Cinta seorang gadis psycopath(21+)

PERLAKUAN ISTIMEWA DARI AXEL



PERLAKUAN ISTIMEWA DARI AXEL

1Xel, masuklah! Ini ponselmu," ucap Lina, berdiri di depan pintu sambil membawa infusnya sendiri.     

Axel seketika terbelalak Ketika mendapati Lina sudah berada di ambang pintu ruangan berdiri dan membawa infusnya sendiri. "Kau, sembarangan sekali. Jika kau berdiri dan memegang botol infusmu sendiri gini, bisa-bisa darahmu naik ke selang infusnya. Itu tidak baik, Lin!" ucap Axel. Buru-buru dia membawa Lina masuk dan merebut botol infus istrinya dan mengangkatnya tinggi-ringgi agar darahnya tidak sampai naik.     

Lina hanya diam. Tapi, melihat Axel seperti ini, sudah jelas sekali kalau dia khawatir padanya. Bukan hanya pada bayinya saja. sebab, dia bisa membedakan, Axel yang sekarang, sangat berbeda dengan Axel yang sebelumnya dia kenal. Mungkin kata orang dulu itu benar. Cinta akan hadir di hati pasangan setelah lama bersama. Apalagi, jika sudah memiliki anak.     

"Kamu mau makan makanan yang bibi masak untukmu, atau makan makanan rumah sakit?" tanya Axel berlagak cuek.     

Lina tidak langsung menjawab. Dia melihat box berususun di atas nakas, dan di sebelahnya ada beberapa piring berisi makanan dari rumah sakit yang tadi diantarkan oleh suster sebelum Axel tiba.     

"Memang bibi Siti mask apa?" tanya Lina lirih.     

"Mana aku tahu? Saat aku tiba juga sudah berada di dalam box begitu. Coba saja kau lihat, apa yang dibawakan olehnya," jawab Axel ketus sambil menghempaskan tubuhnya di atas sofa kamar.     

Awalnya Lina berfikir, jangankan jalan dan membawa botol infusnya sendiri. Dengan banyak gerak begini, bukankah lebih mempercepat darah naik ke selang infus? Pikir Lina. Hanya saja, untuk bermanja dan meinta tolong pada Axel suaminya sendiri wanita itu tidak ada keberanian.     

"Oh, oke," jawab wanita itu kemudian beranjak dan membuka box itu dalam keadaan berdiri di samping tiang infusnya.     

Awalnya Axel emmang tidak peduli. Tapi, begitu melihat Lina berdiri, dan selang infus mulai memerah karena darahnya naik, ia langsung berteriak.     

"Hey, apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan cuek. Tapi, panik.     

"Ya, ini. Aku mau lihat, apa yang dibawakan bibik untukku," jawab Lina dengan polosnya.     

"Kau ini tidak boleh banyak gerak! Lihat, selang infusmu! Darahmu sudah naik itu," ucap Axel geram.     

"Bukankah kau yang memintaku agar melihat sendiri apa yang ada di dalam box, ini?" tanya Lina dengan polosnya.     

"Naik ke atas hospitalbed kamu, dan duduklah dengan baik. Biar aku yang mengambilnya untukmu," ucap Axel dengan kesal. Ia letakkan asal ponselnya di atas sofa kemudian mendekati nakas.     

Setelah membuka box tersebut, Axel mengatakan pada Lina. Apa saja yang dimasak oleh bibi untuknya.     

"Di sini ada nasi putih, tumis broccoli, jagung putri, wortel dan kacang polong. Terus, untuk lauk di sini ada ikan salmon dan sambal matah. Buahnya, ada tujuh butir kurma dan juga buah pir yang siang makan. Kamu mau yang mana?" tanya Axel sambil memandang Lina yang juga nampak memperhatikan dirinya.     

Menyadari kalau ia tertangkap basah, Lina segera mengalihkan pandangannya ke obyek lain. Dia mengedarkan padangannya ke arah sofa. Lalu, kembali melihat kea rah Axel dan berkata, "Akum au tumis sayuran itu sam sambal matah saja."     

"Cum aitu? Tidak, kau juga butuh protein yang banyak serta buah-buahan. Semua kamu harus memakannya," ucap Axel.     

Dia yang bertanya, menawarkan mau apa. Tapi, akhirnya dia juga yang memutuskan Lina harus makan apa.     

