Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MENYUSUN KEMBALI RENCANA BARU



MENYUSUN KEMBALI RENCANA BARU

1"Mau jalan-jalan. Mungkin, aku juga akan membuka kembali semua akun media sosialku."     

"Lakukan saja apa yang menurutmu baik," jawab Thassane. Selalu memberi dukungan pada putrinya agar selalu bisa bangkit.     

"Iya, Ma. Aku mau melakukan endorse lagi. Bukan maksut ingin melupakan Andra. aku ingin beli rumah yang sedikit jauh dari perkotaan. Mungkin dengan begitu aku bisa merasa tenang," jawab gadis itu sambil menghentikan mengunyah.     

"Kamu mau pindah dari, sini?"     

"Mama tetap tempati rumah ini. Sesekali aku akan mengunjungi mama. Mama juga boleh mengunjungiku di sana, oke Ma?"     

"Tapi, Cha…" Thassane berfikir, mungkin ini adalah cara putrinya menangkan hatinya. Kehilangan Andra sosok cinta pertamanya mungkin sangat berat baginya. Apalgi, demi pria itu  Chaliya sampai mau meninggalkan negara, atau tahan kelahirannya. Tapi, rupanya mereka tak berjodoh. Tuhan jauh lebih sayang pada Andra ketimbang putrinya. "Baiklah. Apapun keputusan kamu, mama akan selalu dukung kamu," jawab wanita itu. ia tahu, uang hasil gaji saat putrinya masih bekerja di perusahaan milik Axel belum habis, karena memang  Chaliya bukan type gadis yang suka foya-foya dan royal seperti anak gadis seusianya. Dia bukan pelit. Tapi, memang tidak suka membeli susuatu yang tidak begitu penting. Dia hanya akan membeli sesuatu di kalah butuh, bukan di kala ingin. Di tambah, uang hasil dari endorse yang tiap bulannya satu produk saja mendapatkan ratusan juta, pasti jika hanya memebeli satu rumah tidak akan memberatkan dirinya.     

Saat chaliy membereskan piring dan sisa-sia makanannya, ponsel yang belum lama dia nyalakan berdering. Memandakan sebuat panggilan masuk.     

Gadis itu mendesah kesal. Ia berfikir itu dari para client, atau dari si brengsek Axel. Tapi, saat dia lihat, ternyata nomor tante Livia yang muncul. Buru-buru dia mengangkat panggilan tersebut sebagai calon mama mertua, walaupun calon suaminya sudah tiada.     

"Halo, Tante, ada apa?" tanya gadis itu.     

"Kamu sibuk, Chaliya?" jawab Livia dari balik sana.     

"Tidak. Apakah ada yang bisa saya bantu, Tante?"     

"Ya, kau datanglah ke sini sekarang, ya?" ucapnya lagi.     

"Baik, Tante." Kembli wajah Chaliya murung karena teringat tentang Andra. namun, karena itu perintah, mau tak mau ya dia harus segera datang ke rumah tante Livia.     

"Ma, aku mau ke rumah tante Livia dulu, ya? barusan dia menelfonku dan memintaku ke sana."     

"Baiklah. Hati-hati, ya?"     

Di dalam taxi, saat menuju ke rumah orangtua mendiang Andra, Chaliya menerima nomor dari orang suruhannya di nomor kusus yang dia pakai semenjak Andra tiada.     

"Halo, bagaimana? Apakah sudah dapat?"     

"Sudah, Nona. Alamatnya akan saya kirimkan lewat email anda."     

"Baiklah. Semoga aku menyukainya," jawab Chaliya dengan nada datar.     

"Saya yakin anda akan suka." Jawab pria itu.     

"Lalu, itu, bagaimana? Apakah masih dalam keadaan baik?"     

"Anda tenag saja. asal rumah sudah cocok, kami akan memindahkannya di rumah baru anda, Nona."     

Chliya tersenyum puas. Tak sia-sia dia menyuruh orang. Rupanya, benar-benar bisa diandalakan. "Baik. Terimakasih, ya?" ucap Chaliya. Lalu dia menutup panggilan.     

***     

"Chalia, syukurlah kau sudah tiba," sambut Livia senang.     

"Ada apa memangnya, Tante?" tanya Chaliya tanpa tersenyum sedikitpun. Di sana, juga ada Arabella yang nampak menunggu dirinya.     

"Duduklah dulu!" seru Livia. Kemudian ia memberikan secangkir the yang rupanya memang sudah dipersiapkan.     

