Cinta seorang gadis psycopath(21+)

BENIH-BENIH KARMA



BENIH-BENIH KARMA

3"Aku ada hal yang perlu diurus dadakan. Aku berangkat dulu, ya?" ujar pria tu sambil mengambil air mineral dari meja makan, dan sepotong roti bakar tanpa selai dan apapun.     

"Kamu hati-hati, ya?" ucap Wulan sambil menatap punggung Axel. Axel yang mulutnya sudah penuh dengan roti tawar bakar hanya menjawab dengan acungan jempol saja.     

Entah sebuah kebetulan atau bagaimana. Ketika ia hendak mengetuk pintu Jevin sudah membuka pintu rumah. Ia bermaksut menyiapkan mobil dari bagasi.     

"Oh, kau sudah datang, Xel."     

"Iya, biar pakai mobilku saja. di mana tante Yulita dan Alea sekarang?" tanya Axel. Langsung menerobos masuk ke dalam melewati Jevin yang berada di tengah pintu.     

"Mereka barada di kamarnya Alea."     

Di sana Axel tidak banyak bicara langsung menggendong tubuh Alea dan membawanya ke luar. Dengan cepat, tante Yulita membuka pintu belakang. Axel pun membaringkan tubuh Alea. Karena rasanya tidak mungkin jika mendudukkan dia.     

"Jev, titip rumah, ya? Aku bawa Alea dulu," ujar Axel sebelum memasuki mobil.     

"Tante titip om Rafi dulu, ya Jev," ucap Yulita dengan tatapan penuh harap.     

"Tenang saja Tante," jawab Jevin meyakinkan tante Yulita. Sahabat terbaik mendiang ibunya dulu.     

Usai melakukan administrasi, Axel melihat Alea di ruang rawatnya. Sengaja pria itu memesankan kamar VIP untuk kekasihnya. Setelah melihat Alea sudah sedikit membaik, ia pun berpamitan akan ke perusahaan sebenar dengan alasan ada hal yang akan dikerjakan.     

Sementara, salah satu orang dari intelijen datang ke perusahaan tempat bekerjanya pak Rafi dulu dan meminta izin pada direkturnya untk melihat rekaman cctv dari berbagai tempat di saat terakhir kali pak Rafi bekerja.     

"Maaf, anda siapa, ya? Saya tidak bisa membiarkan rekaman cctv perusahaan say aini dilihat oleh orang luar begitu saja," jawab sang manager dengan tegas. Namun sopan dan penuh hati-hati.     

Pria bertubuh tinggi besar dan proposional itu menyerahkan kartu identitasnya seperti katu atm namun berbahan logam tersebut. Begitu sang direktur perusahaan membaca identitas dirinya, ia juga menyerahkan selembar surat perintah dari pihak kepolisian. "Saya adalah utusan dari intilejen yang sudah bekerja sama dengan polres."     

"Oh, baik Pak. Silahkan!" jawab pria itu sedikit gentar. Ingin melarangnya takut. Tapi, jika membiarkan ia takut akan berdampak buruk terhadap perusahaan.     

"Anda tidak perlu kawatir. Rahasia yang ada diperusahaan akan aman-aman saja. karena, kami tidak ada niat untuk menargetkan perusahaan anda sama sekali."     

"Iya, Pak. Terimakasih. Mari, saya antar anda menuju operator cctv," ucapnya ramah.     

"Terimaksih atas kerja samanya," ucap pria itu dengan tegas tanpa sedikitpun senyuman di wajahnya.     

Sambil berjalan menuju operator cctv pria itu mengeluarkan ponselnya dan menelfon seseorang. Mengatakan, kalau dia sudah berada di perusahaan dan bertemu dengan managernya.     

"Halo. Saya sudah berada di perusahaan tempat pak Rafi bekerja. Ini saya diantar oleh manager perusahaan menuju ke operator cctv."     

"Oke, lihat dengan teliti dan baik. Lalu, mintalah salinan pokok remakan kejadian kala itu."     

"Siap laksanakan!"     

Karena tanggal dan waktu sudah jelas, pria itu meminta di jam istirahat, maka layar mobitor langsung menampilkan di mana pak Rafi meninggalkan ruangannya di jam istirahat. Ketika tiba di loby perusahaan, dia menerima panggilan, sambil terus berjalan menuju pintu gerbang dengan langkah yang dipercepat. Sampai di pos satpam, seorang gadis muda bertubuh tinggi langsing memakai sepatu pantofel hak tinggi, rok span hitam selutut dan kemeja lengan panjang yang dimasukkan menghampiri dirinya dan memberikan salah satu rantang dari tangannya.     

