Cinta seorang gadis psycopath(21+)

DICKY



DICKY

2"Sudah, biarkan saja. Tak baik membicarakan orang di belakangnya. Ya sudah, ayo kita tidur," ucap Livia sambil meraih gelas berisi wedang jahe yang dibuatkan oleh putrinya.     

***     

Pagi itu, Chaliya sarapan bersama dengan Dicky di halaman samping rumah megah tersebut. Sengaja pria itu minta disiapkan sarapan di luar. Karena dari dulu dia memang suka dengan suasana pagi hari. Jadi, ia mengajak sosok yang baginya spesial untuk ikut melakukan hal yang dia sukai.     

"Makan di ruangan terbuka bagaimana menurutmu? Kau lebih suka di luar ruangan, atau di dalam?" tanya Dicky sambil meletakkan sandwich telur di atas selembar roti bakar dan menutupnya lagi dengan selembar roti bakar kosong.     

"Menyenangkan juga," jawab Chaliya sambil meletakkan es krim vanila pada roti tawar yang akan dia makan.     

"Ya, aku tahu keduanya sama-sama membikin kenyang. Tapi, mana yang paling menjadi favorit bagimu? Di luar, atau di dalam ruangan?" tanya Dicky lagi. Seolah dia tidak puas dengan jawaban yang Chaliya berikan, yang terkesan terserah saja.     

"Em... Bagaimana, ya?" Chaliya nampal melirik pemandangan di sekitarnya. Lalu kemudian, dia menjawab, "Ya, ternyata sarapan di luar lebih menyenangkan. Di tambah dengan udara pagi yang sejuk, suasana pagi yang cerah, tumbuhan yang tampak menghijau dan masih basah oleh embun dan diiringi dengan kicauan burung yang saling bersahutan. Ini sangat menyenangkan sekali," ucap wanita itu kemudian sambil menghirup udara pagi dalam-dalam dan mengeluarkannya dari mulut.     

Mendengar jawaban tersebut, Dicky tampak tersenyum puas. Pria itu senang jika wanita yang dia sukai sependapat dengan dirinya dan juga memiliki hobi yang sama pula. "Jadi, kalau begitu kita memiliki hobi yang sama. Lalu untuk berwisata kau lebih menyukai apa? Wisata alam atau buatan manusia?"     

"Wisata alam yaitu pantai Aku suka ombak air laut dan semua yang berbau dengan pantai apalagi yang pasirnya putih," jawab Chaliya cepat. Sambil menggigit sepotong demi sepotong roti tawar yang sudah diberi es krim rasa vanila tersebut.     

"Hari ini aku sibuk, lain kali jika aku ada waktu aku akan aja kamu ke Bali. Kita menginap di sana selama seminggu. Cara kurang puas, 1 bulan jika tidak apa-apa aku akan menyewakan sebuah hotel di dekat pantai yang menghadap ke pantai." ucap Dicky tidak canggung-canggung.     

"Kamu merasa nggak sih kalau kamu itu terlalu royal sekali sama aku? Mungkin perlu aku ingatkan kembali ke aku ini bukanlah wanita simpanan mu, tapi hanyalah teman," ucap Chaliya. Kemudian tangan kanannya meraih segelas susu hangat di hadapannya dan meminumnya hingga habis.     

"Apakah royal kepada teman adalah suatu bangsa yang besar? Kurasa juga tidak, kan?" jawab Dicky seolah mengelak.     

"Ya memang aku akui kau memang sangat baik sekali. Tapi apakah itu tidak berlebihan?"     

"Oh jika perlu aku akan mengajakmu ke Malvidas. Kurasa kau akan betah di sana. Kau kan wanita air."     

"Apa kau bilang? Wanita air? Hahaha!_ Chaliya tertawa terbahak mendengar ucapan yang dikatakan oleh Dicky. Entah ide dari mana pria itu. Bisanya dia sisebut sebagai wanita air olehnya.     

"Oh, iya. Apa rencanamu ke depannya? Setelah apa yang kau perbuat pada Axel, apa masih memungkinkan bagimu tetap bekerja di perusahaan miliknya?" tanya Dicky. Cukup menyebalkan pula baginya melakukan obrolan yang tidak berguna. Tapi, bersama Chaliya, rasanya berbeda. Ia bahkan rela apapun sekalipun tidak berguna asal bisa mengulur waktu supaya keduanya bisa berlama-lama     

"Aku tidak tahu. Aku sedang sepi job juga sepertinya," jawab Chaliya apa adanya.     