Chaliya menerima cangkir berisi the manis itu dan langsung menyeruputnya. Karena tidak panas, dia bisa menghabiskan langsung. Selain cangkirnya yang kecil, dia lumayan haus. Di tambah the aroma melati yang memang enak, sejak dulu dia suka aroma ini.     

"Ada apa, tante?" tanya Chaliya. Aroma teh yang menenangkan tidak membuat dirinya lupa untuk apa diundang ke mari oleh Livia.     

"Begini, seperti yang sudah kita semua ketahui, Andra kan sudah tidak ada. Sebelum dia pergi, ternyata dia sudah mewasiatkan sesuatu pada kami."     

"Iya, Tante. Apa itu kalau saya boleh tahu?" jawab Chaliya santun dan ingin tahu.     

"Salah satunya, dia meminta ponsel miliknya diberikan padamu untuk kau simpan. Kau bebas menggunakan dan membuka fitur apa saja yang tersedia di dalam gawainya. Lalu yang kedua." Tante Livia mendorong kunci mobil yang di bawahnya ada STNK dan juga BPKBnya pada Chaliya. "Dia minta agar kau memakai mobilnya. Agar, kau selalu merasa jika dia ada di sampingmu dan menemani ke mana pun kau pergi."     

Mendengar pernyataan itu, seketika air mata Chaliya terjatuh. Kembali dia teringat masa-masa saat bersama mendiang Andra. sikap manjanya, suka menggoda, namun perhatian dan yang paling sayang padanya.     

"Kenapa harus demikian, Tante? Saya tidak mengharapkan apa-apa. Jika pun bisa memilih, saya ingin dia hidup lagi dan bersama saya selamanya. Bukan harta peninggalannya," jawab gadis itu sambil terisak.     

Tak tega melihat kesedihan Chaliya, Livia datang meraih pundaknya dan memeluknya erat. "Ini wasiat darinya. Kamu terima saja, oke? Kamu jangan sungkan-sungkan datang ke sini, kau sudah tante anggap seperti putri sendiri meskipun di masa hidup Andra kalian masih belum menikah. Tak masalah jika kau nanti menikah dengan pria lain, ajak dia ke sini. Suamimu juga menantuku, bukan hanya menantu Thassane."     

"Terimakasih, Tante," jawab Chaliya.     

"Benar, Kak. Kau juga sudah aku anggap sebagai kakak sendiri. Sudah jangan sedih ya? Yang ikhlas ngelepasin kak Andra agar dia juga tenang di alam sana," sahut Arabella sambil mengelus punggung Chaliya dari belakang.     

"Tapi, rasanya aku berdosa sekali jika harus memakai begitu saja mobil Anrda. Bagaimana, jika ini akan saya ganti uang, bisa buat tambah biaya kuliah Arabella?" jawab Chaliya saat pikirannya sudah mulai tenang.     

"Kenapa demikian? Sudah terima saja. soal biaya kuliah Arabella, kau jangan risau. Andra meninggalkan banyak warisan pada kami. Axel juga memberikan sebagian harta dari mendiang ayah mereka pada kami. Tidak apa-apa, pakai saja mobil itu."     

"Baiklah, Tante. Terimakasih," jawab Chaliya. Dengan tangan gemetar gadis itu menerima itu dari tangan tante Livia. Ketika benda-benda itu sudah ada di tangannya, kembali dia menitikkan air mata.     

Setelah di rasa cukup, Chaliya memohon diri. sebab, dia juga ada hal yang akan dikerjakan di luar sana. karena, sebelum dia sampai, seseorang yang sudah dia mintai tolong mencarikan rumah sudah menemukan rumah sesuai kriteria. Jika deal ya tinggal bayar dan tanda tangan. Jika, tidak terpaksa cari lagi yang cocok.     

Di tempat yang sudah direncakanan sebelumnya, dua orang pria muda berusia sekitar duapuluh lima tahuanan sudah menunggunya. Mereka langsung berdiri menyambut kedatangan Chaliya.     

"Maaf, saya membuat kalian menunggu  lama," ucap Chaliya dengan nada sungkan dan tak enak hati.     

"Tidak. Sebenarnya kami berdua juga baru saja sampai. Bagaimana, nona? Apakah kita bisa datang ke lokasi sekarang?" tanya salah satu dari mereka.     

"Baiklah, ayo kalau begitu," jawab Chaliya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.