"Baiklah," jawab Lina. Akhirnya ia pun mengalah. Lagian, jika berada di rumah, dia juga sudah terbiasa dengan makanan seperti itu, hanya saja, jika dia tidak makan ikan, ya telur. Kadang ya tahu, tempe dan daging. Menunya selalu berubah-ubah setiap hari. Tapi, nilai gizi dan nutrisi yang dia dapatkan teta. Tidak pernah berkurang. Sebab, bibi melayaninya dengan sangat baik.     

"Buka mulutmu, cepat!" cetus Axel sambil menyodorkan sendok berisi sayur dan lauk di depan bibi Lina.     

Lina hampir tidak percaya denga napa yang Axel lakukan. Ia berfikir bahwa ini adalah mimpi. Tapi, memang ini adalah sebuah kenyataan. Bukan lah sebuah mimpi.     

"Kamu mau nyuapin aku, Xel?" tanya Lina, ragu.     

"Mau siapa lagi, yang akan menyuapimu jika bukan aku? Kau memang bisa, makan sendiri tanpa darah yang naik ke selang infus?" tanyanya. Masih dengan nada yang jutek dan juga ketus.     

"Tidak. Terimakasih, ya?" ucap Lina sambil tersenyum dan membuka mulutnya lebar.     

"Kau makanlah yang banyak. Sepertinya semenjak kau menganduk badanmu jadi kurus."     

"Iya, sempat turun dua kilom gram. Kau bagaimana bisa tahu, Xel? Apakah kau memperhatikanku?" tanya Lina ragu, dan setengah menggoda tentunya.     

"Tidak. Tanoa perhatian, dengan hanya melihat kan juga sudah nampak. Kau jangan pernah geer begitu jadi orang."     

"Maaf," jawab Lina. Tapi, dia sangat menyukai moment ini. Jangankan berharap. Membayangkan saja, Axel mau menyuaipi dirinya dia tidak berani. Sebab, rasanya itu mustahil. Namun, setelah dia mengalaminya sendiri, dia akhirnya percaya. Jangakan karang yang diterjang ombak keras di lautan. Dia memang kokoh. Tapi, akhirnya terkikis juga. batu besar di dalam hutan hanya terkena tetesan air saja bisa berlubang. Apalagi hati manusia.     

Axel diam tidak menjawab. Ia masih tetap memasang ekspresi wajah masamnya seperti sebelumnya.     

"Xel, kau juga makanlah, jangan hanya aku," ucap Lina mengingatkan dengan lemah lembut.     

"kau tak usah mengingatkan itu padaku. Nanti, jika aku sudah lapar, aku juga akan makan tanpa kau suruh. Kau bukanlah emakku."     

"Baiklah, maaf," jawab Lina lirih.     

"Kamu ngomong apa saja sama mama tadi?" tanya pria itu. sepertinya ia penasaran juga yang sudah mama dan istrinya obrolkan Ketika dirinya berada di luar tadi.     

"Tidak ada. Dia Cuma bertanya, apa yang membuat aku di rawat di rumah sakit saja. tidak lebih," jawab Lina sambil lahap memakan makanan nyang disuapkan oleh Axel.     

"Oh, apakah si tua itu hanya menyanyakan itu saja? lalu, kau jawab apa padanya tadi?"     

"Aku hanya katakana kalau aku Cuma kecapeaan saja. Tapi, mama bilang, kalau mala mini juga dia akan terbang ke Indonesia."     

"Apa? Diam au pulang? Akhirnya, setelah berulah berani dia pulang dan menampkakkan batang hidungnya," umpat Axel sambil terus menyuapi Lina.     

"kau tidak boleh begitu, oke? Bagaimana pun juga, dia adalah mamamu, wanita yang telah bersusah payah mengandungmu selama sembilan bulan dan bertaruh nyawa demi melahirkan dirimu di dunia."     

"Lalu bagaimana? Gara-gara ulah si tua itu, kau jadi mengandung anakku. Coba saja, jika dia tidak berbuat jail. Kejadian malam itu, pasti tidak akan pernah terjadi," jawab Axel penuh dengan penyesalan.     

Lina menatap Axel dengan tatapan tak percaya, baru saja dia merasa bahagia dengan sikap Axel padanya, kini hatinya sudah dihancurkan kembaki dengan kata-kata tajam yang keluar dari mulut pria itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.