih itu kepada pemiliknya. Setelahnya, ia segra menyalakan mesin dan melajukan kendaraannya.     

Chaliya hanya tersenyum tipis dan berkata. Tidak masalah, selama tidak membuka ranah pribadi, sah-sah saja," jawab gadis itu. agar Reyna tidak curig.     

"Hehehe, aku kaget dengan gambar wanita yang muncul di layar ponselmu. Karena penasaran, aku pun melihatnya. Ternyata, itu berita lama yang kembali diviralkan."     

"Apakah itu benar-benar terjadi dan ada di negeri ini?" tanya Chaliya.     

"Ya, kebetulan dia juga pernah bekerja di perusahaanku dulu," jawab Axel dengan tenang. Matanya menatap ke depan dengan tatapan setengah melamun, mengenang tentang Alea yang sudah lama ia lupakan.     

Chaliya diam. Tapi, ia berekspresi kaget. Itu jauh lebih baik dan memberi kesan natural sekali. Daripada mengatakan sepatah kata.     

"Apakah kau tidak percaya? Editor yang mendapat penghargaan melaporkan secara diam-diam pada intelijen swasta itu adalah istriku," jawab Axel penuh percaya diri dan bangga.     

Chaliya memandang ke arah Axel dengan tatapan serius sampai kepalanya sedikit miring.     

Mungkin saat ini Axel mengira kalau Chaliya sulit untuk mempercayai apa yang baru saja dia katakana. Tapi, sejujurnya, ia merasa surprises saja dengan kejutan ini. Dalam hati gadis itu bergumam, 'Oh, jadi benar, Wulan menganggap Revanda itu nyata dan hidup? Oke, Wulan. Aku sudah mewanti-wanti kamu. Mungkin ini saatnya aku bermain dengan dirimu dengan menggunakan identitas baruku ini,'     

"Kenapa kau memandangku sampai seperti itu, Ya? Apakah kau tidak percaya?" tanya Axel sambil tertawa konyol.     

"Sungguh sulit dipercaya. Aku melihat Ale aini cantik, kalem dan juga nampak lemah lembut," ucap Chaliya sambil memandang foto dirinya yang sebenranya dalam layar sentuh di tangannya.     

"Ya, dia memang snagat cantik. Walaupun sedikit pendiam, di aitu mudah bergaul. Banyak yang suka padanya. Karena tidak banyak bicara, banyak teman-temannya yang menjadikan dirinya dulu sebagai teman curhat. "     

"Oh. Memang apa yang bisa dia katakan saat semuanya curhat padanya? Cukup jadi pendengar yang baik dan menjaga agar tidk bocor?"     

"Lebih dari itu. dia memberi solusi dan motivasi yang sangat bijak agar semua teman-temannya bisa segera bangkit. Itu terkuak setelah dia menjadi buronan, dan kematian dirinya."     

"Sungguh sangat disayangkan."     

Karena banyak mengobrol, tanpa terasa mereka sudah tiba di depan rumah Chaliya dan ibunya.     

"Itu rumahku yang bercat putih!" seru Chaliya saat mobil yang dinaiki sidah berjarak duapuluh meter dari rumahnya.     

"Oh, depan itu, ya? Yang pagarnya stainlees?" ucap Axel lalu mengerem mobil.     

"Nah, iya benar itu."     

"Ya sudah, kamu jaga diri baik-baik, ya? Kami balik dulu," ucap Axel.     

"Kalian sudah tiba di sini. Ayolah mampir. Apakah kalian tidak ingin kenalan dengan mamaku?" tawar gadis itu dengan ramah.     

Axel saling pandang dengan Reyna melalui kaca sepion tengah. Pria itu meminta persetujuan dari gadis itu. Namun gadis itu memberi isyarat agar mampir saja. soal Wulan, dia akan membantu dirinya.     

"Oke, baiklah!" ucap Axel. Kemdian dia dan Reyna turun dari mobil dan memasuki rumah itu, rumah yang bagus dengan tatapan yang snagat apik. Type bangunannya ala-ala korea. Sangat cocok dengan kepribadian Chaliya yang simple bersih dan elegan.     

"Mama! Di mana kau? Aku pulang membawa dua teman. Satu diantaranya adalah bos besar persahaanku!" teriak gadis itu, berbahasa Thai dengan suara cemprengnya.     

"Mama di dapur, Chaliya!"     

