Cinta seorang gadis psycopath(21+)

SALAH PAHAM



SALAH PAHAM

0Dengan hati berbunga-bunga Wulan turun dari mobil sambil membawa box berisi masakan kesukaan suaminya untuk makan siangnya nanti. Namun, siapa sangaka, kejadian tak mengenakkan hatinya terjadi kembali di hadapannya. Dengan mata kepalanya sendiri Wulan menyaksikan suaminya tengah menggandeng wanita lain. Dan kenapa harus Chaliya? Bukan yang lain saja.     

"Axel!" teriak Wulan dengan wajah yang oenuh emosi dan amarah.     

Chaliya yang terkejut dan baru sadar kalau ia tengah sedikit menempelkan kepalanya di lengan Axel pun langsung menjaga jarak.     

"waduh!" gumam Axel lirih. Hanya bisa dia dengar sendiri.     

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Wulan dengan emosi meledak-ledak saat ia menghampiri mereka berdua.     

"Kami tidak melakukan apapun. Kamu jangan salah paham, Wulan," ucap Axel berusaha meredam esmosi istrinya yang kian hari bertambah aneh. Dia bahkan nyaris tidak mengenali siapa Wulan sebenarnya.     

"Setelah berjalan berduaan seperti itu kau bilang tidak sedang melakukan apapun?" teriak Wulan lagi.     

"Ya hanya itu saja yang kau lihat, Wulan. Tidak ada yang lain."     

Wulan menatap tajam ke arah Chaliya yang nampak murung. Ia berasumsi, kalau gadis di depannya itu menangis setelah mengadukan kejadian di spa dan massage kemarin. Makanya, Axel bahkan tak memanggil dirinya dengan panggilan sayang di depan Chaliya.     

"Eh, kau Jalang! Kenapa kau datang ke sini? Kau tahu, bukan ini adalah kantor suamiku, dan kau sudah lama resign dari sini!"     

"Saya ada hal yang memang perlu di bahas bersama pak Max, Bu. Tidak ada yang lain," jawab Chaliya jujur.     

Namun, Wulan yang sudah gelap matai a tak lagi percaya denga napa yang Axel katakana. Apalagi, Chaliya yang mengatakan.     

"Memang kau adalah wanita jalang perusak rumah tangga orang!" Sebuat tamparan keras mendarat ke pipi kanan Chaliya. Tidak hanya itu. kembali dengan brutal Wulan menjambak, dan menghajar Chaliya. Tapi, karena ada Axel dengan cepat pria itu langsung melindungi Chaliya.     

"Scurity! Tolong tahan dia!" teriak Axel saat melihat dua orang satpam bertubuh kekar menghampiri mereka hendak ikut melerai.     

"Baik, Pak!" dengan sigap, mereka langsung menahan Wulan. Sementara Axel membawa Chaliya pergi masuk ke dalam mobilnya.     

"Heh! Kalian berdua, beraninya menahanku. Kau tahu kan aku ini siapa? Aku akan memecat kalian!" teriak Wulan memberontak.     

"Maaf, Nyonya. Kami tahu siapa Anda. Tapi, perlu anda tahu, yang bisa dan berhak memecat saya adalah pak Maxmiliam. Bukan anda," jawab salah satu dari mereka dengan tegas.     

"Heh! Berani kalian sama aku, ya? Lihat saja, akan aku laporkan kalian ke kantor polisi!"     

Mereka melepaskan Wulan dan kembali ke tempat semula setelah emmastikan kalau mobil Axel sudah jauh dari perusahaan. Mau menguntit pun juga pilih jalan ke mana? Kiri, atau kanan pasti Wulan pun juga tidak tahu.     

"Maaf. Maafkan say ajika lagi-lagi saya selalu membawa anda dalam masalah," ucap Chaliya tertunduk. Ia menutupi bekas lebab di pipi kananya dengan rambutnya yang sudah tergerai.     

"Tidak, Cha. Kamu tidak perlu mekinta maaf. Kamu tidak salah. Aku dengan Wulan hanya akan terjadi sedikit salah paham. Setelahnya, kita tetap pasangan, selama aku masih bisa bertahan dengan keegoisannya. Tapi, kau… "     

Chaliya mendesah kesal. Ia menatap lurus ke dapan kemudian berkata. "Tidak masalah jika memang begini. Aku hanya butuh kejelasan dari Andra saja tetang hubungan kami. Dia maunya terus, atau memang putus aku akan ikhlas."     

