Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MELUPAKAN PESAN ANDRA



MELUPAKAN PESAN ANDRA

0"Halo, ada apa Rado, malam-malam begini kau menelfonku?" tanya Chaliya dengan nada khasnya yang lemah lembut. Meski sebenarnya dia sangat jengkel karena waktunya bersama Andra jadi tersita. Tapi, ta kia nampakkan karena dia tahu kalau Riki dan Rado adalah orang yang tidak bisa dia singgung.     

"Selamat malam, Nona. Ternyata kau belum tidur," jawab pria itu.     

Chaliya diam tidak menjawab. Dia sangat muak dan bosan sekali dengan basa-basinya.     

"Biar kutebak, kau pasti tengah memandangi wajah mayat kekasihmu itu, bukan? Bagaimana? Apakah kau suka dengan asil kerjaku, Nona?"     

"Ya, saya suka sekali. Lalu, apakah tips dan uang tutup mulut yang kuberikan pada kalian berdua tadi itu kurang? Apakah Tuan Rado dan tuan Riki akan memoriku?" jawab Chaliya setengah bercanda. Tapi, juga serius.     

"Hahaha, anda terlalu insecure, Nona. Tidak, tidak sama sekali. Ini sudah lebih dari cukup. Tapi, apa yang anda dapatkan dari sebujur mayat yang sudah tak bernyawa, Nona? Lihatlah dirimu, kau cantik, seksi. Sudah pasti banyak pria di luar sana yang mengantri ingin mendapatkan kasih sayangmu."     

Chaliya tersenyum miring. Dia tahu ke mana arah pembicaraan ini. "Maksutnya, Tuan Rado juga termasuk salah satu dari pria yang inginkan saya, begitu?" jawab Chaliya, sengaja memperdengarkan tawa kecilnya.     

"Anda sangat cerdas. Saya suka wanita cerdas. Dan anda, cerdas, juga cantik, sungguh poinnya plus plus yang anda dapatkan."     

"Jangan basa-basi, Tuan. Saya sudah lelah dan mengantuk," jawab Chaliya.     

"Oh, sayang sekali anda sudah mengantuk. Bagaimana jika kutemani anda tidur, mala mini? Jangan hanya dengan sebujur mayat yang tak dapat menghangatkanmu," ucap Rado.     

'Pria bajingan ini? Tidakkah dia ingat jika ada istri di rumah?' batin Chaliya. "mau menemani bagaimana, Tuan? Mungkin bisa lain kali saja. sebab, mama saya berada di sini," jawab Chaliya santun.     

"Benarkah? Saya tidak tahu, Nona. Maafkan saya. Bagaimana jika malam selanjutnya?" ucap Rado penuh nafsu.     

"Akan saya aturkn waktunya," jawab Chaliya. Kemudian ia mematikan panggilan. Setelah itu, sebelum ponsel kembali ia letakkan, gadis itu menoleh pada jenazah Andra yang lebih terlihat seperti pria yang tengah lelap tertidur di tempat yang sudah ia sediakan kusus untuknya. "Kau lihat dan dengar sendiri, kan, Ndra? Semua pria di luaran sana sama saja. mereka bajingan. Itulah yang membuat aku tak mau kehilangan kamu dan tetap mencintaiku selamanya. Tidak ada yang lebih baik darimu untuk mencintaiku."     

"Pink!" sebuah pesan chat masuk ke dalam ponselnya dari nomor yang baru saja menelfonnya. "Ingat untuk tidak melupakan malam selanjutnya bersamaku, Nona. Atau, aku tak lagi bisa menjamin keamananmu telah menculik mayat dari kuburan, menyimpan dan mengawetkannya untuk kepusana pribadimu."     

"Kau lihat, ini, Ndra!" Chaliya berjalan mendekati jenazah Andra, lalu menunjukkan isi pesan itu di depan wajah Andra. lalu berkata, "Dia bahkan mengancamku. Mana mungkin aku akan percaya? Memang, hanya kau yang bisa kupercaya dalam menyimpan rahasia. Tidak dengan yang lain," keluh Chaliya. Kemudian, ia meletkkan gawainya di atas nakas dan rehaban di dekat mayat Andra. posisinya miring, dan meletakkan tangannya di atas tubuh jenazah tersebut dan mulai menghalu, menganggap sosok di sebelahnya hidup dan bisa bicara, bercengkrama, hingga ia tertidur bersama mayat itu.     

