Cinta seorang gadis psycopath(21+)

PERKEMBANGAN RAFI



PERKEMBANGAN RAFI

2 "Bagaimana dengan lukamu itu, Xel?" tanya dokter San saat melihat lengan kanan Axel diperban tebal.     

"Tidak masalah. Tadi Levy sudah menanganinya dengan baik," jawab pria itu dengan santai. "di mana om Rafi?" tanyanyakemudian.     

"Dia ada di kamarnya. Apakah kau ingin menemuinya? Dia sudah bisa berkomunikasi dengan baik."     

Axel megangguk tanda kalau ia sudah mengerti.perlahan dia berjalan dan mengetuk pintu kamar tersebut.     

"Nak Axel?" sapa om Rafi dengan dua bola mata berbinar.     

"Apa kabar, Om?" sapa Axel langsung memeluk pria paruh baya tersebut.     

"seperti yang kamu lihat. Om sudah baik-baik saja. sebenarnya om Rafi ingin pulang untuk meminta maaf pada Yulita atas perbuatanku selama ini. Tapi… "     

"Tapi, apa Om?"     

"Aku takut, Xel."     

"Apa yang Om takutkan? Tante Yulita sangat menyayangi anda dengan sepenuh hati. Kondidi Om yang kemarin itu juga musibah, bukan karena maunyaom untuk menjadi tidak normal dan merepotkan tante Yulita, kan?"     

"Bukan itu, Xel." Pria dewasa itu menghapus air matanya. Ia tak mau terlihat rapuh di depan sesame pria yang bahkan usianya jauh lebih muda darinya.     

"Kenapa Om? Jika Om Rafi percaya sama saya, cerita saja. Axel hanya akan jadi pendengar, bukan pengedar curhatan Om."     

"Selama ini aku bukanlah suami yang baik. Aku selalu menduakan Yulita dan membanding-bandingkan dia dengan wanita selingkuhanku di luar sana. Tapi, Ketika hal buruk menimpaku, dia adalah satu-satunya orang dan wanita yang ada terdepan dan selalu siap untuk merawatku. Aku malu, Xel," ucapnya sambil menangis.     

Axel diam. Bukan karena memikirkan apa yang dikatakan om Rafi. Dia sudah tahu akan hal ini. Terkait dengan Intan dan juga Alea. 'Kata dokter San om Rafi masih belum normal sepenuhnya. Tapi, sepertinya dia salah. Atau sengaja om Rafi diam agar tidak perlu menjawab apa penyebab dia sampai depresi? Soalnya terkait obat yang diberikan oleh dokter dari rumah sakit jiwa itu tidak ada yang tahu.'     

Axel mendesah panjang. Kemudian kembali menepuk Pundak om Rafi yang duduk di sebelahnya. Berkata dengan bijak seperti dia tengah memotivasi bawahannya di kantor saja. "Om, percaya sama Axel. Pulanglah jika memang mau pulang. Melihat Om bisa normal seperti sedia kala, Axel brani jamin, tante Yulita pasti akan suka dan bahagia karena hal ini. Soal kesalahan, selagi om Rafitidak mengulanginya lagi, beliau akan memafkan om Rafi. Karena tante Yulita benar-benar mencintaimu, Om."     

"Benarkah? Apakah dia mengatakan sesuatu padamu, Xel?"     

"Banyak, banyak sekali. Ayo, Om jika mau pulang Axel antar!"     

Om Rafi awalnya tidak menolak dengan niat baik Axel. Dia ingin segera pulang dan meminta maaf. Namun, setelah ia ingat akan suatu hal ia kembali diam dan murung. Kaki rasanya seperti berat untuk berangjak.     

"Om, ada apa? Saya akan mengantarkan anda," ucap Axel lagi saat menyadari keanehan pada diri Rafi.     

"Tidak. Om tidak sebaiknya pulang. Sampai kapan di sini bisa menampung Om, Xel? Om tidak memeliki keberanian untuk kembali pulang."     

"Kenapa tidak berani, Om? Percayalah, tante pasti akan sedih dan berfikir om masih belum normal jika om tidak pulang bersamaku."     

"Bukan itu yang om pikirkan. Oh, iya. Apakah benar kau pacarana sama Alea? Jika belum, lupakan sapa perasaanmu padanya. Sampaikan pula salam om tentang ini pada nak Andra teman kerja Alea.     

