Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MERTUA YANG BAIK



MERTUA YANG BAIK

1Selama Axel tidak ada di rumah sakit, Elizabeth menanyakan apa saja yang sudah putranya perbuat pada menantunya. Seperti biasa, Lina akan selalu menutupinya. Sebab, dia tidak teg ajika melihat pria itu terdiam menunduk Ketika di marahi oleh mamanya. Bagaimana pun, dia sudah terbiasa dengan sikap acuh, bossy yang dimiliki oleh Axel.     

"Tidak terjadi apa-apa, Ma. Dia juga sudah banyak berubah, dari sejak aku masuk rumah sakit, dia yang menyuapiku. Kau juga tahu, kan dia juga selalu minta bibi untuk menyiapkan makanan rumahan untukku. Kata dia, makanan di rumah sakit tidak lah enak, dan jika beli di luar, tidak sesehat makanan dari rumah. Dia begitu peduli padaku. Mama, tenang saja," ucap Lina bersungguh-sungguh sambil menyentuh tangan mama mertuanya.     

"Apakah yang kau katakana itu benar, Lin?" tanya Elizabeth masih nampak meragukan. Sebab, informasi yang dia dapatkan dari bibi. Pagi setelah mereka melewati malam panjang dalam jebakannya dia marah besar dan memaki Lina yang sebenarnya juga korban.     

Elizabeth tidak tahu pasti atau melihatnya sendiri. Sebab, setelah rencananya berhasil dan mengunci mereka berdua dari luar, dia langsung kabur menuju Bandra dan terbang ke Amerika malam itu juga.     

"Kenapa aku tidak bisa sepenuhnya percaya denga napa yang kau katakana, ya Lin?" ucap Elizabeth lagi.     

"sayang sekali, di dalam kamar ini tidak terdapat cctv. Mama tahu, tidak? Ketika mama telfon dan meminta dia keluar, aku menyusulnya keluar. Meminta dia masuk. Dia marah-marah Ketika aku membawa botol infusku sendiri kemarin. Terlebih mengetahui darahku naik. Dia sangat panik, Ma. Aku jujur tidak mengada-ngada."     

"Baiklah, karena kamu sudah cerita banyak danpanjang lebar, maka mama percaya sama kamu. Tapi, jangan harap, setelah ini kau lepas dari pengawasan," ucsp Elizabeth lagi.     

"Iya, iya Ma. Awasi saja kami tidak masalah," jawab Lina.     

Kemudian keduanya pun tertawa.     

Keesokan harinya, dokter sudah menyatakan kalau Lina kini sudah berada dalam kondisi yang baik dan boleh pulang. Di depan Axel, dan juga mamanya, dokter yang sama yang meneangani Lina di ruang IGD kemarin berkata tanpa sungkan, dan pesannya juga sama dengan yang kemarin.     

"Bu Lina sudah bisa pulang sekarang. Dia sudah tidak apa-apa. Untuk Pak Axe, tolong, dijaga istri dan calon anaknya dengan baik, ya? Usia kandungan bu Lina masih sangat muda, dan rawan keguguran. Jadi, jika mau melakukan hubungan suami istri, ya diperhatikan. Boleh, tapi jangan sering-sering. Dan jangan kasar, ya Pak. Harus lembut. Jangan samakan seperti sebelum dia hamil."     

Seketika wajah Lina pun memerah karena malu. Tidak hanya Lina, Elizabeth pun juga.     

"Kau sudah mengatakannya kemarin padaku, Dok. Kenpa harus mengulanginya lagi?" ucap Axel dengan wajah memerah. Ia juga malu. Bicara berdua saja sudah membuat mukanya habis, bagai tersapu ombak di lautan. Ini malah di depa Lina dan juga mamanya.     

"Saya sebagai dokter, ya wajib mengingatkan. Kemarin, sudah memang saya juga ingat itu. tapi, karena saya kahwatir anda akan melupakan ini setelah istri anda sehat kembali… " Dokter itu tertawa kcil melihat betapa malunya Axel. Dengan sengaja, dia tidak melanjutkan kalimatnya.     

Usai makan siang, Elizabeth meminta Lina agar segera tidur siang untuk melakukan pemulihan. Sementara Elizabeth di halaman belakang mengajak putranya ngobro.     

"Di mana kau bertemu dengan Chaliya?"     