Selanjutnya, mereka berdua berjalan menuju taman kantor. Di sana mereka membuka isi box masing-masing dan memakannya. Setelah sepuluh menit, semua box dibereskan. Si gadis itu berdiri menghampiri pak Rafi sambil memperlihatkan sesuatu pada layar sentuhnya. Setelah lima menit, pak Rafi hanya diam tak berekasi. Si gadis mendekatkan wajahnya di telinga Rafi lalu meinggalkan pria itu seraya menyeringai. Lima menit kemudian, pak Rafi yang sejak tadi diam bagaikan patung langsung jatuh tak sadarkan diri.     

"Tolong, kejadian ini dicoy. Saya mau ini untuk dijadikan penyelidikan," ujar pria dari intelijen tersebut.     

"Baik, Pak. Tapi, anda bisa jamin kan penyelidikan ini tidak akan membuat nama perusahaan kami akan tercemar?"     

"Anda tenang saja. karena, wanita yang melakukan ini bukan karyawan sini. Apa yang dikawatirkan?"     

"Baik. Saya akan meminta petugas operator menyalinnya untuk anda."     

Dua puluh menit kemudian.     

"Terimakasih atas kerja sama anda, Pak."     

"Sama-sama. Semoga, penyelidikan bisa berjalan lancar. Pak Rafi bisa segera mendapatkan kebali Kesehatan supaya bisa bergabung lagi di perusahaan."     

"Doakan ya, Pak. Terimakasih. Kalau begitu, saya undur diri dulu."     

"Iya, Pak. Saya juga terimakasih."     

****     

Usai mengantongi bukti, pria suruhan kapten Soeseno langsung krmbali ke markas. Sementara di sana sudah ada Axel yang biasa di sapa Wiliam saat bertugas melakukan penyamaran, dan juga Levy. Satu tim mereka.     

Usai melihat hasil rekaman, Axel segera meminta izin untuk pergi ke rumah Alea guna melihat obat yang di konsumsi oleh pak Rafi. Axel juga begitu teliti dan jeli. Dia mengajak dokter yang menjadi dokter keluarganya untuk mengambil sampel darah pasien untuk diteliti ke laboratorium. Jika tidak bergerak cepat, kapan lagi? Kesempatan baik juga Alea berada di rumah sakit. Sebab, jika gadis itu berada di rumah, ia berani jamin, pasti akan menolak jika kondisi ayahnya diperiksa oleh dokter lain. Ini juga tidak menutup kwmungkinan Alea menyuap dokter yang menangani ayahnya. Jika benar ini adanya, kasian. Dokter tersebut akan berurusan dengan pihak berwenang karena di duga menerima suapan dan bekerja sama untuk mencelakai nyawa dan jiwa pasien. Tapi, ia tidak peduli. Yang ia tahu saat ini adalah harus melakukan tugasnya dengan baik. Jika benar Alea memang seorang psikopath, dia bisa segera mendapatkan sangsi atas apa yang dia perbuat agar tidak ada lagi korban selanjutnya.     

"Axel. Kau kok di sini? Bagaimana kondisi Alea?" tanya Jevin saat membuka pintu ruang utama.     

"Dia sudah baik-baims aja setelah mendapatkan penanganan. Mungkin hanya tiga hari saja dia sudah bisa pulang."     

"Irum dokter yang menangani Alea semalam, kan?" tanya Jevin.     

"Iya, karena Alea tidak percaya keurupan, aku sengaja bawa beliau untuk mengecek darahnya. Om Rafi di mana?" tanya Axel.     

"Ada. Dia sedang bermain di kamarnya. Mari, aku antar," ucap Jevin. sebenarnya Axel sedikit takut saja. melihat kondisi Alea menjadi korban amukan arwah penasaran semalam, dia tidak ingin menjadi korban selanjutnya.     

"Om Rafi," sapa Axel dengan seramah mungkin.     

Rafi yang tengah memakai pakaian santai dan bermain mainan kereta api langsung mendongak melihat sosok yang memanggilnya. Dia tida langsung merespon. Diam sesaat sambil memperhatikan lekat wajah Axel, pemilik dua manik mata berwarna biru ke abu-abuan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.