Cinta seorang gadis psycopath(21+)

KELUARGA YANG ANEH 2



KELUARGA YANG ANEH 2

3"Halo, apakah kau Sinta?" sapa Chaliya dengan ramah.     

Ayumi dan suaminya terus mengamati dirinya. Bagaimana cara dirinya menyapa putrinya. Kemudian, terukir senyuman tipis yang menunjukkan kalau mereka terkihat puas, dua pasutri itu saling berpandangan dan mengangguk penuh isyarat. Sebenarnya Chaliya merasa risih, tapi, ia berusaha mengabaikan dan bersikap wajar. Tetap sopan di depan mereka dan ramah pada Sinta.     

"Iya, kau bahkan sudah bisa menabak. Memang, hanya aku satu-satunya anak gadis papa dan mama, haha," jawab gadis itu dengan riang. Kemudian, ia meminta dengan santun pada Hengky sang kakak agar geser. Karena, dia ingin duduk bersebalahan dengan Chaliya. "Kak, bisakah kakak duduk di kursi lain? Aku ingin duduk dengan kak Chaliya," ucap gadis itu.     

"Baiklah. Makanlah dulu dengan baik. Jangan sambil bicara, oke?" ucap pria itu dengan wibawa dan penuh kasih sayang.     

"Baik, kak."     

Awalnya, Chaliya merasa, mungkin semua diam karena memang masih makan. Jadi, ya tidak banyak bicara. Bicaranya nanti saat selesai makan. Namun, ada rasa heran dan bingung juga sekaligus kagum pada Hengky, di luaran sana, dia sangat luwes seperti layaknya seorang artis yang memiliki pola hidup dalam keluarga yang normal. Tapi, kenapa, saat ia melihat kedua orangtuanya sangat aneh dan sangat misterius begini? Hanya adiknya saja yang terlihat normal dan biasa saja. di rumah, dia juga sepertinya menyesuaikan. Siapa sebenarnya mereka ini?     

Usai makan, mereka berlima berkumpul di ruang keluarga. Chaliya pikir setelah berkumpul di ruang keluarga semua akan menjadi normal seperti yang telah dia bayangkan se4belumnya. Tapi, nyatanya tidak. Memang papa dan mama Hengky terlihat begitu aneh. Hanya Sinta saja yang terlihat normal. Tidak kaku dan berbicara seperti biasa. Sedangkan kedua orangtua mereka, masih seperti saat pertama bertemu tadi. Diam, dengan wajah datar dan kaku tanpa senyuman. Jangankan bertanya lebih dulu mengenai Chaliya. Ditanya saja menjawabnya hanya sepatah dua patah kata saja.     

Merasa tak nyaman dengan sikap kedua orangtua Hengky, Chaliya pun memberi isyarat pada Hengky jika dia ingin pulang sekarang. Tapi, karena waktu masih menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit, Hengky menjawab lirih, yang hanya bisa di dengar oleh mereka berdua saja.     

"Ini masih belum malam. Tinggalah di sini lebih lama lagi. Jika kau ingin menginap, kedua orangtuaku tidak akan keberatan. Biar pelayan menyiapkan kamar untukmu. Atau, jika kau mau, kau bisa tidur sekamar dengan adikku Sinta. Dia pasti senang."     

"Tidak, aku ada acara besok pagi," jawab Chaliya. Sebab, ia merasa sudah benar-benar tidak nya,an berada terus di sini.     

"Baiklah. Karena tadi aku yang menjemputmu, maka aku yang akan mengantarmu," ucap Hengky. Kemudian ia beranjak dan berkata kepada kedua orangtuanya, "Mah, Pa. Karena ini sudah malam, aku akan mengantar Chaliya pulang," ucap Hengky. Walaupun kali ini sudah lebih rilex dari sebelumnya, tapi tetap saja. sebagai anak kepada orangtuanya ini tetap terlalu kaku.     

"Oh, sudah mau pualng, ya? baiklah. Sebagai model memang harus beristirahat dengan cuku[ jangan suka begadang," ucap nyonya Ayumi pada Chaliya. Mungkin saja. sebab, bicaranya dia memandang kea rah putranya saja. sekalipun tidak menatap ke arah Chaliya.     

Mendengar itu, chaliya hanya tersenyum tipis, wajahnya sedikit menunduk dengan kedua tangan menyilang di depan.     

"Iya, Ma. Kalau gitu, Hengky akan pergi mengantarkan Chaliya pulang dulu," ucap pria itu kemudian memandang ke arah Chaliya yang tertunduk malu.     

