Cinta seorang gadis psycopath(21+)

BERITA BAGUS



BERITA BAGUS

0Bibi pengurus rumah bernama Siti itu langsung berlari ke kamarnya untuk mengambil gadjet setelah memastikan jika tuan mudanya sudah meninggalkan rumah. Dia menelfon majikannya yang berada di luar negeri untuk memberikan kabar baik ini.     

"Halo, ada apa kau telfon sepagi, ini Siti?" tanya Elizabeth yang rupanya dia terjaga oleh panggilan darinya.     

"Maaf Nyonya. Saya tidak tahan utuk menunggu nanti. Nanti pun, jika ada kesempatan. Jika tidak… ya anda tidak akan tahu mengenai berita ini," jawab wanita itu kegirangan. Raut bahagia tak bisa disembunyikan dari wajah dan cara dia bicara.     

"Ada kabar apa memangnya? Cepat katakana?" ucap Elizabeth. Kemdian, terdengar suara jika dia tengah menguap.     

"tadi, siang, saya lihat taun Axel membawa pulang wanita cantik. Ternyata, dia juga kenal sama nyonya Lina."     

"Wanita cantik, dan kenal dengan Lina? Siapa memang?" tanya Elizabet. Dia mulai penasaran. Kemudian duduk dan menyalakan lapu kamar gara tidak gelap. Sebab, setelah mendengar penjelasan dari Siti, kantuknya mendadak hilang.     

"Ya saya tidak tahu, Nyah. Baru pertama kali ini tuan Axel mengajaknya ke sini," jawab Siti.     

"Kamu tahu nampanya? Mendengar mereka ngobrol dan memanggil Namanya mungkin?"     

"Siapa, ya? Ciya apa siapa gitu, lupa saya, Nyah," jawab wanita itu Ketika berusaha mengingat namun hasilnya nihil.     

"Ciri-cirinya seperti apa? Gaya pakaiannya feminism, apa tidak?" tanya Elizabeth lagi. Sebab, untuk saat ini tidak memiliki bayangan sedikitpun, kira-kira wanita mana yang telah dibawa pulang oleh putranya. Dan kenal dengan menantunya.     

"Dia sih putih banget, tinggi langsing cantik. Rambunya panjang dicat pirang bergelombang, pakai poni juga, dan pakiannya gak feminism banget, sih. tapi, ga tomboy. Dia pakai celana panjang yang bagian pahanya berlubang dan atasan rajut lengan panjang."     

"Siapa, ya?" ucap Elizabet, yang lebih ditujukan pada dirinya sendiri. "setelah itu apa yang terjadi?" cecar wanita itu. ebnar-benar penasaran.     

"Tuan Axel mengantarkan wanita itu pulang, mereka sangat akrab kok saat mendengar kalau Nyonya Lina hamil, wanita itu nampak senang memberi selamat dan juga berpelukan Ketika pulang. setelah pulang, tuan Axel terlibat cek-cok dengan nyonya Lina."     

"Apa? Mereka masih berantem? Ini bukan kabar baik, Siti. Tapi, kabar buruk!" cetus Elizabet. Ia memtuskan untuk meninggalkan tempat tidur dan membuat kopi di dapur.     

"Mereka berhubungan badan di ruang tamu. Saya tak sengaja melihatnya. Kemudian, setelah saya pergi ke belakang, saya mendengar suara mobil tuang Axel pergi meninggalkan rumah. Tapi, ada bercak darah di atas lantai. Sekitar dua jam an, tuang Axel menelfon meminta saya siapkan makanan dan susu hamil untuk nyonya Lina. Dia juga terlihat sangat tergesa-gesa."     

"Tunggu dulu, kau menemukan bercak darah di tempat mereka berhubungan? Lalu mereka pergi?" tanya Elizabeth terkejut. Dia mulai berfikir yang tidak-tidak saja dengan kandungan menantunya.     

"Iya, Nyah. Benar."     

"Ya sudah, terimakasih, ya atas informasinya. Ya sudah, kau bisa kembali bekerja dan istirahatlah dengan baik jika semua sudah selesai," ucap Elizabeth. Kemudian ia mematikan panggilan.     

"daripada mumet, mikir dan menebak-nebak, mungkin aku bisa tanya Axel. Apa jangan-jangan dia berada di rumah sakit, ya?" gumam Elizabeth. Kemudian mencrol kontak dan menghubungi putranya.     

"halo, Ma. Ada apa?" tanya pria itu.     

"Di mana, kau?" tanya Elizabeth. Seketika dia mengganti mode panggilan suara menjadi panggilan Video.     

