Cinta seorang gadis psycopath(21+)

PARANOID



PARANOID

2"Aaaarhk!" teriak Alea kencang sambil menampik keras piring dari tangan Axel.     

"PRANK!" piring pun pecah dan berantakan di lantai. Rupanya, hal itu juga cukup membuat Axel terkejut.     

"Alea, kau kenapa?" tanya pria itu heran.     

"Ada belatung dan darah di piringku. Singkirkan, aku tidak mau makan belatung itu!" teriak Alea histeris dengan kedua tangan menutup telinganya.     

"Belatung apa, Lea? Tidak ada apa-apa di sini," ucap Axel.     

"Ada di piringku, kau menyuapiku ada belatungnya, Xel." Alea tersu membungkuk menyembunyikan wajahnya di balik lutu sambil terus berteriak.     

"Alea! Sadar Alea! Kamu ini kenapa sebenarnya?" tanya Axel dengan suara tinggi karena jengkel Alea trus histeris gak jelas.     

Alea terdiam. Ia tak lagi merasakan seperti apa dibentak oleh orang yang paling dia cintai setelah hilang rasa cinta dan hormatnya pada sang ayah. Seketika, ia langsung ke bawah melihat banyak makanannya bercecer berserakan memenuhi lantai.     

'Kenapa bisa hanya nasi sayur dan ikan saja? nasinya pun juga putih tidak ada darah dan juga belatung,' batin Alea.     

"Axel. Aku tadi benar-benar melihat warna nasi merah darah dan juga terdapat banyak belatung di sana, Xel," ucap Alea sambil meraih kedua tangan kekar Axel dan memegangnya erat, mengharapkan agar pria itu percaya atas penglihatannya yng hanya sekilas.     

"Sudahlah, tidak apa-apa. Mungkin kau kelelahan. Aku panggil cleaning service dulu supaya membersihkan lantainya."     

Aleatidak bisa berkata apa-apa. Axel sudah pergi meninggalkan bangsalnya. Tiga menit kemudian, datang seorang gadis membawa sapu cikrak, alat obat pel semprot yang diselipkan pada pinggannya dan juga lap yang diraruh di pundaknya.     

"Permisi, selamat malam," sapa gadis itu dengan ramah.     

"Siapa kamu? Pergi!" bentak Alea dengan mamta terbelalak dan bersiap. Dengan cepat tangannya meraih apapun yang ada di nakas yang bisa ia jangkau kemudian melemparkannya kea rah cleaning service itu.     

"Ah… mbak, saya petugas kebersihan yang akan membersihkan kamar anda," ucap gadis itu yang berhasil menghindari lemparan gelas ke arahnya dari Alea.     

"Pergi kau, iblis! Kamu sudah mati jangan ganggu aku!" teriak Alea kian tak terkendali. Menurut penglihatannya, gadis itu adalah sosok intan yang membawa parang besar seperti malaikat maut yang siap menghabisi dirinya pada saat itu.     

"Ada apa ini, Mbak?" tanya Axel panik.     

"Saya tidak tahu, Pak. Tiba-tiba saja dia berteriak meminta saya pergi dan melempar dengan gelas."     

"Maaf, ya Mbak," ucap Axel kemudian berlari menghampiri Alea. "Alea! Apa yang kau lihat lagi? Dia adalah petugas kebersihan. Kenapa ku meneriaki seperti itu dan bahkan… kamu ini kenapa sih, Alea?" Axel mengusap wajahnya sendiri. Dia sudah lelah seharian. Tapi kenapa harus dihadapkan dengan hal-hal seperti ini.     

Alea diam. Sekali lagi dia melihat kea rah petugas kebersihan. 'Benar, dia bukan Intan. Intan kan sudah mati. Mana mungkin dia bisa bangkit dan membalas dendam. Aku salah.' Batinnya.     

"Sudah, Pak. Saya permisi," ucap gadis itu dengan senyuman terbaiknya kemudian ia pun berlalu.     

"Apakah masih lapar?" tanya Axel datar.     

"Tidak. Aku sudah kenyang."     

"Kau itrrahatlah! Ini sudah jam setengah sembilan. Mungkin kau kelelahan," ucap Axel sambil menghempaskan tubuh lelahnya di atas sofa.     

"Tok… tok… tok!"     

Dengan cepat Alea menoleh ke arah pintu. Rupanya, dia memiliki tingkat kewaspadaan yang cukup tinggi.     

Axel meletakkan kembali buku bacaannya dan mmbuka pintu. Ternyata seorang suster yang mengecek kondisi luka Alea.     

