Cinta seorang gadis psycopath(21+)

PROSES PERCERAIAN



PROSES PERCERAIAN

0"Ku akui aku memang tergila-gila padamu, Cha. Tapi, pikiran buruk untuk membunuh Andra atau ingin dia segera mati sedikitpun tidak terlintas di benakku. Apalagi, setelah kutahu kalau dia adalah saudaraku seayah. Walau beda ibu. Aku juga sama sedih dan terpukulnya seperti dirimu," jelas Axel.     

"Hahaha! Omong kosong. Siapa yang percaya sama kamu? Hanya orang bodoh! Jika memang kau tahu apa yang Andra butuhkan, kenapa kau tidak melakukn tes kecocokan sum-sum tulang belakang? Kemungkinan cocok juga 80% karena kalian satu ayah. Tapi, kau diam saja!"     

"Itu karena dia… " Axel tidak meneruskan kalimatnya. Dia teringat pesan mendiang Andra sebelum kepergiannya, saat mereka di kamar berdua, agar merahasiakan dari siapapun termasuk Chaliya.     

"Ini sudah fatal. Dokter baru tahu, maka itulah alasaku kenapa aku melarang siapapun mencari donor sum-sum tulang belakang untukku. Biarlah aku begini saja menunggu kematianku," ucap Andra kala itu.     

"Dia kenapa? Menolak? Semua tahu. Tapi, jika tetap dilakukan, dia dengan fisik lemah tidak akan bisa menolak."     

"Maafkan aku, Cha." Axel menunduk sedih.     

"Kau pergilah dari sini! Aku muak melihatmu!" teriak Chaliya.     

Axel tetap bergeming. Sedikipun tidak beranjak dari tempatnya.     

"Kau pergilah, aku muak melihatmu!" Teriak Chaliya dan dengan sengaja mengambil vas bunga lalu melemparkannya ke pintu. Sengaja, dia tidak mengarahkan pada Axel. Itu dia lakukan hanya untuk menggertak saja agar pria itu segera enyah dari hadapannya. Namun, rupanya Axel juga tidak mau menghindar.     

"Kau pergi! Atau, aku akan meneriakimu sebagai pelaku pelecehan? Maka, hanur nama baik, karir dan perusahaanmu?" ancam Chaliya.     

"Baik. Maafkan aku. kamu, jaga diri baik-baik, Cha!"     

"AAAAAAAA!" Chaliya menjerit keras. Suara Axel hanya membuat telinganya menjadi sakit saja.  sekali lagi, dia melempar barang yang ada di nakas pada Axel.     

"Baiklah, jika memang ini bukan salah Axel, maka yang paling bersalah ada;ah Wulan. Wulan, kau tak bisa hanya akan tinggal beberapa tahun saja di penjara. Itu, tidak akan membuat kau merasakan sakit yang Andra rasakan, bukan?"     

****     

Sepuluh hari berlalu. Sidang kedua perceraian Axel kembali berlangsung. Saat itu, Wulan juga ikut menghadiri sidah dengan dikawal oleh dua orang posisi.     

"Saya tidak merasa meminta orangtua saya mengurus perceraian saya sama Axel. Ketika Axel datang ke penjara saya juga terkejut saat dia menanyakan hal ini. Kapan kedua orangtua saya tiba di tanah air pun saya sama sekali tidak tahu. Dia ditak menjenguk saya, justru baru datang setelah Axel pulang dari penjara sepuluh hari yang lalu, Axel menayakan prihal itu pada saya," terang Wulan panjang lebar.     

Seketika, panik dan panas dingin menyerang Miranda dan juga Nicolas. Mereka berdua memang tidak menjemput dan memintakan izin paha pihak kepolisian agar putrinya menghadiri persidangan. Tapi, izin itu Elizabeth yang mengurusnya diam-diam.     

"Saya tanya pada saudari Miranda. Apakah yang dinyatakan oleh putri and aitu benar adanya?" tanya hakim.     

"Mana mungkin saya berani lancang melakukan ini tanpa permintaannya? Wulan! Kau jangan kurangajar pada kedua orangtuamu!" Teriak Miranda, beranjak dari kursi tempat duduknya dan menyerang Wulan. Tapi, dengan sigap dua polisi yang ada di kiri kanan Wulan langsung melindungi Wulan dan yang lainmenahan Miranda.     