"Ya sudah. Kau jangan risau. Jadi model di temaptku saja. Ucap Dicky.     

"Model? Memangnya jadi model apa?" tanya gadis itu penuh harap.     

"Aku punya perusahaan besar di bidang body care, skin care dan juga kosmetik. Kurasa kau jadi dutanya sangat pantas. Kau memiliki kulit yang putih, wajah cantik dan qqq proporsional. Sempurna sekuali." Puji pria itu sambil menyesap secangkir kopi panas yang ada di hadapannya.     

"Apakah kau serius?" Tanya Chaliya ragu-ragu. Sebab, ini baginya seperti tidak nyata saja. Dia yang telah banyak melakukan kejahatan di masa lalu, bagaimana bisa mendapatkan kehidupan yang layak?     

"Memangnya kapan aku pernah bercanda? Aku tahu kamu adalah teman     

Tenang saja. Semalam itu sudah cukup bagiku. Kecuali kau yang inginkan, aku juga tidak akan merasa keberatan untuk melakukannya, hehehe."     

Merasa gemas dengan tingkah dan ucapan yang baru saja Dicky katakan, dengan gemas Chaliya menginjak kaki telanjang pria itu.     

"Aduh! Hahaha. Kenapa? Kau malu? Tapi, kau menyukainya, kan? Jangan sungkan-sungkan mengatakan itu."     

"Aku mau pulang sekarang jika kau terus bahas soal itu," ucap Chaliya. Mengancam.     

"Kenapa kau buru buru begitu? Di sini lah dulu. Aku belum bosan memandangmu," ucap Dicky.     

"Oke baiklah aku akan menunggumu sampai bosan agar kau melemparkanku keluar tanpa aku harus berpamitan untuk pulang," jawab Chaliya.     

"Kau jangan begitu. Aku hanya bercanda saja kok. Bagian mana mungkin aku bosan denganmu. Ingatkan adalah satu-satunya wanita yang aku bawa pulang. Walaupun aku memiliki banyak wanita di luar sana tak satupun yang aku bawa pulang ke sini, karena sebelum aku membawa pulang seorang wanita aku sudah memikirkannya dengan matang."     

"Aku menghargai keputusan mu, dan sangat menerima baik niatmu. Tapi, aku harus pulang, Dick. Lain kali kita akan bertemu lagi. Bukankah kedeapnnya aku adalah model brand milikmu?" ucap Chaliya berusaha mengingatkan.     

"Baiklah. Bagaimana kalau aku mengantarmu pulang?" tawar Dicky.     

Sebenarnya Chaliya ingin pulang ke rumah pribadinya untuk melihat Bagaimana keadaan mayat antara. Tapi karena dia tidak berani menolak tawaran yang diberikan oleh Dicky, maka dia pun memutuskan untuk pulang ke rumah mandi yang namanya saja. Baru akan pergi ke rumah pribadinya setelah Dicky pergi meninggalkan tempatnya.     

"Baiklah kalau memang kau ingin mengantarku pulang. Tapi sekali lagi aku katakan sama kamu, bukan aku yang minta diantar." Jawab Chaliya.     

"Iya aku yang menawarkan diriku sendiri. Ayo, kalau begitu," ucap pria itu sambil mengulurkan tangan kanannya ke arah wanita dihadapannya.     

"Bagaimana dengan piring piring yang berantakan ini?" tanya Chaliya. Salah dia tidak bisa meninggalkan meja itu dalam keadaan berantakan seperti itu.     

"Kenapa kalau misalkan itu? Aku memiliki 25 pembantu di rumah, Aku tidak percaya jika salah satu dari mereka tidak bisa merapikan ini," ucap Dicky lagi.     

"Baiklah maafkan Aku. Mungkin karena aku terbiasa di rumah sendiri tidak biasa dengan adanya satupun seorang pembantu jadi, apa-apa aku mengerjakannya sendiri mulai dari membuat sarapan dan merapikannya," jawab Chaliya sambil menerima uluran tangan pria itu.     

"Sungguh, kau adalah istri idaman," puji Dicky.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.