Cinta seorang gadis psycopath(21+)

KABAR KEMATIAN



KABAR KEMATIAN

1Axel menarik tubuhnya dari Wulan dan meniru pertanyaan dari Wulan. Apa? Ambigu? Baiklah! Aku akan terang-terangan agar semuanya jelas. Pria itu mengeluarlan sesuatu dari dalam saki celanyanya. Sebuah box kecil merah velvet berbentuk hati. "APakah kau mau menikah denganku, Wulan? Menghabiskan sisa usiamu bersamaku untuk selama-lamanya?" ucap Axel sambil membuka box itu, berjongkok, mengangkat benda yang di dalamnya adalah sebuah cincin berlian yang sangat indah.     

Wulan terharu dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Axel… apakah kau melamarku?" tanyanya dengan air mata yang menetes di kedua sudut netranya.     

"Iya. Aku melamarmu. Apakah kau mau menikah denganku?" tanya Axel lagi. Lebih jelas dan blak-blakan.     

"Kenapa, Xel? Kamu tidak menunjukkan sikap romantis padaku selama ini, kok tiba…. "     

"Wulan, cepat katakana! Kamu mau apa tidak. Capek aku begini terus, kakiku terasa kesemutan," ucap Axel langsung memotong kalimat yang Wulan katakan.     

"Ya, akum au. Tapi, kau harus menjawab beberpa pertanyaanku nanti," jawab Wulan karena terlalu di desak dengan alasan kaki Axel kesemutan.     

Perlahan Axel berdiri, lalu mengambil cincin tersebut dan meraih tangan Wulan dan meraih tangan gadis itu kemudia menyematkan cincin pada jari manisnya.     

"Jadi, mulai sekarang, kau tidak bisa sembarangan bergaul dengan pria lain," ucap Axel sambil tersenyum jahi.     

"memang, di mana akua da bergaul dengan laki-laki, Xel! Kau yang selalu dikerumuni oleh banyak wanita, bukan?"     

"Oke, baiklah. Mereka hnyalah staf. Apakah kau sudah makan siang? Bagaimana untuk merayakan hari jadi kita dan makan di luar?"     

"baik. Aku akan bersiap dulu," jawab Wulan kemudian gadis itu berlari menuju kamarnya. Tiba di sana, dia tidak langsung berganti pakaian dan berdandanan. Melainkan, ia meyakinkan diri, apakah yang dialaminya barusan itu bukanlah mimpi?     

"Apakah ini nyata? Kenapa Axel tiba-tiba melamarku? Apakah dia diam-diam sudah menyukaiku? Tapi, sejak kapan? Sedikitpun tidak pernah dia menunjukkan kalau ada rasa padaku. Apa aku terlalu banyak berhayal, dan barusan ini adalah mimpi?"     

Wulan memandang cincin berlian di tangannya benar-benar ada, lalu, ia mencubut lengannya. Rasanya sakit. Benar-benar sakit. Jadi ini bukan mimpi, ya? gumamnya dalam hati.     

"Wulan, kau butuh waktu berapa lama lagi? Sudah, gak perlu dandan, gitu saja kamu juga sudah cantik! Teriak Axel dari luar, membuat Wulan terdadar dari lamuanan. Dia tidak perlu berdandan. Karena, ia memang sudah memiliki kulit yang putih mulus bak pualam, serta alis dan bibir yang sudah disulam, juga bulu mata yang sudah di eyelesh. Jadi, cukup mengganti pakaian, lalu jalan.     

Usai makan siang, masih di tempat itu juga, Wulan mulai mengajukan satu pertanyaan yang sebenarnya sudah sejak tadi ingin sekali dia tanyakan pada Axel.     

"Apa alasan kamu melamarku? Bukankah kau menganggap aku sebagai adik?"     

"Karena aku sayang dan cinta sama kamu."     

Seketika wajah gadis itu merona karena malu. "Sejak kapan kamu mencintaiku?"     

"Sejak kapan pastinya aku tidak tahu. Tapi, saat kau membuatkan hidangan untukku minggu lalu, aku merasa kalau kau berusaha menyenangkanku."     

"Ih, dasar Ge Er," ucap Wulan sambil memukul lengan Axel. Keduanya tertawa bersama. Saat mereka tengah asik bercanda, dan bersenda gurau. Kembali, panggilan dari ponsel Axel berdering. Dia kira dari siapa. Ternyata itu dari Jevin.     

"Aku angkat panggilan dulu," ucap Axel pada Wulan.     

"Iya," jawab gadis itu dengan tenang.     