Axel memasang muka bingung. "Kenapa demikian Om?"     

"Tidak apa-apa. Dia tidak baik saja buat kalian."     

"Apakah dia ada kasus?"     

"Sudahlah, lebih baik jauhi saja dia Nak Axel. Itu untuk kebaikanmu sendiri dan juga Andra." Ucap pak Rafi bersungguh-sungguh.     

"Tapi, saya tidak bisa meninggalkan dia tanpa alasan yang pasti, Om? Apakah anda sudah menjodohkan dia dengan pria lain yang anda anggap tepat dan lebih baik dari saya?" cecar Axel.     

"Dia… dia sebenarnya… " om Rafi diam. Sepertinya ia enggan mengatakan sesuatu terkait kejahatan yang pernah putrinya lakukan.     

"Iya, Om. Dia kenapa?" tanya Axel lagi. Dia sungguhsungguh menuntut jawaban dari om Rafi.     

"tidak apa-apa, Nak Axel. Lupakan saja. anggap kalau om tidak pernah berkata apa-apa sama kamu terkait Alea," jawab pria itu salah tingkah.     

"Oh, iya Om. Jevin sekarang dirawat di rumah sakit. Kasian sekali dia. Keluarga sudah tidak ada. Katanya, Intan adiknya lama menghilang."     

"DEGH!" dalam dada pak Rafi seperti dihantam oleh batu besar dan meremukkan organ di dalamnya.     

"Jevin? Mencari Alea dan terluka? Karena apa, Xel? Apakah kau tahu sesuatu yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang?" tanya om Rafi mendadak panik.     

"Saya tahu apa? Sekarang, apa yang dipertontonkan pada Anda oleh Alea enam bulan silam di kantor setelah makan bersama?" tanya Axel lirih.     

Rafi menduduk ia merasa bingung dan jijik dengan dirinya sendiri lantaran pernah memakan daging manusia.     

"Jujurlah om. Katakana saja. kami tahu anda tidak bersalah. Sebenarnya say aini adalah salah satu anggota intelijen, diam-diam mengawasi kasus ini. Perubahan anda, dan pergerakan Alea. Bahkan, dokter telah dia suap untuk memberi anda obat untuk merusak jaringan saraf anda. Hanya saja, dokter itu masih belum mengaku saat diintrogasi. Itu sekedar kesimpula pribadi saya."     

"Apakah kau mencurigai Alea sebagai pelaku penyuapan dokter tersebut? Bagaimana kau bisa yakin?"     

"Memangnya siapa lagi? Saya menyelidiki anda tidak meiliki musuh. Tapi, jika anda normal, itu adalah ancaman besar bagi Alea."     

"Iya, memang saat itu dia mengatakan kalau daging yang kumakan di kantor waktu itu adalah kepala Intan. Sementara jasadnya ada di mana om juga tidak tahu. Om juga diberi bukti seperti apa sadisnya dia membantai Intan, dan menyayatidaging do area wajah dan memasakknya. Om bahkan masih jijik dan trauma untuk makan daging jika mengingat akan hal itu. Xel.     

"Alea saat ini menjadi buronan polisi karena telah melakukan penusukan pada Jevin dan penikaman terhadap saya. Karena ada rekaman dari kamera tersembunyi, itu menjadi bukti yang kuat untuk memasukkan dia ke penjara."     

"Apakah kau tahu, di mana Alea sekarang, Xel?"     

"Jujur saya tidak tahu. Itu, sudah bukan lagi menjadiurusan saya. Karena, saya hanya ditugaskan menjadi oenyelidik hilangnya Intan serta keanehan pada diri Alea yang saling bersangkutan. Jadi, maaf kalau saya tidak bisa mmebantu."     

Rafi diam mengangguk. Dia menangis meratapi nasibnya. Setelah mengetahui dia novel karya putirnya yang menggunakan nama pena ANDREA W dia terus bersedih dan murung. Kian keras dia mengutuk diri. ia sadar, yang paling bersalah dan harus bertanggung jawab atas kasus ini adalah dia. Benar apa yang Yulita istrinya katakana dulu, selingkuh, main wanita dan bertengkah hanya akan merusak psikis dan mental anak. selama ini Rafi tidak tahu dan sangat bangga dengan prestasi yang dicapai oleh putrinya. Namun setelah tahu akan kenyataan ini, rasanya ia ingin kembali mengulang hari.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.