Cinta seorang gadis psycopath(21+)

IDE LEVY



IDE LEVY

2Axel diam. Ia bingung harus menjawab apa agar Alea merasa lebih tenang. Sementara dia sendiri sudah sangat lelah.     

"Ini sudah larut, Alea. Besok aku juga harus bekerja. Kamu cepetan tidur, ya?" ucap Axel sambil mengelus kening Alea.     

"Kamu tetaplah di sini, oke? Aku akan merasa jauh lebih baik dan tenang jika kamu ada bersamaku," ucap Alea seraya menggenggam erat tangan Axel dengan kedua tangannya.     

Ini terjadi semalam penuh. Bahkan, menjelang subuh sekitar pukul tiga lewat tigapuluh menit Alea kembali histeris ketakutan. Ia sampai melompat dan memaksa meminta Axel untuk membawanya pulang pada saat itu juga.     

"Xel, aku sudah tidak tahan lagi. Arwah itu bergentayangan terus menggangguku, Xel aku takut," ucap Alea yang terus diganggu dengan suara-suara aneh dan juga tempat tidur yang terus bergoyang-goyang dengan sendirinya. Sementara Axel yang ada bersama dirinya mengaku tidak merasakan apa-apa, dan juga tidak mendengar suara apapun.     

"Benar, kah hantu dan arwah itu bisa bangkit untuk membalas dendam? Tidak, itu bohong. Itu semua takhayaul. Itu bohong. Aku tidak percaya," ucapnya lirih dengan depresi. Tidak hanya ia yang tidak bisa tidur. Tapi, Axel juga. karena, waktu tidurnya dikacaukan oleh Alea yang sudah ketakutan sampai mati.     

Lain halnya dengan Yuliat. Ia merasa lelah dengan aktifitas seharian. Meskipun hampir tidak melakukan apa-apa di rumah sakit, hanya duduk tidak bisa rebahan juga malah membuat tubuhnya terasa sakit semua. Terlebih melihat kondisi putrinya yang sangat memprihatinkan. Sempat ia menanyakan kondisi Alea via chat pada Axel. Tapi, pria itu mengatakan kalau Alea tidak apa-apa.     

Di rumah, Rafi juga tak lagi nampak mengamuk dan bertingkah seperti anak kecil lagi. Dia memang masih belum mau makan banyak. Namun, setidaknya makanan tidak ia buat mainan seperti sebelumnya. Waktunya juga lebih banhay untuk tidur daripada terjaga.     

"Makasih ya Jev atas bantuan kamu. Jika tidak ada kamu yang jaga om Rafi di rumah dan juga Axel yang mau menggantikan tante menunggu Alea di rumah sakit, entah, bagaimana tante melewati saat-saat seperti ini," ucap Yulita Ketika mereka berada di meja makan.     

"Tidak perlu mengucapkan kata terimakasih, Tante. Dulu, saat mendiang mama sakit parah juga hanya tante yang mau datang dang membantuku merawatnya. Padahal, sebelumnya mama sudah menghancurkan rumah tangga tante dan juga mencelakai… " Kalimat Jevin menggantung begitu saja saat tante Yulita memotongnya.     

"Sudahlah, kamu jangan bahas itu lagi, oke? Yang lalu biarlah berlalu. Yang tante tahu saat ini, kamu membantu tante seperti anak tante sendiri. Tante sangat bersukur dengan itu."     

Jevin tersenyum. "Alea kenapa Tante? Apakah dia histeris karena melihat om Rafi?" ucap Jevin membuka percakapan.     

"Iya, dia terus dihantui oleh kejadian malam itu serpetinya menunggalkan trauma dan deperesi berat baginya. Tapi, di sisi lain dia menolak adanya hal-hal yang berbau mistik. Jadi dia depresi. Semoga saja kejiwannya baik-baik saja. tak sanggup rasanya tante memikul ini sendirian jika Alea sampai mengalami trauma berat seperti ayahnya." Yulita memijat kedua peliisnya sendiri dengan menggunakan jemarinya yang lentik.     

"Kita tahu apa penyebab dia depresi. Mungkin bisa segera mencegahnya dengan menemui psikiater. Tapi, om Rafi trauma karena apa, kan kita tidak tahu."     

"Itulah Jev, bingung tante. Bagaimana dia seharian ini? Apakah tidak merepotkanmu?"     