"Tenang, Bu Miranda. Ini pengadilan. Gunakan etika. Jika memang pernyataan yang putri anda katakana salah, bisa anda tunjukkan bukti bahwa tanda tangan ini asli?"     

Karena diduga telah memalsukan identitas, mau tidak mau kedua orangtua Wulan di tahan oleh polisi untuk dilakukan pemeriksaan. Karena merasa banyak Drama, Akhirnya Axel pun menceraikan Wulan. Dengan alasan tidak mau menjalani pernikahan tanpa adanya restu dari salah satu orangtua. Tinakan yang kedua orangtua Wulan lakukan, ini adalah bukti nyata bahwa, mereka sudah tak lagi ingin dia menjadi suami dari putrinya. Menerima akan hal itu, Wulan merasa sangat prustasi. Dia tak mau kehilangan Axel, sekalipun hanya dalam mimpi. Sehingga, semua kebusukan orangtuanya pun dia bongkar di depan umum.     

Wulan awalnya menolak menikah dengan Axel karena sudah menganggap dia sebagai kakak. Namun, karena adanya dukungan dari dua belah pihak dan seringnya bersama, Wulan pun jatuh cinta dan tak bisa menolak Ketika Axel melamarnya.     

Awalnya Wulan bertanya, kenapa harus menikah dengan anak sahabatnya, kata papa dan juga mamanya, dengan demikian, mereka bisa menerima mahar sebesar lima ratus milyar. Di awal pernikahaan, mamanya juga sudah mengantisipasi agar tidak buru-buru memiliki anak, agar jika ada buyarnya dengan Axel, hak asuh anak tidak dijadikan rebutan.     

Saat itulah Elizabeth baru menyadari, bahwa yang dia anggap sahabat sekaligus saudara selama ini adalah parasite.     

"Xel, aku gak mau cerai sama kamu, Xel, plis!" ucap Wulan sambil terisak diluar gedung pengadilan agama.     

"Maafkan aku, Wulan. Kurasa kau juga tidak sepenuhnya mencintaiku. Sebagai wanita yang sudah menikah harusnya kau juga tahu, kan kalau yang wajib dipatuhi itu adalah suami? Sekalipun, mamamu adalah orang yang melahirkan ke dunia. Karena, yang bertanggung jawab atas kamu bukan mama dan juga papamu lagi. Tapi, aku! Sekali mereka memintamu agar tidak hamil dulu kau menerima. Tapi, berkali-kali aku merayu agar kita memiliki anak kau selalu saja menolak. Karir yang kau nomor satukan."     

"Tapi, Xel!"     

"Karena ini sudah direncanakan, kau jangan takut. Rumah yang baru saja kita beli, itu milikmu. Aku akan keluar hanya membawa barang pribadiku yang kubeli sebelum menikah denganmu. Sisanya, itu adalah milikmu!"     

Wulan menangis histeris memandang punggung Axel. Perceraian mereka sudah diresmikan dan prosesnya begitu cepat. Memohon dan mengiba juga percuma. Wulan sadar, sebagai wanita yang pernah menghilangkan nyawa, itu sangat tidak baik. Apalagi Axel berasal dari kalangan keluarga baik dan terpandang.     

***     

Setelah mandi dan berganti pakaian, Chaliya langsung menuju ke dapur untuk memasak sesuatu. Sebab, ibunya sedang pergi dalam hati gadis itu sudah bertekat, dia tidak akan membiarkan dirinya bersedih lagi untuk selama-lamanya. Untuk meraih bahagia, dia perlu makan agar ada tenaga. Jadi, dia memasak beberapa jenis makanan dan memakannya hingga habis.     

"Chaliya," sapa Thassane senang saat mendapati putrinya mau makan banyak di meja makan.     

"Mama, kau sudah pulang? Mari, makan sama aku, Ma!" tawar gadis itu sambil tersenyum pada mamanya.     

"Kau makanlah, mama masih kenyang," jawab wanita itu sambil mengelus dadanya, ia merasa bersyukur melihat putrinya sudah mau bangkit  dari keterpurukan.     

"Habis ini aku mau ke luar, Ma," ucap gadis itu lagi sambil lahap makan banyak. Karena pertunya memang sudah sangat lapar sekali, efek tidak makan berhari-hari.     

"Kamu mau ke mana memang?" tanya mamanya. Sediktipun dia tidak khawatir denga napa yang akan putrinya lakukan di luar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.