Cinta seorang gadis psycopath(21+)

ALEA



ALEA

1"Kamu boleh menggunakan kamar mana saja yang kau mau. Di kamar ku mungkin?" tawar Jevin. ia benar-benar menghargai tamunya. Namun, tidak tahu bagaimana caranya. Jadi, ia memberikan kebesan memilih. Mana baginya yang paling nyaman.     

"kita sama-sama tidur di sofa saja," jawab Axel dengan cuek. Baginya, kamar mana pun juga tidakakan ada yang nyaman selain kamarnya sendiri.     

"Oke, kuambilkan bantal dan selimut dulu saja kalau begitu."     

Setelah mematikan lampu ruangan dan menggantinya dengan lampu remang-remang dari meja makan mereka semua bersiap bersiap untuk tidur. Mungkin lelah atau bagaimana, tidak sampai lima menit Axel meletakkan kepalanya ia sudah langsung terlalap saja. Lain halnya dengan Jevin. pikirannya melayang ke mana-mana.     

'Siapa orang yang disuruh Axel tadi? Kenapa terkesan begitu misterius? Lalu, Axel itu siapa? Dia penuh misteri. Tak tahu bagaimana, bisa-bisanya membongkar kebobrokan dokter yang menangani om Rafi. Sementara aku yang sudah lama tinggal di sana sama sekali tidak merasakan kejanggalan. Mungkin saja, dia tahu, kenapa Alea bisa demikian? Aku takut, Alea mengalami nasib yang sama seperti om Rafi. Ah, mungkin besok saja aku bisa tanyakan padanya,' batin Jevin.     

Pagi-pagi sekali Axel sudahterjaga dari tidurnya. Sengaja dia menyalakan alarm agar bisa bangun lebih awal dari biasanya. Karena, ada banyak hal yang akan dia lakukan di rumah itu sebelum bekerja.     

Pertama yang Axel lakukan adalah jogging mengelilingi rumah yang sekelilingnya di pagar. Semua halaman yang kiri kanan belakang dan juga depan tidak ada kejanggalan. Ia mengharapkan gundukan tanah yang mencurigakan. Tapi, sebagian besar halaman rumahnya ditanami rumput. Hanya yang digunakan untuk lewat aja di beri paving.     

'Di mana Alea mengubur Intan sebenarnya. Kenapa di area halaman rumah ini tidak ada bekas galian sama sekali?' piki Axel. Karena tidak menemukan apa-apa terkait jenazahnya Intan, Axel langsung menginformasikan pada anggota timnya kalau ia tidak menemukan apapun di rumah korban selain bercak darah yang sudah mengering di kemari kamar korban.     

***     

Seminggu sudah pak Rafi dirawat dalam pengasan yang ketat oleh dokter Han. Sedangkan Alea… di rumah kondisinya semakin buruk dan menjadi-jadi. Sehari-hari ibunya hanya menangisi nashi Alea dan ayahnya aja, karena, perkembangan suamunya yang sudah meningkat pesat.     

"Tidak ada, Alea. Tidak ada. Kamu tenang jangan takut. Roh yang bangkit dan datang itu hanya takhayul saja. jadi, yang percaya hal itulah sebenarnya yang gila dan oerlu di rawat. Sementara kamu tidak," lirih Alea ditengah-tengah keputus asaannya.     

"Brak!"     

Gadis itu terkehenyak kaget Ketika mendengar benda jatuh di dekat kamarnya. Kembali ia berteriak histeris sambil menutupi kepala dengan kedua tangan karena ketakutan. "Kau pergi! Kita tidak ada urusan! Urusanmu dan akau Ketika kau masih hidup! Pergi kau Intan!" teriak Alea. Selama ini ia mengira kalau yang datang merasukki sang ayah dan melakukan perbuatan brutal terhadapnya adalah arwa Intan. Karena, dia adalah satu-satunya yang ada masalah dengannya. Dia juga merasa dicintai oleh ayahnya. Lagi-lagi, demi dirinya gadis secantik Intan bahkan tidak dinikahi dan masih bertahan dengan yang usianya tak muda demi dirinya. Karena, Yulita adalah ibu kandungnya.     