"Dia lebih banyak tidur tante. Bangun hanya untuk makan dan ke toilet saja. bahkan tanpa diminta dia juga sudah mau mandi. Semenjak Axel datang dan membawa seorang dokter om Rafi menunjukkan peruabahan yang baik."     

"Axel lagi?"     

"Kenapa Tante?"     

"Tidak apa-apa. Ya sudah, kau segeralah tidur. Ini sudah larut," ucap Yulita kemudian ia pergi ke kamarnya. Sejak Rafi seperti itu, dia tidurnya misah tak lagi sekamar dengan suaminya.     

Di dalam kamarnya Yulita terus berfikir. Ia merasa aneh denga napa yang terjadi pada suaminya. 'Apakah selama ini ada yang tak beres? Sudah enam bulan mas Rafi tidak menunjukkan perkembangan. Kian hari malah kondisinya bertambah buruk. Lalu, apa yang Axel lakukan padanya sampai memberikan perkembangan? Dokter dari rumah sakit jiwa selalau memberinya obat penenang. Tapi, mas Rafi kian terguncang dan depresinya menjadi-jadi saja.'     

***Pagi hari pukul enam di rumah sakit.     

"Selamat pagi, Axel, tante bawakan kamu sarapan, makan dulu, ya?" ucap Yulita.     

"Terimakasih, Tante. Kenapa repot-repot."     

"Tante yang terimaksih sama kamu. Tumben Alea masih tidur jam segini?" Yulita melihat putrinya lelap tertidur dengan memeluk guling.     

"Semalam dia sepertinya sedikit ketakutan sampai tak bisa tidur. Mungkin dengan melohat pagi dan matahari dia baru merasa tenang. Makanya, dia tidur."     

Yulita memandang wajah Axel. Terlihat sangat jelas lingkar hitam di bawah mata pria itu serta bola matanya yang memerah. "Kau juga tidak tidur semalaman?"     

"Bagaimana saya bisa membiarkan Alea sendiri ketakutan, Tante?"     

Usai sarapan, Axel memohon diri untuk kembali lebih awal. sejak kemarin dia tidak pulang dan tidak ganti pakaian. Sementara pagi ini juga sekitar jam sembilan Alea sudah boleh di bawa pulang. Mengenai adminisrasi atau pembayaran, Axel sudah mengurusnya.     

Di depan rumah sakit, sebuah mobil CRV warna hitam sudah menunggunya. Pria itu masuk dan mengehempaskan tubuhnya yang terasa lelah lesu dan payah karena tidak bisa tidur sama sekali. Sementara, pria tampan memandangnya dengan tertawa jail kemudian meledek, "Sepagi ini kau nampak lesu sekali, Xel? Apakah semalam kau bersenang-senang?"     

"Senang-senang palamu, Hah? Ini semua gara-gara kamu!" umpatnya kesal sambil membuka kancing kemejanya teratas.     

"Hehehe. Tapi, apakah kau tidak puas dengan hasilnya? Semalam kulihat ektingmu juga bagus. Alea nampak benar-benar ketakutan," timpal Levy.     

"Iya, kau memang hebat. Rencananya selanjutnya bagaimana?"     

"Bukankah lebih cepat lebih baik?"     

"Seenggaknya, beri aku waktu untuk istirahat sejenak. Kamu urus dan selidiki saja obat dan dokter yang bertanggung jawab atas om Rafi."     

"Oke, kau istirahatlah dulu. Tapi, perlu kau ingat. Mengenai hal ini, tidak akan bisa mulus tanpa bantuanmu, Xel."     

Axel diam sesaat kemudian dalam hati ia membenarkan kata teman satu timnya. "Aku tahu itu. tunggu aku tidur dulu sebentar. Sekarang, antarkan aku pulang saja oke?"     

"Baik."     

Harapan untuk bisa segera tidur pulas saat sampai di rumah sepertinya sirna Ketika ia melihat mamanya dan Wulan menantapnya penuh sekidik. Paling singkat, ia akan membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Wulan. Sementara di saat-saat seperti ini, setiap detik waktunya Axel sangat berharga bagaikan berlian.     

"Kau ke mana saja, Xel? Kenapa baru pulang pagi?" tanya Wulan panik.     

"Aku lembur di kantor. Maaf."     

"Oh. Di kantor mana? Kurasa kau tidak ada di sana kemarin."     

"Ada pertemuan dengan client. Mereka menolak membahas kerja sama di kantor soalnya. Sekalian saja menyelesaikan di sana."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.