Axel yang takut di semprot mamanya jika hal buruk terjadi pada Lina, langsung menyetujui peralhihan mode tersebut, dan berfikir jika nanti mamanya bertanya macam-macam, dia kana memberikan saja pada Lina. Toh, Lina juga tak mungkin menjelekkan dia. Sekalipun dia berprilaku buruk padanya, dia akan senantiada merahasiakannya.     

"Kamu di rumah sakit, Xel? Siapa yang sakit?" tanya wanita itu setelah melihat interior di belakang putranya menunjukkan jika memang benar, dia berada di rumahs akit.     

"Iya, nih Ma. Aku berada di rumah sakit. Ngomong sama Lina saja, gih!" ucap Axel. Kemudian memberikan ponselnya pada Lina.     

"Kenapa harus dengannya? Kan mama tanyanya sama kamu. Kalau begitu, kau keluar sana!" ucap Elizabeth dengan ketus.     

"Baiklah, aku akan keluar," ucap Axel. Kemudian mengulurkan ponselnya pada Lina dan menatap wanita itu dengan penuh ancaman. Seolah, dia mengancam awas jika kau bicara macam-macam. Tapi, mau macam-macam seperti apapu, Lina sedang berada di mood yang bagus. Dia tidak takut pada Axel. Apalagi, sejauh ini mama mertuanya juga selalu berpihak padanya.     

"Kamu kenapa kok sampai masuk rumah sakit, Lin?" tanya Elizabeth begitu yang nampak di layar lcdnya sudah berganti menantunya.     

"Tidak apa-apa, Ma. Cuma mengalami sedikit pendarahan saja," jawab Lina, berusaha menenangkan mama mertuanya yang sudah terlihat panik.     

"Bagaimana bisa kau pendarahan? Apakah Axel mengajakmu bermain dengan kasar?" tanya Elizabeth. Dia penasaran. Tapi, tak mau, jika pertanyaannya akan membuat sang menantu malah jadi malu nantinya.     

"Kenapa mama berfikir demikian? Tidak. Mungkin saja aku stress karena bosen di rumah terus. Kan, biasanya aku bekerja, kan Ma?" ucap Lina. Berusaha mengelak. Antara mengelak dan menyembunyikan borok suaminya di depan mamanya sendiri.     

"Sudah, mama tahu semuanya. Axel melakukan dengan kasar di ruang tamu, kan? Bibi pulang dari minimarket tadi gak sengaja melihat, setelah kalian pergi, ada bercak darah di lantai. Sekarang, bagimana kondisimu?"     

Lina terdiam. Wajahnya memerah. Ia tak berani memandang kea rah layar lcd yang dipegangnya. Jelas dia sangat malu sekali. Meskipun dia dipaksa oleh Axel, jika saja dia bisa lebih tegas dan memberi perlawanan, mungkin juga tidak akan begini. 'Duh, malu sekali rasanya,' batin wanita itu.     

"Baiklah, mama tdak akan mebahas soal itu lagi. Siapa wanita yang dibawa axel pulang ke rumah sebelumnya?"     

"Chaliya, Ma. Ternyata selama ini dia berada di Bandung," jawab Lina. Terlihat senang.     

Elizabeth tentu saja sudah tahu itu. tapi, dia tak mau mencari atau menemui wanita itu. dia berbuat demikian, mungkin juga ada hal yang tak bisa ia ceritakan. Atau, mungkin, Axel pernah menyakitinya. Makanya, dia membalas dengan segitu sadisnya.     

"Kau tahu, dia Chaliya. Apakah kau tidak cemburu suamimu bersama manan pacarnya?"     

"Kenapa cemburu? Sekalipun Axel sekarang mungkin masih suka padanya, Chaliya juga kelihatannya tidak ada ketertarikan dengan Axel, Ma. Dulu, Axel pernah mengejar hingga ia kehilangan Wulan mantan istrinya. Apakah mungkin hal ini terulang lagi? Apalagi, sekarang aku juga telah mengandung calon anak untuknya.     

"Baiklah. Kamu jangan terlalu banyak berfikir. Secepatnya mama akan kembali dan menjagamu dengan lebih baik. Jika ada mama, tidak aka nada seorang pun yang akan menyakitimu nanti," ucap Elizabeth, kemudian ia mengakhiri panggilan.     

Sementara Lina, ia memanggil Axel yang kini berfiri di depan ruang rawat inapnya.     

"Xel, masuklah! Ini ponselmu," ucap Lina, berdiri di deoat pintu sambil membawa infusnya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.