"Jevin, kan yang percaya takhayul sehingga hal ini sampai benar-benar terjadi? Mungkin jika dengan kau mati, maka ini baik. Tak aka nada lagi hantu atau apa yang menerorku. Buktinya, sebelum hal ini terjadi, aku baik-baik saja. memang kakak dan adik sama saja. Dia harus mati." Tekad Alea. Kemudian, ia beranjak menuju nakas dan membuka salah satu laci yang tersusun dari tiga lingkat dan mengambil sebilah pisau tajam dengan pegangan berukirkan naga.     

'Awas kau Jevin! Jika aku tidak membuatmu lenyap kali ini, maka jangan panggil aku Alea! Hahahahaha." Gadis itu tertawa terbahak. Tak lagi peduli, di dengar dari luar atau tidak. Kali ini, ibunya benar-benar tidak berani mendekat. Sementara Axel, sudah dua hari ini dia tidak datang karena disibukkan oleh berbagai hal. Masalah keluarga, kantor dan juga dari intelijen sendiri. Dia terus memantau kondisi om Rafi yang memberi perkembangan pesat dan baik.     

"Alea! Kamu ma uke mana, Sayang?" tanya Yulita saat melihat putrinya keluar dari kamar dengan pakaian seba hitam.     

Gadis itu menoleh. Wajahnya nampak putih pucat, seperti kapas begitu pun bibirnya. Tatapannya kososng dan lingkar hitam di area kelopk bawah matanya. Tubuhnya juga bertambah kurus karena semingguan lebih ini dia tidak mau makan minun dan juga tidak bisa tidur.     

"Alea bosan di dalam kamar. Alea mau cari angin, jalan-jalan," jawabnya masih dengan ekspresi yang sama.     

"Perlu ibu antar, Sayang?"     

"Tidak. Ibu cukup di rumah saja jaga ayah dengan baik."     

Yulita mengangguk. Dalam hati ia bergumam, 'Ayahmu tidak di rumah sudah seminggu ini, Alea. Biarlah ini jadi kejutan terbaik untukmu kelak jika sudah kembali normal.ibu yakin kau pasti akan sangat menyukai itu,"batin Yulita dan memandang punggung ringkih putirnya yang kini sudah lenyap dari balik pintu ruangan utama.     

'Untuk hal ini mungkin aku perlu mengabari nak Axel. Dia pasti senang melihat Alea sudah membaik. Siapa tahu Alea sudah bisa bertemu dengan pskiater,' batin wanita paruh baya tersebut. Kemudian ia pun menghubungi Axel dan mengatakan kabar baik ini.     

"Halo tante, apakah ada masalah?" tanya Axel seolah dia akan selalu siap datang apapun masalahnya.     

"Nak Axel, Alea sepertinya sudah membaik. Dia tak lagi histeris seperti sebelumnya. Sempat berteriak sebelumnya. Namun, setelah itu, dia keluar rumah dan bilang mau cari angin,' jelas Yulita panjang lebar. Nampak jelas sekali kalau wanita itu berharap penuh ini adalah awal yang bagus. Namun, sebenarnya tidak.     

"Tante tidak tanya, diam au pergi ke mana?" tanya Axel mulai panik.     

"Tidak. Awalnya tante berfikir untuk menemaninya jalan-jalan. Tapi, dia menolaknya."     

"Baik, Tante. Tidak masalah. ini biar Axel yang tangani," ucap Axel.     

"Jev, Alea keluar rumah. Mungkin aku perlu mencarinya. Ke mana dia sebenarnya pergi," ucap Axel.     

"Apakah memungkinkan dia datang ke rumah sakit jiwa untuk mencari ayahnya?" tanya Jevin berusaha menebak.     

"Kurasa tidak. Harusnya dia tidak mengetahui itu. sebab, tante Yulita juga tidak bakal memberi tahukan akal hal itu."     

"lalu, menurutmu dia akan pergi ke mana?"     

"Aku tidak tahu," jawab Axel. Kemudian ia berpamitan pada Jevin. hanya saja, dia tidak kemana-mana. Dia masih ada di dalam area rumah besar itu. namun, rupanya Jevin yang memang sedikit lengah tidak menyadari itu.     

Kini, di dalam rumah besar dan mewah peninggalan orangtuanya itu hanya ada Jevin seorang. Setelah beberapa hari bersama Axel, kini kembali ia teringat dengan Intan Ketika hanya sendirian.     

"Intan, kapan mau kembali? Kakak kangen sama kamu," gumam pria itu sambil menatap foto gadis yang tengah berpose dengannya di pantai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.