"Meamng rencana pernikahanmu sudah kurang berapa minggu lagi, Cha?" tanya Axel peduli.     

"Terhitung dari sekarang, harusnya kurang enam minggu lagi. Aku bingung jika pulang nanti. Mamaku akan menanyakan akan hal ini. Dia masih belum tahu denga napa yang menimpa kami."     

"Apakah kau tidak bercerita?"     

Chaliya menoleh lemah dan lambat. "Kukira ini hanyalah masalah kecil. Tapi, tak kusangka. Andra begitu keras. Beruntung, undangan pernikahan belum kami sebar. Atau, mungkin itu tidak akan tersebar sama sekali."     

Axel menyentuh tangan Chaliya. Lalu menggenggamnya erat. Gadis itu diam tidak menunjukkan penolakannya. Dia memandang tangan kekar berbulu itu meremas lembut tangannya yang ia letakkan di atas paha. "Kau yang biasa seperti ini, Ndra. Moment ini mengingatkanku padamu saja,' gumamanya dalam hati.     

Axel tidak langsung mengantarkan Chaliya pulang. dia membawanya ke sebuah motel untuk merawat bekas lebab dipipinya dengan mengompresnya menggunakan air hangat sampai warnanya tidak begitu jelas. Seklian, juga membiarkan dia merapikan dirinya kembali agar ibunya tidak kawatir dan bertanya macam-macam. Atau, jika sampai tante Thasssane tahu istrinyalah penyebabnya, dia tidak akan lagi diizinkan dekat-dekat dengan anak semata wayangnya ini. Kalau sudah seperti itu, maka rencana pun akan gagal total.     

"Saya sudah baikkan. Biarkan saya pulang, Pak."     

"Ya sudah. Aku akan antar kamu. Jaga diri baik-baik. Istirahatlah yang cukup dua hari lagi, kita ke Bandung untuk menemui Andra. oke?"     

"Baik. Terimaksih atas bantuan anda."     

Dua hari di rumah Chaliya lebih banya menghabiskan waktu di kamar. Saat makan pun dia juga menghindari makan bersama sang mama. Kalau tidak mendahului. Ya, dia mengakhiri. Setelah mamanya makan, barulah dia makan sendirian. Setelahnya, kembali lagi ke kamar. Demi tidak mendapat pertanyaan tentang fitting. Dia tidak buru-buru mengatakan gagal. Karena, kepastiannya juga tidak tahu. Meskipun sebenarnya dia sendiri juga tidak yakin hubungannya bersama Andra bisa terselamatkan atau tidak.     

Kala itu, Chaliya hanya menghabiskan waktunya dengan bermain media social. Masuk ke akun Fb dengan identitas baru, namun masuk ke beberapa gurp literasi yang ia ikuti dulu saat masih menjadi dirinya yang sebanarnya. Seringnya membaca cerita-cerita author baru yang memiliki popularitas di dumay berkat karyanya yang memang luar biasa bagus, Chaliya jadi memiliki keinginan untuk kembali menuangkan ide-idenya ke dalam sebuah tulisan. Tapi, apakah kira-kira itu aman?     

"Pink!"     

Sebuah pesan Chat dari Axel membunyikan ponselnya membuat Chaliya yang tengah melamun terbyarkan.     

"Kau bersiaplah! Aku akan menjemputmu, dan kita ke Bandung sekarang untuk menemui Andra."     

Mendapat pesan seperti itu, seketika Chaliya pun tersenyum tipis. Tubuh yang sejak tadi hanya rebahan dan telungkup seperti kain rusak tak ternilai seketika langsung semangat. Dia mandi agar segar, berdandan sekedarnya, memakai outfit kaus putih lengan pendek pres body dan celana jeans cingkrang warna biru terang dan sepatus kets putih.     

"Kamu mau ke mana, Cha?" tanya Thassane yang hendak mengantar barang dagangan ke toko-toko.     

"Ma, aku bersama pak Max akan ke Bandung dulu. Ada sesuatu yang harus aku kerjakan di sana. mama jaga diri baik-baik di rumah ya?" ucap Chaliya kemudian memeluk dan mencium kedua pipi Thassane sebagai mamanya saat ini. Dia sangat baik, membuat Alea tak lagi sedih karena kehilangan sosok ibu baik seperti Yulita.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.