"Mamaku masih di dapur. Kalian duduklah, aku akan menyusulnya!" ucapnya, berganti Bahasa.     

"Dia memang lancar berbahasa Indonesia. Tapi, tetap saja kaku, ya? Logatnya masih logat orang Thailand," bisik Reyna pada Axel.     

"Tapi, itu bagus, lah. Mungkin dia sudah lama belajar dan bekerja keras untuk dapat menguasai Bahasa nasional kita sebelum ke sini."     

"Ya, mestinya sih, iya. Apakah kau tidak penasaran, kenapa dia lebih memilih berpindah di sini?"     

"Ya pengen tahu. Tapi, apakah aku pantas bertanya padanya? Aku dan dia baru saja kenal. Untuk dekat-dekat, rupanya dia sangat jaga jarak denganku."     

"Gak harus dekat banget sama dia. Sah-sah saja bagi kamu menanyakan itu padanya. Karena kau adalah atasannya dan juga, ngpain dekat-dekat dengannya? Mau cari masalah?"     

"Iya. Aku tahu itu. apakah kau tahu, dengan pria mana dia dekat?"     

"Tidak tahu. Sepertinya dia hanya bergaul dengan sesaa wanita saja. itupun juga tidak terlalu akrab. Dia hanya sosok yang fund diajal jalan-jalan." Seketika meraka berhenti mengobrol saat mendengar suara langkah kaki dari belakang.     

"Itu, adalah Reyna, yang tadi mengantarku. Dan itu adalah CEO perusahaan aku bekerja, Ma," ucap Chaliya dengan riang.     

"Selamat Sore," sapa mamanya Chaliya sedikit gugup. Dari cara bicara dan ekspreinya. Sepertinya Bahasa Indonesianya tidak selancar Chaliya, putrinya.     

"Selamat sore Tante," sapa Axel dan Reyna bersamaan. Mereka pun akhirnya berkenalan. Wanita itu, juga tidak ragu-ragu menyebutkan Namanya pada bos dan rekan kerjaa putrinya.     

"Pak, mamaku tadi ternyata membikin rujak. Ini rujaknya, ayo dicicipin," ucap Chaliya, menaruh nampan berisi dua piring berisi berbagai buah-buahan yang sudah diiris-iris dan dua mangkuk kecil sambal kering, khas Bangkok.     

Memang, rujaknya tidak sama dengan yang berada di Indonesia. Tapi, siapa yang tidak kenal dengan rujak khas Bangkok yang memang enak dan sekarang, viral dan trand di masarakat Indonesia. Jadi, Axel dan Reyna pun tak segan-sengan untuk mengambil potongan kedondong dan mencocolnya pada sambal tersebut.     

"Bagaimana menurut kalian? Apakah enak?" tanya Chaliya, harap-harap cemas.     

"Ini luar biasa enak. Rasanya tidak sama dengan yang biasa dijual di olshop," komen Reyna yang memang pecinta rujak Bangkok. Lebih tepatnya semua jenis rujak dia doyan sih.     

"Mama, mereka bilang kalau rujak yang kau buat rasanya sangat enak sekali," ucap Chaliya dengan Bahasa Indo.     

"Iya, aku mengerti sedikit dengan kata-kata mereka meskipun menggunakan Bahasa asing," jawab Thassane.     

Setelah puas menikmati hidangan yang disiguhkan, mereka pun berpamitan. Thassane tahu kalau mereka berdua sangat suka dengan rujak buatannya. Kebetulan dia membuat bumbunya lumayan banyak. Jadi, Ketika mereka berdua ngobrol dengan putrinya, dia diam-diam kembali ke dapur untuk menyiapkan rujak buah dalam box untuk mereka bawa pulang. tentu saja dengan senang hati mereka berdua menerima itu.     

"Ini untuk kalian. Bawa dan terimalah!" ucap Thassane memberikan dua box pada Reyna.     

"Wah, tante repot-repot sekali. Terimakasih banyak ya Tante," ucap Reyna merasa sungkan, tak enak sendiri namun suka.     

"Sudahlah, jangan anggap terlalu serius. Kalian suka, jadi aku mmeberikan. Kalian bahagia, akupun senang," jawab Thassane dengan ramah.     

"Terimakasih banyak, ya Tante," timpal Axel. Kemudian, mereka pun berpamitan pulang. Chaliya dan ibunya juga mengantarkan keduanya sampai gerbang dan kembali masuk setelah mobil mereka kian jauh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.