"Ya sudah, kalian hati-hati di jalan, ya?" ucap pak Hartono. Meskipun saat berkumpul mereka semua begitu kaku dan flat. Namun masih ada point baiknya. Mereka bertiga bersama putrinya mau mengantar Chaliya sampai depan pintu.     

"kak Chaliya, seringlah main ke sini, oke? Jangan sungkan-sungkan datang saja," ucap Sinta penuh dengan kegirangan.     

"Jika ada waktu, ya? kakak pasti akan main ke sini," ucap Chaliya sambil tersenyum ramah pada Sinta. Bahkan, dia juga memberi salam pada kedua orangtua mereka meskipun sejak tadi mereka sangat jutek dan cuek.     

Selama di perjalanan, Chaliya terus emmikirkan keanehan orangtua Hengky dan juga semua pelayannya. Secuek-cueknya seseorang, seumur hidupnya, dia tak pernah menjumpai orang yang seperti itu. Jika dibilang tidak suka, harusnya tidak seperti itu juga, kan?     

Chaiya hanya diam. Sambil sesekali melihat kea rah Hengky yang tengah mengemudikan mobil. Dia juga nampak diam saja. tidak memberi kejelasan apa-apa. Dia jadi berfikir, apakah ini sudah biasa dalam keluarganya? Lalu, apakah Hengky tidak pernah bertamu ke rumah seseorang? Sampai-sampai dia tak tahu seperti apa adab menemui tamu?     

'Hah, ya sudahlah, kenapa aku harus pusing sendiri? Toh yang berbuat tak merasa jika dia berbuat tak enak pada tamunya. Kenapa sit amu malah berfikir tentang keanehan keluarga tuan rumah? Pusing, nambah dosa saja. aku dosanya sudah banyak, dan sebentar lagi juga akan membuat dosa besar lagi pada orang di sebelahku,' gumam Chaliya seorang diri. sambil diam-diam dia menyeringai kecil, agar Hengky tidak melihatnya.     

"Wah, tanpa terasa sudah sampai, ya?" ucap Chaliya. Ketika mobil sudah berhenti di depan pintu gerbang rumahnya.     

"Iya, sepanjang perjalanan kau diam saja. tahu-tahu dah nyampe rumah saja. apakah kau mengantuk?" tanya Hengky. Sedikitpun tak merasa dirinya juga ikut andil akan kecanggungan yang ada di anatara mereka berdua.     

"Iya, aku sudah ngantuk sekali memang," jawab Chaliya sambil tersenyum. Seoalah-olah, memang begitu enyataannya. Namun, jauh di dalam hatinya dia mengumpat, 'Ngantuk palamu peyang? Tidak merasa, hah bagaimana perlakuan kedua orangtuamu tadi, hah? Bahkan, kau, yang seharusnya bertanggung jawab menjelaskan dan meminta maaf padaku, kenapa mereka begitu, atau mereka memang seperti itu juga diam saja?'     

"Ya sudah, karena ini sudah malam, aku oamit dulu, ya? kapan-kapan, kita jaan barang, oke?" ucap Hengky kemudian ia kembali ke mobil dan meninggalkan tempat itu.     

Chaliya merasa lelah dengan pikirannya sendiri. Akhirnya ia tak mau lagi berfikir dan mengingat kejadian di rumah teman satu profesinya itu. dia langsung ke kamar dan bersiap untuk tidur.     

Semenatar di rumah Hengky, adik dan kedua orangtuanya meperdebatkan Chaliya.     

"Aku gak mau dengar, pokoknya, kak Chaliya tak boleh dijadikan tumbal selanjutnya. Carilah wanita cantik yang berpotensi lainnya. Yang membuat Jatasura senang dan puas," ucap Sinta dengan menunjukkan emosinya yang masih begitu kekanak-kanakan.     

"Siapa, Sinta? Waktu kita sudah tidak banyak, Sayang," ucap Ayumi berusaha menangkan putrinya.     

"Terserah, kak Hengky kan ganteng, asal mengedipkan sebelah matanya pada wanita, maka wanita itu pasti akan tergila-gila padanya," jawabnya, masih kekeh dengan pendiriannya.     

"Benar, Pa. Aku juga masih belum puas bermain dengannya. Dia adalah wanita unik yang susah di dekati," timpal Hengky yang tiba-tiba saja muncul. Entah sejak kapan dia datang. Tidak satu pun dari mereka bertiga yang menyadari.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.