"Sudah membaik. Mungkin, jika pasien tidak ada lagi keluhan, besok sudah bisa pulang," ucap suter itu.     

"Terimakasih, Sus."     

Setelah suter itu pergi, Alea langsung menguap. Tiba-tiba saja ia merasa ngantuk setelah infusnya diinjek dengan obat. Namun, tidak berselang lama dia tiba-tiba saja berteriak. Lagi-lagi ia tersadar dengan ekspresi ketakutan.     

"Ada apa lagi, Alea?" tanya Axel setengah kesal juga.     

"Xel, apakah kau mendengar suara teriakan itu? Suara seorang wanita meminta sesuatu miliknya agar dikembalikan?"     

"Suara apa? Aku tidak mendengar apa-apa, Alea!"     

"Kamu bohong, Xel! Kamu bohong! Jelas-jelas tadi ada suara teriakan. Aku yang tidur saja bisa dengar. Bagaimana denganmu yang masih terjaga?" ucap Alea bersikeras.     

"Mungkin saja kau bermimpi. Kau ini kenapa, sih Alea?"     

'Gawat. Aku hampir saja keceplosan. Ya Tuhan! Aku tidak gila, kan?' batinnya lagi.     

"Iya, Xel. Mungkin kau benar. Aku Cuma mimpi."     

"Tidurlah. Aku juga sudah lelah!"     

"Iya." Alea menarik selimut dan mulai memejamkan matanya erat. Sementara Axel sudah rebahan dan sepertinya ia mulai terlelap. Lain halnya dengan Alea. Ia merasa kalau tempat tidurnya kembali seperti digerak-gerakan seperti sebulamnya. Ia mulai panik dan mengeluarkan keringat dingin.     

"Alea! Di mana kau bawa kepalaku? Aku mau kau kembalikan itu! Kumpulkan tulangku dan kurburlah dengan baik!" Kembali, suara misterius itu muncul membuat jantung Alea seperti mau copot saja.     

"Axel! Bangun lah! Ayo kita pergi dari sini. Aku takut untuk di sini, tempat ini angker!" pekik Alea membuat Axel yang baru telelap pun langsung terjaga. Bahkan, saking kerasnya teriakan Alea, dapat mengundang perhatian orang di luar. Para dokter dan suter pun banyak yang masuk ke ruangan Alea.     

"Ada apa lagi, sih Alea?" Axel mengeliat kesal. Ia benar-benar capek dan mengantuk. Tapi, jika terus-terusan seperti ini, mana bisa tidur?     

"Ayo pulang, Xel. Aku takut di sini. Ada yang menerorku," ucapnya memohon sambil menangis.     

"Siapa yang meneror anda?" tanya salah seorang perawat. Sebab, ia tidak melihat ada siapapun selain Axel dan Alea.     

"Ada. Sus ada. Dia… Aaaaaarg!" kembali Alea berteriak kencang saat melihat sosok intan memakai pakaian suster sexy, menyeringai dengan tetesan darah di keningnya menunjukkan sebilah pisau pada Alea dan memberi isyarat dengan cara menyayatkan ke lehernya. Walau tidak mengenai lehernya. Tapi, itu bisa diartikan kalau sosok itu akan melakukan tindakan tersebut padanya.     

"Siapa kamu? Pergi! Lihat dia menerorku!" Alea menunjuk ke kerumunan suster yang jumblahnya kira-kira ada tujuh orang. Sementara sosok seperti Intan tadi sudah lenyap entah ke mana.     

"Mbak, kamu ini sakit lengan karena luka, apa sakit jiwa sih?" bentak salah satu suster karena jengkel.     

"Aku gila? Tidak. Jelas saja aku waras. Kalian semua yang buta tidak bisa melihat apa yang aku lihat. Jelas-jelas ada sosok wanita yang sejak tadi menerorku!" teriak Alea.     

"Apakah anda melakukan kejahatan sampai-sampai merasa takut dan merasa di terror? Atau, memang sebenarnya kamu ini gila? Mas, saran saya, pindahkan saja pasien ke rumah sakit jiwa agar mendapat penanganan yang tepat di sana!" ucap wanita itu sambil memandang kea rah Axel dengan tegas.     

"Maaf, Sus jika dia mengganggu istirahat kalian. Saya akan pastikan hal ini tidak akan terjadi lagi," ucap Axel dengan santun.     

Alea tertunduk dan terisak. Setelah kamar inapnya kembali sepi, ia memandang Axel dengan tatapan nanar. "Xel, apa yang kau katakana pada mereka? Apakah kau tidak percaya sama aku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.