****     

"Bu Wulan, anda harus makan. Jika tidak, anda bisa sakit, ini tidak akan baik untuk Kesehatan anda," ucap polwan wanita yang bertugas menjaga sel wanita.     

Wulan diam tak menjawab. Ia enggan berbicara pada siapapun. Perceraiannya bersama Axel sungguh membuat dirinya hancur dan hilang semangat untuk hidup.     

"Bu Wulan, bisakah anda mendengarkan saya?"     

"Saya dengar anda. Karena saya tidak peduli. Tapi, kupinta sekarang, pergilah!" jawab Wulan dengan ketus.     

Polisi wanita berambut pendek itu hanya menghela napas panjang dan mengelengkan kepalanya. Kemudian meletakkan nampan berisi makanan dan minuman di dekat selnya Wulan. Senagaja dia dikurung sendiri, karena setelah perceraiannya diresmikan, dia jadi menggila dan suka menyerang nara pidana yang lain. "Saya letakkan di sini, makanlah jangan menyiksa diri," ucap polwan tersebut sebelum akhirnya meninggalkan Wulan sendirian.     

Masih seperti posisi sebelumnya, memeluk lutut dan menunduk, Wulan melirik makanan yang dibawakan sirif wanita tersebut. Ia tersenyum miring, yang lebih ke menyeringai. Sepertinya, ia memilki ide baru untuk rencanya. Ia pun berdiri, berjalan mengambil makanan itu dan mulai memakannya perlahan.     

"Enak juga, lumayan, gak sia-sia menjadi agresif dan dipisahkan dari kalangan nara pidana gembel itu. aku setidaknya bisa memakan makanan yang layak makan bukan lagi nasi setengah basi dan sayur kangung yang taka da rasa itu," gumam Wulan sambil terus menguyah makanannya.     

Setelah menghabiskan setengah dari makanannya, gadis itu berteriak kencang sambil menjatuhkan piring karena kedua tangannya memegang erat pertunya, "Penjaga, tolong! Tolong saya perutku sakit, toloooong!" teriak Wulan dengan mata terpejam dan posisinya juga sampai roboh.     

Tidak lama kemudian, dua orang sifir wanita datang membantu. Mereka mengankat tubuh Wulan dan membawanya ke uks. Sampai beberapa menit di kelinik tak ada perubahan, Wulan masih saja terus mengeluh kesakitan. Akhirnya, terpaksa di bawa ke rumah sakit umum yang tidak jauh dari penjara.     

***     

Axel nampak tidak bersemangat hari ini. Wajahnya juga lesu. Beberapa kali ia meremas rambutnya sendiri dengan kedua tangannya. Jelas sekali kalau ia tengah prustasi karena memikul beban yang berat.     

"Kamu gak kerja, Xel?" sapa Elizabeth sambil menikmati secangkir latte di tangannya.     

"Ya kerja, lah Ma. Masa enggah," jawabnya masih dengan muka yang lesu.     

"kenapa gak sesegar bisanya mukamu? Apakah ada masalah?" tanya Elizabeth sambil menyesap lattenya sedikit demi sedikit.     

"Chaliya membenciku, Ma. Dia menuduh, bahwa aku melakukan sesuatu yang membuat Andra menjadi kian parah dan akhirnya meninggal," jawab Axel penuh beban.     

Wanita itu seketika terdiam. Diletakkannya cangkir berwarna putih di atas meja lalu merbuah posisi duduknya dengan kaki menyilang. Menghadap Axel dengang penuh perhatian dan bertanya, "Jangankan dia, mama saja juga berfikir demikan. Apa yang terjadi kala itu saat kalian hanya berdua saja di kamar, Xel? Mama yakin, Chaliya juga pasti berfikir kalau kita sudah merencakanakannya. Sesalah apapun kamu, aku ini ibumu pasti dia akan tetap berfikir aku selalu membantu dan menutupi kesalahanmu."     

"Bahkan mama juga ilfeel sama aku, ya?" jawab Axel sedih dan tersenyum pilu.     

"Haaah! Bagaimana ya jelasinnya ke kamu biar ngerti. Andai kau jadi mama atau Chaliya. Kami berdua tahu kau suka Chaliya dan inginkan dia, apalagi Andra menitipkan dia setelah kematiannya. Suatu hari saat dia dalam keadaan baik, bersamamu di dalam kamar berdua. Tiba-tiba saja saat kami kembali dia sudah dilarikan ke IGD dan tak lama setelahnya dia mati. Sebaik apapun orang itu dan sepositif apapun pikirannya, pasti juga akan berfikiran sama."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.