"Halo, ada apa, Jev?" tanya Axel serius.     

"Kau sedang apa, Xel? Init ante Yulita kembali pingsan," ucap Jevin.     

"Kenapa bisa? Apakah ada masalah?"     

"Ya, mereka menemukan Alea dalam keadaan tak bernyawa dan tubuh hancur karena kecelakaan."     

"Apa? Baik, di rumah sakit mana? Aku akan segera ke sana!" jawab Axel kemudian ia segera berkemas dan membayar makanannya.     

"Ada apa, Xel?" tanya Wulan yang juga bingung.     

"Alea meninggal dunia, Wulan" jawab Axel.     

"Apa? Bagaimana bisa?" tanya gadis itu kemudian ia juga buru-buru dan pergi meninggalakan restoran menuju ke rumah sakit.     

"Alea! Ya Allah, Nak… kenapa nasibmu malang sekali?" teriak Yulita histeris di depan peti jenazah. Terpakasa jenazah dimasukkan peti. Karena, jasadnya sudah tak bisa dikatakan utuh lagi. Karena, kepalanya pecah dan otaknya berantakan.     

"Tante yang sabar, ya? Semoga, dosa-dosa Alea diampuni, dan diterima amal baiknya," ucap Wulan mencoba menenangkan wanita itu. sementara Axel dan Jevin, kini bersama om Rafi. Mereka berdua yakin, setega apapun Alea terhadap dirinya, sebagai ayah, ia juga akan sedih denga napa yang menimpa putrinya. Namun, berbeda dengan Yulita istrinya. Rafi cenderung tenang dan seolah ikhlas melepas kepergian anak semata wayangnya. Mungkin, ini semua sudahlah takdir. Di usia yang sudah bisa dikatakan tidak muda apabila mendapatkan seorang bayi, mereka justru kehilangan harta yang sesungguhnya.     

"Om, yang sabar, ya? Semoga Alea diterima di sisinya," lirih Jevin.     

"Iya, terimakasih. Ini semua terjadi karena aku. aku lah akar masalah dari semua ini. Setelah aku bercerita, kau boleh membenci dan melakukan apapun tehadapku, Jev," lirih Rafi. Ia tak peduli dengan boroknya sendiri meskipun ada Axel. Toh, tanpa ia bercerita saja, sebagai detektif kelas atas, Axel pasti sudah tahu segalanya.     

"Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri, Om. Seperti apapun kondisi orangtuanya, hiidup ini pilihan," hibur Jevin. namun, terkesan menyalahkan Alea. Ya, memang dia yang salah.     

"Kau tahu, kenapa Intan bisa dihabisi dengan sadis olehnya?" Rafi menatap nanar Jevin yang juga merasa sedih sekaligus kehilangan.     

Pria itu mengeleng pilu.     

"Karena dia tahu, Intan adalah selingkuhanku. Dia menjadi benci. Bertambah benci setelah mendengar percakapanku dengan Intan, mengatakan kalau dia lebih baik dari mama kalian. Itu lah sebabnya, Alea membunuh Intan dan menjadikan menu makan siangku daging wajahnya. Aku percaya, karena dia telah merekam dan mempertontonkan padaku. Aku syock, tak percaya, trauma sehingga aku gila dengan sensirinya. Namun, tak kusangka, dia justru memperparah karena menganggap aku ini adalah ancaman baginya. Jika saja aku jadi pria setia. Ini tidak akan terjadi, Jevin. kau juga tidak akan menjadi korban dan kehilangan satu-satunya keluargamu."     

"Sudah, Om. Banyak anak yang terlahir dari keluarga broken dan bahkan jauh lebih hancur dari Alea. Namun, dia tidak seperti itu. memang dia saja yang tak bisa mengontrol emosi. Karena, dalam setiap diri manusia itu memiliki sifat psychopath, hanya saja, kadarnya lah yang membedakan. Antara psychopath berat sedang dan ringan. Memaksa orang lain menerima kehendak kita juga masuk dalam kategori spycopath, Om. Jangan sedih. Kita cukup doakan saja yang terbaik untuk mendiang Alea."     

Axel terpaku mendengar penuturan Jevin, dia begitu bijak sana menjadi seorang pria yang sudah kehilangan sang adik. Seolah, dia tidak memiliki dendam dan kebencian sama sekali pada om Rafi dan juga tente Yulita. Andai saja, Axel yang berada di posisi itu, pasti dia sudah sangatsedih dan kehilangan akal sehatnya. Begitu mendengar berita kematian Alea, pasti dia sudah bersorak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.