"Di rumah tante Livia. Aku tidak sengaja. Ketika hendak menjemput Arabella ada mobilnya Andra."     

"Lalu, apa alasanmu mengajak dia ke rumah bertemu dengan Lina?" tanya Elizabeth dengan tatapan penuh selidik.     

"Aku hanya ingin lihat, apakah dia cemburu dan sakit hati, jika dia tahu aku menikahi teman baiknya di kantor."     

"Lalu, apa yang kau dapatkan Apakah dia nampak syok?"     

"Ya, dia terawa bahagia. Menganggap ini adalah sebuah kejutan untuk menyambutnya. Dia mengucapkan banyak sekali ucapan selamat pada kami." Axel tiba-tiba saja merasa kesal sendiri Ketika mengingat betapa cuek dan tak pedulinya Chaliya saat ia memperlihatkan sisi mesranya pada Lina. Kemudian Axel pun beranjak dan pergi.     

"Bocah nakal! Mau ke mana kau?" tanya Elizabeth yang merasa keberadaannya tak dianggap dan diabaikan.     

"Aku mau pergi dulu. Capek dari kemarin di rumah terus," jawab Axel tanpa menoleh kea rah mamani dan terus berjalan tak mau berhenti.     

'Baiklah!" batin Elizabeth. Kemudian, ia meraih gawainya di atas meja dan mulai menghubungi anak buahnya. "Kalian, awasi Axel. Ke mana dia pergi, laporkan, sertakan juga rekamannya."     

***     

Di dalam mobil, Axel emnghubungi salah satu kontak yang ada di dalam ponselnya. Dia bertanya, pria hal permintaan yang dia ajukan pada orang tersebut setelah panggilan tersambung.     

"Bagaimana? Apakah kau sudah mendapatkan hasil?" tanya pria itu tak sabar. Tapi, tak mau terima jika senadainya yang dia terima adalah kabar tak enak.     

"Sudah, Tuan. Kami juga sudah mendapatkan alamat di mana model berbanama Chaca itu tinggal," jawab seorang pria dari seberang sana.     

"Kerja bagus. Kirimkan alamatnya padaku. Jika aku sudah memastikan kebenaran alamat itu, aku akan transef bonusnya," jawab Axel.     

"Baik, Tuan. Akan segera saya kirim," jawab pria itu. Sebelum mematikan panggilan.     

"PINK!"     

Tergesa-gesa Axel membuka pesan yang dikirkman oleh orang yang baru saja dia telfon barusan. Dalam pesan itu tertulis sebuah alamat, "Bandung, Lengkong barat jalan cempaka No. 23."     

Axel tertawa puas. Kemudian, ia memedal gas mobil dengan cepat menuju jalan tol yang akan menghubungkan dia ke Bandung. Tiba di bandung, ia menggunakan google map untuk menemukan alamat yang dia tuju. Banyak panggilan dari Lina dan mamanya yang ia abaikan. Dia tak pedulikan mereka. Yang ia inginkan saat ini adalah bertemu dengan Chaliya dan meminta penjelasan dari wanita itu.     

Kebetulan sekali, tiba di sana waktu sore. Ia melihat sebuah mobil berhenti di rumah nomor 23 yang diduga itu adalah rumah Chaliya. Dari mobil Rush silver itu keluar seorang wanita yang tak asing. Kemudian wanita itu membalikkan badan membuka pagar setelah mobil yang mengantarkan dirinya pulang berlalu.     

"Chaliya!" seru Axel sambil memegang pergelangan tangan wanita itu.     

Karena terkejut, secara spontan Chaliya memandang wajah orang yang mengejutkannya.     

"Axel?" ucapnya nyaris tak percaya.     

"Aku mencarimu selama ini, Cha. Akhirnya aku bisa menemukanmu," ucap pria itu nampak senang.     

"Untuk apa kau mencariku? Kau sudah menikah, fokus saja dengan keluargamu," ucap Chaliya smabil berusaha melepaskan diri dari cengkraman Axel.     

Axel menyeringai. Ada kepuasan tersendiri baginya jika melihat Chaliya dengan ekspresi ini. Tam mau pikir panjang lagi, Xaxel mendorong tubuh Chaliya ke dalam dan merampas kunci yang ada dalam genggamannya dan membuka pintu rumah tersebut.     

"Xel, apa yang kau lakukan? Berani kau macam-macam, aku akan teriak!" ancam Chaliya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.